Selular.ID – Sejak pertengahan 2019, Huawei telah dimasukan ke dalam daftar hitam ekspor oleh AS. Raksasa teknologi yang berbasis di Shenzhen itu, dilarang mengakses teknologi dari negeri Paman Sam.
Alhasil, kebijakan keras itu menutup jalan bagi Huawei untuk memproduksi chips, sekaligus mendapatkan pasokan komponen dari AS dan vendor-vendor yang menjadi mitranya.
Tak patah arang, Huawei bertekad untuk menjadi pemimpin dunia dalam perangkat lunak, agar perusahaan tidak tergantung pada negara-negara maju.
Upaya itu sejalan dengan visi perusahaan yang baru, yaitu menumbuhkan berbagai bisnis di luar segmen perangkat keras yang nyaris lumpuh oleh sanksi AS itu.
Beberapa bidang baru yang dimasuki oleh Huawei, seperti cloud, sistem mobil pintar, dan energi terbarukan. Diversifikasi berbagai bisnis tersebut, melengkapi divisi ICT dan peralatan telekomunikasi yang masih menjadi pilar utama perusahaan.
Di sisi lain, divisi perangkat konsumen yang sebelumnya hampir mati suri, mulai kembali pulih. Seiring dengan tingginya permintaan smartphone andalan, Mate 60 disusul Pura 70, terutama di pasar domestik.
Kehadiran kedua varian tersebut, menunjukkan Huawei tak berhenti berinovasi meski deretan sanksi telah membatasi akses perusahaan terhadap teknologi yang dikembangkan AS dan sekutu-sekutunya.
Kini untuk mengejar kesenjangan dalam produksi chips canggih, Huawei sedang membangun pusat penelitian dan pengembangan (R&D) raksasa di sebelah selatan Shanghai.
Huawei berencana mengembangkan alat pembuatan chip yang harus mampu bersaing dengan sistem yang dirancang oleh ASML, Canon, dan Nikon.
Pusat Litbang akan fokus pada pengembangan mesin litografi, yang penting untuk membuat chip pada node terdepan.
Baca Juga: Huawei Pamer Rangkaian Produk dan Solusi Terbaru di Era 5G Advance dan AI Mobile
Untuk saat ini, mitra Huawei, SMIC dan Hua Hong, belum bisa mendapatkan alat lito yang memungkinkan mereka membuat chip logika pada teknologi proses berbasis FinFET 14nm/16nm dan proses yang lebih canggih, namun mereka masih bisa mendapatkan sistem litografi berkemampuan 28nm.
Oleh karena itu, mesin yang dikembangkan Huawei harus memiliki setidaknya 28nm, atau lebih baik lagi yang berkemampuan 14nm/16nm.
Untuk diketahui, ASML menguasai lebih dari 90% pasar alat litografi. Namun karena tekanan AS, perusahaan asal Belanda itu, telah bergabung dengan sejumlah vendor untuk tidak berbisnis dengan Huawei.

Pusat Litbang berlokasi strategis di distrik Qingpu, Shanghai, bagian dari kampus yang lebih besar yang mencakup fasilitas unit desain chip Huawei, HiSilicon Technologies, serta pusat Litbang untuk teknologi nirkabel dan telepon pintar.
Total investasi untuk kampus ini diperkirakan mencapai ¥12 miliar ($1,66 miliar), mencakup area yang setara dengan sekitar 224 lapangan sepak bola. Setelah selesai, gedung ini akan memiliki kapasitas untuk menampung lebih dari 35.000 karyawan.
Kehadiran pusat R&D raksasa di distrik Qingpu, Shanghai itu, bakal melengkapi fasilitas yang sama di kampus Ox Horn, Dongguan, sebelah utara Guangdong.
Kampus Ox Horn yang bertema 12 kota kuno Eropa, mampu menampung 25 ribu karyawan dan telah resmi digunakan pada pada 2018.
Sekedar diketahui, Huawei menamakan kampus sebagai sebutan, karena fasilitas itu tak hanya berfungsi sebagai kantor, namun juga pabrik, fasilitas R&D, dan tempat tinggal bagi karyawan.
Huawei telah mempekerjakan sejumlah insinyur yang pernah bekerja dengan perusahaan peralatan chip global terkemuka termasuk Applied Materials, Lam Research, KLA, ASML, Intel dan Micron.
Baca Juga: Huawei Perkuat Pengembangan Ekosistem Talenta Digital di Kawasan Indonesia Timur

Media Tour Terbatas Untuk Jurnalis
Nah, di sela-sela gelaran MWC Shanghai 2024, saya bersama Pemred Liputan 6 Yunita Kristanti, berkesempatan mengunjungi kompleks pusat R&D Huawei di Shanghai, Jumat (28/6).
Ditemani oleh Manager Corporate Communication Huawei Indonesia Kyra Mixiuping, sejatinya kunjungan ke kompleks pusat R&D itu, merupakan bagian dari press tour, MWC Shanghai 2024.
Sebagai penyedia solusi telekomunikasi global, Huawei secara khusus mengundang sejumlah jurnalis dari berbagai negara, untuk mendalami paparan teknologi dan solusi yang dikembangkan oleh perusahaan.
Untuk diketahui, dalam gelaran MWC Shanghai 2024, Huawei mengusung tema “Advancing the Intelligent World”.
Raksasa China yang berbasis di Shenzhen itu, memamerkan rangkaian produk dan solusi terbaru yang mendukung penerapan 5G Advanced komersial dan perangkat AI yang diperlukan untuk era AI mobile.
Perpaduan 5G Advanced dan teknologi AI, pada akhirnya mendorong transformasi digital semakin massif. Menjadikan layanan pintar ada di mana-mana dan membawa perubahan signifikan bagi masyarakat. Tidak hanya di sektor consumers, namun juga industri dan manufaktur.
Sejumlah show case yang ditampilkan Huawei menunjukkan bahwa teknologi 5,5G memimpin peningkatan berbagai layanan digital di berbagai sektor kehidupan.
Mulai dari connected people, connected home, connected vehicle, connected things, connected industry, dan sensing and communication.
Huawei menyebutkan, tahun 2024 akan menandai tahun pertama 5.5G komersial, dan penerapan jaringan optik gigabit F5.5G telah dimulai.
Sinergi di seluruh jaringan, cloud, dan intelijen dirancang untuk menghasilkan aplikasi cerdas yang tersebar luas dan pengalaman pengguna yang semakin beragam.
Sayangnya, meski berkunjung langsung ke kompleks R&D di Shanghai, tentu saja Huawei hanya memberikan akses terbatas kepada para awak jurnalis. Namun dari kejauhan, kami melihat betapa luasnya kompleks R&D tersebut.
Terlepas dari tantangan menghasilkan chip canggih, terutama proses 16/12 nm dan yang lebih kecil, Huawei telah membuktikan, sanksi yang diberlakukan AS dan sekutu-sekutunya justru melecut perusahaan untuk berinovasi lebih baik dibandingkan para pesaing.