Selular.ID – Tak dapat dipungkiri, spektrum merupakan nyawa bagi operator telekomunikasi. Namun di tengah kondisi pasar yang terdisrupsi oleh layanan OTT, harga spectrum bukan malah menurun, malah menunjukkan tren peningkatan.
Hal ini terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hal itu membuat kelompok industri GSMA memperingatkan strategi transformasi digital di Indonesia dapat terhambat kecuali jika pemerintah menilai kembali penetapan harga frekuensi 5G.
Analisis dari GSMA Intelligence memperkirakan sekitar 33 persen manfaat sosio-ekonomi yang diharapkan dari 5G bisa hilang antara 2024 dan 2030 jika harga pita spektrum baru mencerminkan tingkat lelang sebelumnya.
Lembaga penelitian tersebut menyatakan bahwa dana yang dipertaruhkan adalah sebesar Rp216 triliun ($13,8 miliar).
Dalam sebuah laporan, GSMA merekomendasikan Indonesia untuk menurunkan harga spektrum agar operator dapat melakukan investasi besar dalam 5G.
Baca Juga: Menkominfo Sebut Spektrum 700 Mhz Siap Lelang Untuk Jaringan 5G
Alasannya, investasi yang lebih rendah mengakibatkan peluncuran jaringan menjadi lebih lambat, pengalaman konsumen yang lebih buruk, dan hilangnya peluang pertumbuhan ekonomi.
Julian Gorman, kepala GSMA untuk Asia Pasifik, berpendapat bahwa pemerintah Indonesia harus memasukkan pasokan spektrum dan harga dalam kebijakan masa depan saat mempersiapkan lelang 5G.
“Hal ini memerlukan kerangka peraturan yang disusun dengan baik agar lelang dapat berhasil dan memberikan keuntungan yang adil bagi pemerintah dan mendorong pertumbuhan digital.”
GSMA Intelligence memperkirakan biaya spektrum tahunan untuk operator seluler di negara tersebut meningkat lebih dari lima kali lipat sejak tahun 2010 karena tingginya pembayaran lelang dan biaya perpanjangan izin.
Pertumbuhan pendapatan industri tidak dapat mengimbangi, dengan ARPU menurun sebesar 48 persen sementara biaya spektrum terus meningkat, jika disesuaikan dengan inflasi.
Unit penelitian tersebut menyatakan biaya spektrum tahunan di Indonesia mencapai 12,2 persen dari total pendapatan seluler, dibandingkan dengan rata-rata APAC sebesar 8,7 persen dan 7 persen secara global.
Untuk diketahui, demi mendorong penetrasi 5G, Kementerian Kominfo berencana melelang spektrum pada pita mmWave 700MHz, 2.6GHz, 3.5GHz dan 26MHz selama dua tahun ke depan.
Baca Juga: Kominfo Kerek PNBP Rp 25,58 Triliun, Lelang Spektrum Jadi Sumber Pemasukan Utama
Pengamat Minta Lelang Spektrum Jangan Kemahalan
Terkait rencana lelang spectrum, khususnya 700 Mhz, pengamat telekomunikasi Heru Sutadi mengatakan sebelum melakukan lelang, pemerintah harus memastikan bahwa pita tersebut telah benar-benar bebas dari siaran televisi analog.
“Selain itu, pemerintah harus juga mempersiapkan sejumlah ketentuannya seperti frekuensinya sudah bersih dari siaran televisi swasta atau komunitas,” ujarnya.
Kedua, menurut Heru, pemerintah harus memperhatikan kebutuhan setiap operator seluler. Pasalnya ada lebih dari 100 MHz frekuensi yang pemerintah miliki dan jumlahnya sangat besar.
“Jadi lihat dahulu kebutuhannya. Kalau semua blok pemerintah buka tentu saja akan berpengaruh dengan harga karena bisa saja harganya makin besar,” ungkap Heru.
Heru berharap jangan sampai harga lelang spektrum frekuensi 700 MHz menjadi kemahalan bagi operator selular.
“Jangan sampai kemahalan sehingga spektrumnya tidak laku. Pemerintah harus memperhatikan kekuatan operator seluler untuk menghitung harga yang pas” kata Heru.
Ia menjelaskan industri operator seluler saat ini memang menurun jika kita bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Meskipun menjadi fondasi bagi kemajuan digital Indonesia, nasib sejumlah operator seluler berada di ujung tanduk karena berbagai alasan.
Misalnya saja, operator harus menanggung beban biaya hak penggunanan (BHP) yang tinggi mulai dari pemerintah pusat hingga daerah.
Beban itu bahkan sudah lebih dari 10 persen menyedot pengeluaran operator seluler dan membuat mereka tidak bisa mengembangkan infrastrukturnya.
“Ini sudah saatnya juga BHP frekuensi bukan jadi pendapatan utama negara, tetapi ada sejumlah fungsi lainnya,” ungkap Heru.
“Misal BHP tidak terlalu tinggi dan operator seluler bisa membangun perekonomian digital hingga membuka lapangan pekerjaan baru. Jadi jangan melulu melihat faktor uangnya,” tandasnya.
Baca Juga: XL Axiata Berharap Pemerintah Gratiskan Spektrum untuk Gelar 5G