Kamis, 31 Juli 2025

Duit Bank Jago Ditilep Abang Jago

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

Selular.ID – Sebagai bank digital yang lahir dari rahim Gojek, Bank Jago terus membukukan pendapatan yang cukup signifikan. Tengok saja kinerja pada periode lima bulan pertama 2024 yang terus mencorong.

Laba bersih tahun berjalan bank yang kini bergabung dalam ekosistem Go-To itu, tumbuh sebesar 30,41% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 39,41 miliar pada kuartal II-2024. Peningkatan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 30,22 miliar.

Sementara sepanjang 2023, Bank Jago berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 72 miliar. Raihan laba bersih tersebut naik 355% dibandingkan 2022 yang tercatat sebesar Rp 16 miliar.

Sayangnya, di tengah pertumbuhan yang mengesankan, bank yang dulunya bernama Bank Artos itu, kini tengah diterpa masalah yang bisa berdampak pada kepercayaan nasabah dan masyarakat umum.

Untuk diketahui, pada Rabu (10/7), kepolisian telah menangkap pegawai Bank Jago karena membobol rekening. Tak tanggung-tanggung, karyawan berinisial IA (33 tahun), mendulang Rp 1,3 miliar karena aksinya tersebut.

Polisi mengungkapkan, ‘abang jago’ itu sukses membobol rekening nasabah yang telah diblokir. Caranya, terlebih dahulu memerintahkan bagian agent command center untuk mengajukan permintaan membuka blokir rekening. Lalu, pelaku yang bekerja pada bagian contact center specialist menyetujui pengajuan tersebut.

Total, terdapat 112 rekening yang sudah disetujui oleh pelaku untuk dibuka blokirnya. Setelah rekening yang diblokir terbuka, pelaku memindahkan uang yang tersimpan di rekening tersebut ke rekening lain yang telah disiapkan.

Baca Juga: Eks Pegawai Bank Jago Bobol Rekening Nasabah Capai Rp1,3 Miliar

Sontak, pembobolan rekening tersebut membuat mata publik tertuju pada manajemen Bank Jago. Khususnya sistem keamanan sehingga bisa dibobol karyawan sendiri.

Wajar jika banyak nasabah Bank Jago tentu khawatir, apakah pembobolan rekening berdampak pada simpanan yang dimilikinya.

Di sisi lain, sebagai bisnis kepercayaan, keamanan nasabah bank harusnya menjadi prioritas. Apalagi, bank digital kini sudah menjadi salah satu pilihan masyarakat. Terutama generasi muda (milenial dan gen-z)  yang semakin terbiasa mengakses layanan perbankan lewat smartphone.

Tak ingin persoalannya melebar kemana-mana, manajemen Bank Jago bergerak cepat. Dalam keterangan tertulisnya (10/7), Corporate Communication Bank Jago Marchello, menegaskan bahwa keamanan data nasabah adalah prioritas perusahaan.

Selama ini pihaknya telah menerapkan proses manajemen risiko dan strategi anti-fraud sebagai langkah mitigasi atas tindakan penyimpangan yang dilakukan pihak internal maupun eksternal.

Melalui proses tersebut Bank Jago bisa mendeteksi tindakan fraud sejak dini, melakukan pemeriksaan, dan secara proaktif melaporkan tindakan penyimpangan kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut.

Marchelo juga menjamin tidak ada nasabah Bank Jago yang dirugikan atau mengalami kehilangan dana.

“Bank Jago akan terus bekerja sama dengan kepolisian untuk menuntaskan kasus ini dan melakukan berbagai langkah mitigasi untuk mencegah tindakan serupa terjadi di masa depan,” tukas Marchelo.

Perbankan Digital Rentan Fraud

Kasus yang dialami Bank Jago menunjukkan, industri perbankan, khususnya digital banking, terbilang rentan terhadap praktek-praktek yang merugikan nasabah dan perusahaan.

Seperti kita ketahui, seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi, beragam metode pembayaran digital telah bermunculan dalam beberapa tahun terakhir.

Inovasi tersebut, membuat transaksi sehari-hari kita menjadi lebih cepat dan nyaman serta memungkinkan bank dan lembaga keuangan untuk memangkas biaya dan menyederhanakan operasional.

Namun, perubahan ini menimbulkan tantangan baru: seiring dengan maraknya transaksi non-tunai, aktivitas penipuan perbankan digital juga meningkat di seluruh dunia.

Penjahat dunia maya terus-menerus menyesuaikan taktik mereka untuk mengeksploitasi kelemahan metode pembayaran digital di berbagai saluran, seperti transaksi selular dan online. Hal itu semakin menyulitkan bank dan lembaga keuangan untuk mengidentifikasi dan mencegah aktivitas penipuan.

Meskipun solusi kecerdasan buatan (AI) membantu bank dan lembaga keuangan melawan penipuan pembayaran digital, solusi ini telah menjadi alat bermata dua yang digunakan oleh penjahat dunia maya.

Para pelaku kriminal itu dapat menghasilkan konten teks, audio, dan video palsu yang tidak hanya menipu korbannya tetapi juga perangkat lunak yang dirancang untuk melindungi sistem keuangan dan konsumen.

Statistik tersebut semakin mengkhawatirkan, dengan data yang dianalisis oleh NICE Actimize yang berbasis di AS menunjukkan bahwa upaya transaksi penipuan global melonjak sebesar 92% dan jumlah upaya penipuan melonjak sebesar 146% pada 2022 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Pada 2023 saja, skema penipuan pembayaran digital diperkirakan mengalami kerugian sebesar $485,6 miliar di seluruh dunia, menurut Laporan Kejahatan Keuangan Global Nasdaq Verafin 2024.

Di sisi lain, proposal legislatif pembayaran instan Komisi Eropa (European Commission’s Instant Payments Legislative Proposal), yang akan diterapkan pada tahun ini, telah mempercepat kebutuhan bank dan lembaga keuangan Uni Eropa untuk berinvestasi dalam solusi teknologi canggih guna mengimbangi perjuangan teknologi tinggi melawan penipu.

Seiring dengan meningkatnya fraud dan kejahatan di dunia maya, pemerintah Indonesia juga tidak tinggal diam.

Dalam Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) mengingatkan bahwa di tengah prospek cerah industri perbankan di era digital saat ini, terdapat sejumlah tantangan dan risiko yang siap mengintai kapan saja.

Agar tidak boncos, sejumlah hal wajib diwaspadai oleh pelaku perbankan. Mulai dari kebocoran data nasabah hingga risiko serangan siber.

Menurut OJK, perlindungan data pribadi nasabah akan sangat mempengaruhi perkembangan layanan perbankan digital ke depan.

Dalam hal ini, perlindungan tersebut merupakan faktor penentu akan adanya kepercayaan daring (online trust) yang menjadi hal penting dalam transaksi digital.

Karenanya, ancaman-ancaman yang timbul dari lemahnya perlindungan data pribadi nasabah tersebut akan sangat berdampak pada perkembangan layanan perbankan digital.

Uni Eropa (UE) adalah kawasan yang patut dicontoh perihal perlindungan data pribadi.

Uni Eropa memiliki European Union General Data Protection Regulation (EU GDPR). Ini adalah peraturan tentang perlindungan data pribadi yang diterapkan bagi seluruh perusahaan di dunia yang menyimpan, mengolah, dan memproses data pribadi penduduk dari 28 negara yang tergabung dalam komisi tersebut.

Baca Juga: Bank Jago Lapor Laba Bersih Rp22 Miliar di Kuartal I 2024

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU