Selular.ID – Per 1 Juli, Telkom resmi melepas IndiHome untuk diintegrasikan ke Telkomsel. Langkah itu menjadikan Telkomsel fokus ke B2C (Business to Consumer). Sedangkan Telkom kini beralih ke segmen B2B (business to business) alias enterprise.
Fokus Telkom di sektor B2B ditandai dengan membentuk layanan solusi digital, IndiBiz. Layanan ini resmi diperkenalkan oleh Direktur Enterprise & Business Service Telkom Indonesia FM Venusiana R, saat konferensi pers Digiland, di Jakarta, Kamis (6/7/2023).
IndiBiz, jelas Venusiana, adalah ekosistem digital yang diklaim memberikan solusi atau ekosistem untuk mendukung pelaku usaha untuk naik kelas atau go global.
Menurut Venusiana, untuk menyukseskan fokus tersebut, Telkom akan mengusung empat pilar utama, yaitu solusi platform dan layanan digital.
Pada pilar pertama ini, UKM akan difasilitasi mulai dari logistik, transporatsi, hingga permodalan dalam bentuk digital, sehingga memudahkan UKM untuk men-deliver produk hingga ke konsumen.
“Jadi platform yang dibutuhkan oleh dunia usaha. Pengusaha pasti butuh modal, dia juga butuh suplier. Pada saat men-deliver product, dari suplier ke penjual, dia butuh transportasi, dari pengusaha ke pembeli, jadi kita siapkan platformnya. Jadi layanan digitalnya yang dikedepankan,” terang wanita yang akrab dipanggil Venus ini.
Pilar kedua, kolaborasi dengan startup atau developer yang fokus menyediakan produk-produk dan solusi untuk UMKM.
Ketiga, kolaborasi pembiayan dengan lembaga keuangan. Sedangkan keempat, kolaborasi dengan komunitas dunia usaha untuk meningkatkan produktivitas UKM.
Baca Juga: Telkom dan Huawei Jalin Kerja Sama Strategis B2B, Data Center, dan Cloud
Dikutip dari situs resminya, IndiBiz memiliki dua kategori layanan. Yakni Kategori Solusi dan Kategori Bisnis.
Pada kategori pertama, ada Dukungan Pemasaran, Dukungan SDM, Dukungan Operasional, dan Dukungan Finansial.
Kategori Bisnis punya ekosistem lebih luas. Mulai dari Retail, Pendidikan, Cafe & Restoran, IoT, hingga Manufaktur.
Fokus pada bisnis enterprise bagi Telkom adalah keputusan yang tepat. Pasalnya, pasar B2B di sektor telekomunikasi berkembang pesat.
Sedangkan B2C (Business-to-Consumer) menghadapi ketatnya kompetisi antar pemain dan disrupsi oleh pemain OTT (over the top) yang bisa berujung pada menurunnya pendapatan.
Dinukil dari laman Verified Market Research, ukuran pasar B2B di industri telekomunikasi global bernilai US$ 35,78 miliar pada 2021 dan diproyeksikan mencapai US$ 98,61 Miliar pada 2030. Angka itu tumbuh pada CAGR sebesar 13,44% dari 2023 hingga 2030.
Salah satu pendorong terpenting meningkatnya pasar telekomunikasi B2B di seluruh dunia adalah penerapan Internet of Things (IoT).
Hal ini semakin mendapat dorongan karena hemat biaya, dan memfasilitasi transaksi nirkabel dan komunikasi mesin-ke-mesin (M2M).
Akses mudah ke broadband berkecepatan tinggi, penetrasi internet di daerah terpencil, dan ketersediaan perangkat penyimpanan, juga semakin mendorong perluasan pasar telekomunikasi B2B di seluruh dunia.
Meski menawarkan peluang sekaligus revenue yang sangat besar, namun menggarap B2B bukan perkara mudah. Salah satu tantangan yang tak ringan adalah ketersediaan SDM (Sumber Daya Manusia) yang mumpuni.
Dalam kasus Telkom, SDM yang dimiliki saat ini terlampau besar, sehingga kurang efiesien dan boros dalam anggaran untuk gaji pegawai.
Tengok saja, saat peralihan IndiHome ke Telkomsel, dari sekitar 3.000 karyawan yang sebelumnya menangani IndiHome hanya terserap sekitar 800 karyawan oleh Telkomsel.
Selain persoalan jumlah, masalah yang dihadapi Telkom juga merupakan persoalan klasik yang umum ditemui BUMN.
Sebagai salah satu perusahaan pelat merah, karyawan Telkom juga kerap dibebani beragam peraturan dan regulasi yang seringkali membuat mereka lamban dalam mengambil keputusan strategis.
Campur tangan pemerintah kadang membuat mereka juga tidak bisa bersikap cukup aktif sementara pasar berubah cepat.
Persoalan lain yang tak kalah penting menyangkut kapasitas dan kapabilitas. Pasalnya, peralihan dari layanan B2C ke B2B membutuhkan paradigma baru.
Pasalnya, penjualan dalam pemasaran B2B sering memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemasaran B2C.
Proses negosiasi, evaluasi, dan persetujuan yang melibatkan berbagai pihak dapat memperpanjang siklus penjualan. Perusahaan perlu memiliki kesabaran dan ketekunan dalam mengelola proses penjualan yang kompleks dan jangka panjang.
Di sisi lain, produk atau layanan dalam pemasaran B2B seringkali memiliki tingkat kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk konsumen.
Sehingga karyawan harus dapat mengkomunikasikan fitur dan manfaat produk dengan jelas serta menyampaikan informasi yang teknis atau khusus sesuai dengan kebutuhan pelanggan bisnis.
Nah, dengan beragam tantangan di sisi SDM, keputusan Telkom beralih ke B2B tampaknya masih memerlukan waktu untuk memastikan langkah-langkah strategis yang diambil membawa dampak positif bagi pertumbuhan perusahaan di masa depan.
Untuk diketahui, per September 2023, Telkom membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 2,2% secara tahunan menjadi Rp 111,2 triliun. Laba bersih tumbuh 17,6% (YoY) menjadi Rp 19,5 triliun.
Segmen Mobile dan Consumer masih menjadi penopang pertumbuhan. Melalui anak perusahaannya, Telkomsel mencatat kinerja cemerlang dengan pendapatan Rp73,2 triliun atau tumbuh 10,6% YoY dan 29,6% QoQ.
Sementara pada segmen B2B, Telkom baru mampu membukukan pendapatan Rp14,6 triliun. Angka itu tumbuh 6,6% YoY yang dikontribusi dari solusi B2B Digital IT Services dan Enterprise Connectivity.
Baca Juga: Telkomsel Konsisten Dorong Kemajuan Indonesia Melalui Layanan Broadband