JAKARTA, SELULAR.ID – Revisi kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik alias UU ITE bakal meminimalisir praktik kekerasan pinjaman online atau pinjol.
Tindak kekerasan secara verbal hingga intimidasi kerap terjadi dan pelakunya adalah pemberi pinjaman online atau pinjol melalui debt collector.
Dalam revisi kedua UU ITE ada juga larangan perusahaan finansial teknologi untuk memberikan data diri kepada debt collector.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda.
TONTON JUGA:
“Ada pengaturan untuk meminimalisir kekerasan dalam penagihan pinjaman online,” ujarnya.
“Jadi pihak pinjol tidak boleh serta merta memberikan data diri dari peminjam ke debt collector,” sambungnya.
Baca juga: Guru Jadi Profesi yang Paling Banyak Gunakan Pinjol
Ia menilai hal ini sebagai suatu hal positif lantaran bisa membuat industri pinjaman online dengan lebih baik.
Dengan adanya regulasi ini, menurutnya, industri pinjaman online mau tidak mau harus melakukan upaya tersebut.
Jika melanggar, pinjol bisa dikenakan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana tercantum pada pasal 45 ayat 10b.
Hal ini juga dapat menjadi penguat bagi Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk lebih tegas dalam menertibkan perusahaan pinjaman online.
“Bisa jadi penguat untuk AFPI juga guna menertibkan pinjol legal nakal,” tandas Huda.
Sebagai informasi, Revisi Kedua Undang-Undang No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sudah selesai dibahas oleh Komisi I DPR RI dan siap dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan.
Beberapa perubahan dari UU ITE yang yang tercantum dalam revisi ini meliputi sejumlah pokok penting yang terdiri atas 38 dim dan sejumlah tambahan.