Jumat, 8 Agustus 2025

Throw Back: Di Balik Menghilangnya Polytron dan Lenovo

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

Selular.ID – Tak dapat dipungkiri, menjadi negara dengan predikat keempat terbesar di dunia setelah China, India, dan AS, Indonesia merupakan salah satu pasar ponsel yang strategis.

Namun jika dikaji lebih jauh, permintaan yang besar itu, sesungguhnya bisa diibaratkan seperti fatamorgana. Terutama bagi brand-brand yang tidak memiliki visi jangka panjang.

Pasalnya, surplus jumlah pemain, membuat pasar sangat kompetitif. Kondisi hyper competition memaksa setiap pemain untuk terus berinovasi, meluncurkan varian terbaru dan terus menerus melakukan brand activation.

Di sisi lain, sistem open market, di mana tak ada cantolan sama sekali dengan operator untuk kerjasama dalam jangka panjang, membuat pemain tak bisa surut langkah demi memperebutkan market share.

Berjibunnya pemain tentu membingungkan konsumen. Alhasil, tak ada jaminan sebuah brand dapat memperbesar pangsa pasar, meski telah jor-joran berpromosi.

Baca Juga: Polytron Membangun Teknologi Pintar Untuk Semua Perangkatnya

Imbasnya, beberapa brand bahkan harus meninggalkan gelanggang pertarungan. Lainnya memilih untuk tidak jor-joran karena tak lagi memiliki sumber daya yang memadai untuk melanjutkan perang pemasaran.

Padahal sebelumnya mereka cukup agresif. Namun kini terbilang melempem. Imbasnya penguasaan pasar yang tidak sesuai target.

Inilah kisah dua merek smartphone yang kini terbilang “Nyaris Tak Terdengar”, yakni Polytron dan Lenovo. Satu brand lokal dan satunya lagi brand global. Padahal sebelumnya keduanya pernah menjadi pilihan pengguna ponsel di Tanah Air.

Polytron – Smartphone Terakhir Diluncurkan Pada 2018

Tak dapat dipungkiri, agresifitas vendor-vendor China membuat vendor semakin lokal kedodoran, termasuk Polytron.

Pabrikan elektronik yang memiliki pabrik di Kudus, Jawa Tengah itu, kini terbilang hanya menjadi penonton di tengah hiruk pikuk pasar ponsel di Tanah Air. Tercatat, Polytron hanya memperkenalkan produk terbatas sekitar lima tahun lalu.

Salah satunya adalah Rocket T7 yang diluncurkan pada Agustus 2018. Itu pun diperkenalkan tidak secara terbuka. Hanya melalui press release yang dikirimkan ke media-media massa.

Rocket T7 ditargetkan untuk pengguna dengan budget terbatas. Harganya memang ramah di kantong konsumen, hanya Rp 1,2 juta.

Sebelum memutuskan untuk ‘mati suri’, brand yang dimiliki Djarum Grup itu, pernah cukup high profile. Salah satunya tercermin saat memperkenalkan varian Prime (Prime 7 Pro, Prime 7 dan Prime 7s) pada periode 2016 – 2017.

Dengan tidak lagi bermain di pasar smartphone, Polytron kembali fokus pada consumer electronics yang selama ini menjadi kekuatan mereka.

Tercermin dari belanja iklan Polytron kini lebih banyak diarahkan untuk produk-produk elektronik lainnya, seperti TV dan home appliances lainnya.

Baca Juga: Bluetooth Speaker Aktif Polytron PAS 12AF15 Dijual Rp2 Jutaan

Vendor bahkan mencoba peruntungan dengan masuk ke segmen baru, yaitu motor listrik yang diprediksi akan happening dalam beberapa tahun ke depan.

Padahal, saat masih mencoba bertarung di industri smartphone, sepanjang 2016 belanja iklan Polytron untuk segmen ini terbilang cukup besar. Jelas bahwa Polytron kini tak mampu meladeni agresifitas brand-brand China yang semakin digdaya.

Surutnya langkah Polytron yang sudah terlihat sejak 2018, menjadikan Polytron kini senasib dengan brand lokal lain yang sudah tumbang duluan, seperti Axioo, Asiafone, Mito, SPC Mobile, dan HiMax.

Alhasil, hingga 2023 merek lokal yang masih bertaji hanya menyisakan dua saja, Advan dan Evercoss. Ini tentu hal yang menyedihkan, mengingat brand-brand lokal semakin tidak kompetitif.

Padahal di era 2,5G (2005 – 2010), brand-brand lokal pernah berjaya di pasar domestik. Siapa tak kenal dengan Nexian.

Merek smartphone yang mirip dengan Blackberry ini, pernah memiliki pangsa pasar hingga 30% pada 2007. Menjadikan Nexian sebagai salah satu penguasa pasar ponsel di Indonesia.

Lenovo – Mulai Surut Sejak Pertengahan 2017

Masa dua tahun, yakni 2015 dan 2016, bisa disebut sebagai periode terbaik Lenovo. Riset IDC mengungkapkan, vendor asal China itu mampu mengamankan posisi di lima besar produsen smartphone Tanah Air selama dua tahun berturut-turut.

Bahkan lewat seri A yang dibandrol dengan harga terjangkau, yakni hanya US$100, pangsa pasar Lenovo meningkat drastis, mencapai 9,2%. Membuat Lenovo bertengger di posisi tiga besar pada kuartal keempat 2015.

Itu adalah pencapaian yang cukup membanggakan, mengingat Lenovo sebelumnya lebih dikenal sebagai produsen PC dan note book, bukan smartphone.

Dengan pencapaian tersebut, manajemen Lenovo optimis bisa mencapai posisi yang lebih tinggi, yakni tiga besar pasar smartphone di Indonesia.

Namun, terkadang target yang sudah dicanangkan tak selalu mudah untuk diraih. Alih-alih merebut posisi ketiga, sepanjang 2017 dan berlanjut hingga kini, pangsa pasar Lenovo malah melorot drastis, hingga terlempar dari posisi elit.

Tanda-tanda anjloknya pangsa pasar Lenovo, sesungguhnya mudah ditebak. Salah satunya karena line up produk yang menciut drastis.

Baca Juga: Lenovo LOQ Adik Dari Legion Hadir, Tapi Bisa Disebut Telat Kah?

Begitu pun dengan aktifitas pemasaran yang cenderung menurun sejak memasuki pertengahan 2017. Tengok saja hingga semester pertama 2018, tak ada satu pun produk baru yang diluncurkan ke pasar.

Padahal di awal 2018, perusahaan sudah berjanji akan memperkenalkan varian G Series yang banyak diminati konsumen. Hal ini sangat berbeda dengan para pesaing, yang rata-rata sudah meluncurkan rata-rata lima hingga delapan smartphone terbaru.

Sebelumnya, demi mengejar market share sekaligus menumbuhkan loyalitas konsumen, Lenovo secara konsisten mengeluarkan sedikitnya lima smartphone baru pada setiap kuartal.

Terutama smartphone 4G untuk berbagai segmen, dengan kualitas produk yang dapat diandalkan dan harga yang terjangkau.

Lenovo baru memperkenalkan produk terbarunya, yakni K9 pada Oktober 2018. Berlanjut dengan Lenovo A5s pada Januari 2019.

Namun yang mengejutkan, kedua varian itu, dijajakan oleh Inone Smart Tech Technology (ISTT), salah satu distributor smartphone di Indonesia.

Dengan keberadaan ISTT, tampak jelas, pemasaran Lenovo di Indonesia sudah bersifat down grade, karena sudah tak lagi ditangani oleh prinsipal seperti sebelumnya.

Banyak yang menyayangkan mengapa manajemen Lenovo mundur dari Indonesia. Padahal perusahaan sudah berinvestasi sangat besar untuk inovasi produk, jaringan penjualan, peningkatan SDM, hingga pengembangan merek.

Khusus dalam pengembangan merek, membangun reputasi brand bukan perkara yang mudah. Diperlukan konsistensi agar pesaing tak mudah mengambil pangsa pasar yang sudah dikuasai.

Dalam kasus Lenovo, hal itu bisa menjadi sia-sia. Karena momentum pasar tidak bisa muncul begitu saja. Namun, sejatinya keputusan Lenovo untuk mundur dari Indonesia dapat dipahami. Mengingat kinerja Lenovo belakangan malah menurun pasca perusahaan mengambilalih Motorola pada 2015.

Seperti diketahui, dua tahun setelah akuisisi, perusahaan lebih memperkuat pasar dengan strategi single brand, yakni Motorola (MOTO).

Faktanya, keputusan lebih memilih merek Motorola ketimbang Lenovo tidak sepenuhnya tepat. Hal ini tercermin dari kinerja perusahaan sepanjang 2017.

Tercatat, pendapatan untuk unit mobile, yang menjual perangkat yang menggunakan merek Lenovo dan Motorola, turun 5 persen tahun ke tahun menjadi USD 2,1 miliar.

Amerika Latin adalah wilayah terbaik, dengan pertumbuhan pendapatan 37 persen dan profitabilitas yang kuat.

Begitu pun merek MOTO mendapatkan posisi yang semakin bagus di pasar Eropa. Pengiriman di kawasan ini naik 23 persen tahun ke tahun. Namun di negara-negara emerging market terutama Asia Pasifik, kinerja Lenovo belum sepenuhnya menggembirakan.

Transisi merek dari Lenovo ke Motorola, dibarengi persaingan yang ketat dengan vendor lainnya, berdampak pada keseluruhan pengiriman, turun 18 persen tahun ke tahun sepanjang 2017.

Dengan berbagai upaya Lenovo mencoba bangkit. Setelah pontang-panting dalam beberapa tahun sebelumnya, kini kinerja Lenovo mulai membaik.

Menurut Global Smartphone Market Monitor dari Counterpoint Research, tercatat, pengiriman unit smartphone Lenovo/Motorola tumbuh 0,3% YoY pada Q2 2022 untuk mengambil 4,2% pangsa pasar smartphone global, naik dari 3,5% dibandingkan periode yang sama 2021.

Mengingat penurunan 9% YoY dalam pengiriman smartphone global, Lenovo telah melawan tren penurunan tersebut.

Itu dilakukan dengan baik tidak hanya di kubu tradisional benua Amerika tetapi juga di pasar Eropa dan APAC, termasuk China, untuk mencapai pertumbuhan pendapatan 21% YoY pada Q2-2022.

Baca Juga: Ponsel Gaming Lenovo Legion Dikabarkan Tamat

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU