Selular.ID – Meski pangsa pasarnya masih secuil, belakangan ini pasar kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Indonesia semakin menggeliat.
Berbagai merek kendaraan listrik, kebanyakan dari China, mulai berseliweran di jalan-jalan, terutama Jakarta.
EV mulai mencuri perhatian masyarakat dan siap mengambil porsi penjualan mobil di Indonesia yang rata-rata mencapai lebih dari 1 juta unit per tahun.
Laporan Kementerian Perhubungan, menunjukkan hingga 3 April 2024, jumlah KBLBB (Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai) berdasarkan jumlah SRUT (sertifikasi registrasi uji tipe) yang telah terbit, mencapai 133.225 unit.
Di sisi lain, berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), produsen mobil listrik asal China, Chery menjadi mobil terlaris pada semester I 2024.
Model Omoda 5 menjadi favorit warga Indonesia. Keberhasilan Omoda 5 besutan Chery, menggeser merek dari pabrikan Wuling yang juga berasal dari China, dan Hyundai dari Korea Selatan (Korsel).
Dengan animo yang cukup tinggi, produsen otomotif meyakini cepat atau lambat, EV bakal dibutuhkan oleh masyarakat.
Teknologi EV yang minim polusi suara serta nol emisi karbon menjadi salah satu daya tarik bagi masyarakat untuk mencoba.
Desain yang cenderung elegan dan fitur-fitur yang advance, juga menjadi kelebihan EV di bandingkan kendaaraan konvensional. Apalagi harga yang ditawarkan semakin terjangkau, di kisaran Rp 200 – Rp 400 jutaan.
Meski mulai terlihat ‘booming’ namun penetrasi EV sejatinya masih terbilang rendah. Persepsi konsumen masih banyak yang menilai minor keberadaan EV.
Terungkap bahwa isu baterai dan infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik menjadi hambatan terbesar pertumbuhan industri kendaraan listrik di tanah air.
Hal ini dapat dilihat dari riset Populix terbaru yang bertajuk “Electric Vehicle Dynamics: Unveiling Consumer Perspectives and Market Insights”.
Tengok saja, kebanyakan konsumen menunjukan kekhawatiran terhadap berbagai isu utama menyangkut EV.
Di antaranya, sisa baterai selama perjalanan (65%), kapasitas jarak tempuh terbatas (61%), dan tidak semua bengkel menerima perbaikan meskipun kerusakannya non-listrik (49%).
Selain itu, keterbatasan infrastruktur atau fasilitas charging (43%) dan lokasi stasiun pengisian daya yang masih sedikit dan cenderung jauh (42%) juga menjadi tantangan yang dihadapi konsumen dalam menggunakan kendaraan listrik.
Seiring dengan berkembangnya pasar EV di Indonesia, kolaborasi antara regulator dan produsen EV menjadi semakin krusial untuk mengatasi tantangan yang mendasar.
Seperti aksesibilitas, jarak tempuh, biaya, hingga ketersediaan infrastruktur pengisian daya yang menghambat integrasi kendaraan listrik bagi mobilitas konsumen sehari-hari.
Meski memiliki banyak tantangan, namun popularitas EV dipastikan akan semakin meningkat di masa depan, seiring dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya memelihara lingkungan.
Karenanya, Populix menandaskan, dengan memahami tantangan dan preferensi konsumen, sinergi yang terjadi antar stake holder, menjadi kunci untuk mendorong adopsi EV secara lebih luas, sekaligus meningkatkan pertumbuhan industri kendaraan listrik di Indonesia.
Baca Juga: Perbandingan Market Share Global Electric Vehicle (EV) Tahun 2022-2023