Jakarta, Selular.ID – Starlink milik SpaceX menargetkan pada 2024 untuk peluncuran layanan telepon satelit komersial, dimulai dengan SMS sebelum menambahkan layanan suara dan data, serta konektivitas IoT pada 2025.
Starlink yang dimiliki taipan Elon Musk, mulai mengiklankan layanan tersebut di situs webnya, dengan menyatakan bahwa pengaturan tersebut akan berfungsi dengan telepon LTE yang tidak dimodifikasi.
Mereka mengklaim bahwa layanan tersebut akan “memungkinkan akses di mana-mana untuk mengirim pesan teks, menelepon, dan menjelajah”.
Perusahaan mencatat kemitraan yang terjalin dengan berbagai operator selular termasuk T-Mobile (AS), Rogers Communications (Kanada) dan Optus (Australia), dengan alasan akses terhadap “akses global timbal balik” di negara-negara yang memiliki kesepakatan tersebut.
Layanan Starlink bergantung pada peluncuran satelit generasi kedua, sebuah proses yang agak terhambat oleh masalah pada roket Starship SpaceX.
Ini berarti Starlink harus terus menggunakan peluncur Falcon 9 milik perusahaan roket, sehingga memaksanya untuk sedikit mengurangi ukuran satelit V2 karena kapasitas muatan yang lebih kecil.
Burung yang disebut V2 Mini masih lebih besar dari generasi pertama Starlink, dengan informasi perusahaan mencatat bahwa mereka menawarkan “empat kali lipat kapasitas” dari armada aslinya.
Starlink mencatat bahwa satelit tersebut akan menggunakan “modem eNodeB canggih” yang meniru menara selular dan memungkinkan “integrasi jaringan yang serupa dengan mitra roaming standar”.
Perusahaan ini sedang berlomba secara global untuk menyediakan layanan telepon dengan operator satelit, operator selular, dan vendor telepon saingannya.
Apple meluncurkan layanan pesan SOS di jaringan satelit Globalstar pada 2022, sementara Lynk Global dan AST SpaceMobile menyatakan bahwa mereka adalah yang pertama menawarkan panggilan suara dua arah.
Bulan lalu Vodafone mengklaim melakukan panggilan 5G berbasis ruang angkasa pertama, menggunakan satelit uji AST SpaceMobile dan spektrum AT&T.
Dominasi Starlink dan SpaceX juga mendapat tantangan dari raksasa teknologi, Amazon. Pada Jumat (7/10/2023), perusahaan milik milyarder Jeff Bezos itu sukses meluncurkan satelit pertama yang diangkut oleh United Launch Alliance.
Roket Atlas V milik pabrikan kedirgantaraan membawa dua satelit Project Kuiper pertama ke orbit rendah Bumi. Misi tersebut, yang diberi nama Protoflight, lepas landas pada pukul 14:06 ET dari Stasiun Angkatan Luar Angkasa Cape Canaveral di Florida.
Amazon sejauh ini, diketahui telah mengerjakan Project Kuiper, inisiatif satelit internet mirip Starlink, selama beberapa waktu.
Amazon mengatakan tujuan Project Kuiper adalah untuk menawarkan broadband yang cepat dan terjangkau bagi komunitas yang belum terlayani dan kurang terlayani di seluruh dunia.
Perusahaan yang bermarkas di Seattle, AS, berencana untuk menyebarkan lebih dari 3.200 satelit selama enam tahun ke depan setelah memperoleh persetujuan FCC.
Prototipe KuiperSat-1 dan KuiperSat-2 adalah satelit pertama yang dikembangkan perusahaan. Amazon menargetkan dapat meluncurkan satelit produksi pada paruh pertama 2024 dan memulai pengujian beta dengan beberapa pelanggan pada akhir tahun depan.
Baca Juga: Elon Musk Bakal Beri Akses Starlink ke Gaza, Tetapi Ada Syarat
Tantangan Starlink Beroperasi di Indonesia
Di Indonesia sendiri, Starlink dikabarkan sudah melobi pemerintah untuk bisa menawarkan layanan telepon dan internet di Indonesia.
Diketahui, perusahaan yang berkantor pusat di Dubai, UEA itu, langsung menemui Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut mengungkapkan perizinan layanan internet satelit milik miliarder Elon Musk, Starlink, seharusnya berjalan mulus dan tidak ada masalah.
“Ya sedang kita proses semua mestinya tidak ada masalah,” kata dia usai meresmikan EdgeConnex Indonesia di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (13/9/2023).
Selain molobi Menko Marves Luhut Panjaitan, perwakilan Starlink, diketahui sudah menemui Kominfo untuk mengetahui syarat dan prosedur perusahaan asing berbisnis di Indonesia.
Namun berbeda dengan Luhut, Menkominfo Budie Arie Setiadi sudah menyatakan kalau tak akan memberi keistimewaan untuk Starlink soal regulasi.
“Nggak ada, semuanya ke semua pemain kita equal treatment,” tegas Budi kepada awak media ditemui di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, Kamis (20/9/2023).
Menurut Budi Arie, kerjasama ini dapat berlangsung apabila Starlink mematuhi regulasi akses internet yang berlaku di Indonesia.
Ditambahkan oleh Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (Dirjen PPI) Kementerian Kominfo, Wayan Toni Supriyanto, pemerintah tidak akan memberikan izin kepada Starlink masuk ke pasar ritel jika perusahaan tersebut tidak mengikuti aturan yang berlaku.
“(Demi) menjaga level playing field sesama (pemain industri telekomunikasi) kepada semua. Kemarin yang kita sampaikan (ke perwakilan Starlink) Online Single Submission atau OSS-nya seperti ini, itu yang punya ini BKPM, regulasinya seperti ini,” tutur Wayan.
Untuk diketahui, salah satu regulasi yang wajib dipenuhi oleh Starlink adalah izin sebagai Penyelenggara Jaringan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah 5 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Kominfo 5 Tahun 2021.
Sebagai Penyelenggara Jaringan, maka Starlink wajib memenuhi sejumlah kewajiban. Seperti menggunakan Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang telah memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan dan tersertifikasi badan yang berwenang. Kemudian secara teknis harus mengikuti ketentuan teknis dalam Rencana Dasar Teknis (Fundamental Technical Plan) Telekomunikasi Nasional.
Sesuai aturan modern lisencing, Starlink juga wajib memenuhi kewajiban pembayaran biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yaitu BHP Tel sebesar 0,5% dan BHP USO sebesar 1,25% dari pendapatan kotor.
Di sisi lain, seperti halnya operator selular lainnya, Starlink wajib melaksanakan komitmen Pembangunan dan/atau penyediaan jaringan telekomunikasi secara menyeluruh ke seluruh wilayah Indonesia.
Dengan regulasi yang telah berjalan selama ini, maka operasi Starlink tidak cukup hanya dengan negosiasi dan memiliki nomor induk izin berusaha saja dan dianggap langsung bisa berjualan layanan internet di Indonesia
Sejatinya, pada Juni 2022, Kominfo di era Johnny G. Plate, diketahui telah memberikan Hak Labuh Satelit Starlink kepada Telkomsat, anak usaha Telkom.
Hak labuh satelit tersebut merupakan lisensi bagi Telkomsat untuk memberikan layanan pada jaringan perantara yang menghubungkan infrastruktur backbone telekomunikasi milik TelkomGroup dengan tower BTS/ tower WiFi/ perangkat distribusi akses melalui fiber optik.
Namun layanan yang diberikan kepada Starlink ini hanya ada dalam penyelenggaraan jaringan tetap tertutup, bukan untuk layanan retail pelanggan akses internet secara langsung.
Meski telah menjalin kerjasama dengan PT Telkom, sejauh ini tidak terdengar kolaborasi keduanya menghasilkan produk/layanan yang diberikan kepada masyarakat, khususnya mereka yang tinggal di daerah 3T (Terluar, Terdepan, Tertinggal)
Bisa jadi karena bersifat B2B dengan Telkom, Starlink menilai tidak banyak cuan yang didapatkan. Itu sebabnya, Starlink mengincar pasar retail. Khususnya internet yang kebutuhannya semakin tinggi di Indonesia.
Baca Juga: XL Axiata: Starlink Masuk Indonesia, Pemerintah Perlu Buat Keseimbangan