JAKARTA, SELULAR.ID – Para pelaku industri telekomunikasi di Indonesia mendesak supaya pemerintah segera membuat regulasi terkait over the top atau OTT.
Pasalnya sejumlah over the top atau OTT seperti Netflix, Instagram, YouTube, TikTok dan lainnya meraup cuan banyak di Indonesia meski ‘numpang’ di Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan oleh pengamat telekomunikasi, Kamilov Sagala saat acara diskusi Selular Business Forum bertajuk ‘Urgensi Regulasi OTT Demi Mengembalikan Kesehatan Industri Selular’ di Kemang, Jakarta, Rabu (27/12/2023).
Pasalnya, OTT atau aplikasi tersebut meraup cuan tanpa harus membayar penerimaan negara bukan pajak alias PNBP, yang disebut Kamilov sebagai numpang di infrastruktur digital.
Hal ini berbeda dari perusahaan operator telekomunikasi yang saat ini berdarah-darah demi melakukan pemerataan jaringan infrastruktur telekomunikasi hingga internet di Indonesia.
TONTON JUGA:
Kamilov menyampaikan, selama ini infrastruktur jaringan di Indonesia ditopang oleh para operator telekomunikasi.
Operator harus menanggung beban yang sangat besar, serta dituntut untuk menyediakan infrastruktur jaringan yang mumpuni dan terkini, seperti 5G.
Baca juga: Tanpa Regulasi, OTT Bisa Ancam Kedaulatan Negara
Akan tetapi, yang menikmatinya justru layanan OTT yang ‘menumpang’ secara cuma-cuma tanpa adanya aturan yang jelas.
“Betapa sedihnya operator yang sudah membangun infrastruktur, tapi yang menikmati OTT,” tegasnya.
“OTT itu penumpang, tapi berasa seperti pemilik (jaringan). Padahal, keuntungan yang diraup OTT ini luar biasa besar,” sambung sosok yang merupakan mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) itu.
Senada dengan Kamilov, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel, Sigit Puspito Wigati Jarot yang hadir dalam acara tersebut juga menyampaikan perlu ada regulasi terkait OTT.
Menurutnya, regulasi OTT bukan sekadar meneruskan sustainabilitas operator saja, tapi sudah menyangkut kepentingan nasional.
Baca juga: Guru Jadi Profesi yang Paling Banyak Gunakan Pinjol
“Ada kepentingan nasional yang besar sekali yang apabila didiamkan, dampaknya akan sangat besar,” katanya.
Sigit menambahkan jika operator telekomunikasi di Indonesia tidak bisa survive lagi, maka mereka tidak bisa melakukan investasi lagi.
“Otomatis infrastruktur gak bisa digelar lagi. Yang dirugikan bukan operator saja, tapi kita sebagai masyarakat Indonesia, negara juga dirugikan,” ungkapnya.
“Operator tinggal bilang saja ‘ya kami gak mampu, gak ada uangnya sekarang’,” sambungnya.
Sigit tidak menampik jika OTT memang mempercepat proses digitalisasi di Indonesia.
Meski demikian, harus ada aturan atau regulasi yang jelas supaya OTT tidak hanya sekadar ‘numpang’ meraup cuan saja di negara ini.
“Kita tidak memungkiri jika OTT semakin mempercepat proses digitalisasi di Indonesia,” ujarnya.
“Tetapi jika ada regulasi yang jelas terkait OTT maka tidak hanya pemerintah yang untuk, percepatan digital di Indonesia juga bakal semakin cepat karena ada kontribusi dari OTT untuk memikirkan infrastruktur jaringan juga,” sambungnya.
Di kesempatan yang sama, Heru Sutadi, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute mengatakan, regulasi OTT begitu dinantikan kehadirannya di industri telekomunikasi.
Sebab, sampai sekarang layanan tersebut tidak dibebankan PNBP, tidak seperti penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi.
Menurutnya, sebagai negara berdaulat, Indonesia harus berani meminta bagian dari OTT yang sudah mengambil untung besar selama ini.
Itung-itung, sebagai bagian dari kontribusi silang untuk membantu industri telekomunikasi yang sudah mulai turun.
“Industri telekomunikasi itu udah mulai turun, harus ada kontribusi silang dengan menambah dari sisi lain seperti OTT,” pungkas Heru.
Baca juga: Pendapatan Google Cs Melebihi Telkom, Regulasi OTT Wajib Dibuat