Minggu, 3 Agustus 2025

Properti dan Otomotif Sudah Dapat Insentif Dari Pemerintah, Kapan Giliran Industri Selular?

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

Industri Selular Jadi Cash Cow Meski Menopang Ekonomi Digital

Berbeda dengan industri otomotif dan properti yang seolah-olah menjadi anak emas, industri telekomunikasi khususnya selular yang sejatinya juga merupakan industri strategis, justru hanya menjadi cash cow bagi pemerintah.

Untuk diketahui, sejak 2018 hingga 2021, tren realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor komunikasi dan informatika terus mengalami peningkatan.

Tercatat pada 2018, realisasi PNBP Kominfo sebesar Rp 21,3 triliun. Jumlahnya terus meningkat hingga Rp 24,7 triliun pada 2021 dan Rp 25,4 triliun pada 2022.

Meski kepemimpinan Kominfo berganti dari Johhny Plate ke Budi Arie Setiadi, target PNBP tak surut. Budi mengatakan bahwa pihaknya juga menargetkan kenaikan PNBP.

“Asumsi dasar pendapatan defisit dan pembiayaan tanggal 5 September 2023, target PNBP 2024 dinaikkan sebesar Rp 471,21 miliar sehingga menjadi Rp 25,58 triliun,” jelasnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi I DPR-RI di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta Pusat, Senin (12/09/2023).

Kominfo mengakui, besarnya realisasi PBNP berasal dari lelang dan BHP spektrum yang dibayarkan oleh operator telekomunikasi.

Ironisnya, melesatnya realisasi PNPB berkebalikan dengan kinerja industri telekomunikasi saat ini. Untuk diketahui, sejak masuknya teknologi NMT (Nordic Mobile Telephone) yang merupakan cikal bakal tumbuhnya industri selular di Indonesia pada 1986, disusul teknologi 2,5G (1999), 3G (2007), 4G (2014), dan 5G (2021), sejauh ini tidak kebijakan atau stimulus yang pernah diambil oleh pemerintah.

TONTON JUGA:

Padahal untuk melakukan penggelaran jaringan ke seluruh wilayah Indonesia, memerlukan investasi yang sangat besar.

Apalagi sebagai archipelago, wilayah geografi Indonesia sangat luas dengan kondisi landscape yang berbeda-beda di setiap pulau. Khususnya di daerah 3T (Terluar, Terdepan, Tertinggal). Sehingga memunculkan tantangan yang tidak ringan.

Meski demikian, hal itu tidak menyurutkan operator selular untuk terus memperluas jaringan. Tengok saja Telkomsel. Operator selular terbesar di Indonesia ini, sepanjang semester pertama 2023 telah mengoperasikan 255.107 BTS, kebanyakan 4G dan sebagian kecil 5G. Dengan Jumlah BTS sebanyak itu, Telkomsel mampu melayani 96% wilayah populasi hingga pelosok negeri.

Meski terus berupaya memperluas pembangunan jaringan, faktanya Industri telekomunikasi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Padahal industri telekomunikasi belakangan menjadi enabler sekaligus tulang punggung bagi berkembangnya ekosistem digital di tanah air.

Berkat peran operator selular, tak berlebihan jika ekonomi digital saat ini tengah berkembang sangat baik. Dalam catatan ATSI (Asosiasi Telekomunikasi Selular Indonesia), lebih dari Rp 4.000 triliun ekonomi digital berputar di Indonesia saat ini.

Sayangnya, sejak memasuki masa kejenuhan (saturated) pada 2013, pertumbuhan industri telekomunikasi khususnya selular, kini tak lagi mewah.

Jika sebelumnya double digit, sekarang sudah single digit. Data ATSI (Asosiasi Industri Selular Indonesia) pada akhir 2022, industri telekomunikasi hanya tumbuh 5,69%.

Pertumbuhan yang melambat juga tercermin dari ARPU (average revenue per user). ARPU merupakan salah satu indikator kesehatan industri telekomunikasi.

ARPU yang rendah pada akhirnya tentu akan berkontribusi pada pencapaian laba yang juga kurang optimal, sehingga mempengaruhi upaya operator dalam melakukan investasi dan melayani pelanggan dengan baik.

Tiga dekade lalu, sebelum maraknya layanan data dan sosial media, ARPU operator telekomunikasi, khususnya selular mencapai Rp 75.000 – Rp 100.000.

Namun di akhir 2022, tidak ada satu pun operator selular yang ARPU gabungannya (prabayar dan pasca bayar) menyentuh angka Rp 50.000.

Kondisi itu diperberat dengan kehadiran layanan OTT (over the top) yang menggerus pendapatan serta banyak beban yang harus dibayar oleh operator selular.

Menurut ATSI, beban BHP frekuensi sebesar 14 persen yang ditanggung saat ini, terlalu berat bagi para operator telekomunikasi.

Beban itu belum ditambah dengan biaya perizinan lainnya dari pemerintah daerah yang membuat pengeluaran operator semakin membengkak.

Baca Juga: ATSI Ingin Pemerintah Ringankan Beban Pajak Pelaku Telekomunikasi, Berjasa untuk Digitalisasi

Menyikapi kondisi yang dialami operator selular, Kominfo kini tak tinggal diam. Direktur Penataan Sumber Daya Ditjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kominfo Denny Setiawan, mengatakan bahwa pihaknya juga mengerti beban yang kini mendera operator selular.

Namun  di sisi lain pemerintah juga memerlukan pemasukan di sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

“Kita ingin PNBP terpenuhi tetapi kita juga memperhatikan keberlangsungan operator selular di Indonesia,” ujarnya kepada Selular, Selasa (8/8/2023).

Untuk mengatasi hal tersebut, Denny menyebut sudah ada revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kominfo.

Ditambahkan oleh Denny, Kominfo juga tengah mengkaji untuk memberikan keringanan kepada operator seluler dalam penggelaran teknologi 4G dan 5G, serta perihal tarif sewa sarangan jaringan utlisasi terpadu atau SJUT.

Pemberian insentif tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kecepatan internet di Indonesia menjadi lebih baik.

Untuk diketahui, Indonesia memiliki kecepatan internet yang terbilang memperihatinkan di antara negara-negara di dunia. Bahkan di level Asia Tenggara saja, kecepatan internet Indonesia hanya unggul dari Myanmar dan Kamboja.

Ookla merilis laporan Speedtest Global Index terbaru bulan Juli 2023. Dalam laporan itu, Indonesia berada di peringkat ke-96 dari 143 negara di dunia dalam urusan internet mobile. Kecepatan internet Indonesia rata-rata 24,21 Mbps.

Pada kategori internet mobile ini, di level Asia Tenggara, Indonesia juga relatif berada di peringkat bawah. Kecepatan internet Indonesia hanya unggul dari Myanmar dan Kamboja.

Masing-masing Indonesia 24,01 (peringkat 96), Kamboja 23,74 Mbps (peringkat 98), dan Myanmar 23,31 Mbps (peringkat 100).

Pada kategori fixed broadband, Indonesia ada di peringkat ke-122 dari 182 negara yang disurvei oleh Ookla. Kecepatan internet fixed broadband Indonesia itu rata-rata mencapai 27,11 Mbps.

Di level Asia Tenggara juga tak jauh beda, Indonesia hanya unggul dari Myanmar dan Kamboja. Masing-masing Indonesia 27,11 Mbps (peringkat 122), Kamboja 22,35 Mbps (peringkat 129), dan Myanmar 19,41 Mbps (peringkat 138).

Baca Juga: Wacana Pajak Judi Online, Menkominfo Beri Klarifikasi

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU