Kamis, 31 Juli 2025

Ramai-ramai Desak Pemerintah Turunkan Regulatory Charges

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

Selular.ID – Besarnya persentase regulatory charges yang membelit operator terus mengemuka. Sejumlah asosiasi mempertanyakan kebijakan tersebut karena dapat mengancam kelangsungan industri telekomunikasi yang pertumbuhannya nyaris stagnan dalam beberapa tahun terakhir.

Anggota Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Rudi Purwanto menyebut beban biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi yang terlalu berat bagi operator telekomunikasi.

Rudi mengungkapkan hal tersebut saat menjadi pembicara mewakili ATSI di acara Ericsson Imagine Live – Unlock the Future of 5G di Jakarta, Selasa (8/8/2023).

Menurut ATSI, beban BHP frekuensi sebesar 14 persen terlalu berat bagi para operator telekomunikasi atau seluler.

Beban itu belum ditambah dengan biaya perizinan lainnya dari pemerintah daerah yang membuat pengeluaran operator semakin membengkak.

“Jumlah 14 persen itu terlalu berat bagi operator di Indonesia dan yang sewajarnya di bawah 10 persen,” ujar Rudi.

Dengan tambahan biaya perizinan lainnya, beban operator biasanya mencapai 25 persen dari pembangunan hingga pemeliharaan jaringan telekomunikasi. Hal tersebut yang membuat pengeluaran operator terkuras untuk beban dan bukan untuk pengembangan jaringan.

Baca Juga: Agar Industri Telekomunikasi Kembali Sehat, ATSI Desak Pemerintah Turunkan Regulatory Charges

Senada dengan ATSI, sebelumnya Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menyebut beban biaya regulasi (regulatory charges) operator seluler di Indonesia terbilang tinggi, yakni bisa berkontribusi 20 hingga 25 persen dari total biaya operasional atau operating expenses (Opex).

Ketua Bidang Infrastruktur Mastel Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan tingginya beban biaya tersebut bisa berdampak bagi perkembangan industri telekomunikasi Tanah Air.

Padahal, lanjutnya, sudah banyak yang menyuarakan agar ada upaya pengurangan beban regulasi tersebut secara signifikan, tetapi belum terlihat upaya serius ke arah sana.

“Bahkan, capaian Penerimaan Negara Bukan Pajak [PNBP] jadi bagian dari kinerja pemerintah, sehingga alih-alih turun, justru ada yang kemungkinan naik. Meskipun secara perbandingan internasional, beban regulasi di Indonesia sudah cukup tinggi,” ucapnya.

Dia menuturkan regulatory charges atas industri telekomunikasi sangat beragam, baik jenis maupun tarif serta otoritas pemungutnya dan menimbulkan beban pungutan berganda vertikal dan horizontal.

Banyaknya pungutan itu, sambung Sigit, menimbulkan costs yang pada akhirnya dapat mendistorsi perkembangan industri telekomunikasi.

“Padahal saya melihat masih banyak peluang bagi bisnis operator seluler di Indonesia. Di antaranya, menindaklanjuti tumbuhnya demand yang sangat signifikan selama masa pandemi dua tahun lebih, seperti dalam bentuk perbaikan kualitas dan cakupan broadband,” imbuh dia.

Dalam catatan Selular, regulatory charges terhadap operator selular di Indonesia terbilang sangat tinggi, yakni bisa berkontribusi 20% – 25% dari total biaya operasional atau operating expenses (Opex).

Berbagai regulatory charges itu di antaranya adalah BHP frekuensi, BHP telekomunikasi, dan BHP USO. Besarnya BHP yang dibayarkan operator selular, berkontribusi pada peningkatkan PNBP Kementrian Kominfo setiap tahunnya.

Tengok saja pada 2018, realisasi PNBP Kementerian Kominfo sebesar Rp 21,3 triliun. Jumlah itu terus meningkat mencapai Rp 25,4 triliun pada 2021.

Mayoritas PNBP itu disumbangkan oleh penyelenggara telekomunikasi, terutama operator selular yang kini kondisi tengah merana.

Ironisnya, ribuan platform yang berjalan di atas jaringan yang dibangun operator, yang kerap disebut sebagai OTT (over the top), seperti layanan mobile banking dan digital banking, e-commerce dan social commerce, ride hailing, dan lainnya yang kini tengah happening, sama sekali tidak diwajibkan membayar regulatory charges kepada pemerintah.

Padahal untuk membangun jaringan telekomunikasi itu membutuhkan investasi yang tak sedikit. Pemerintah bahkan tidak memberikan insentif apa pun kepada operator selular.

Baca Juga: ATSI Ingin Pemerintah Ringankan Beban Pajak Pelaku Telekomunikasi, Berjasa untuk Digitalisasi

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU