Selular.ID – Country Manager F5 Indonesia, Surung Sinamo memberikan pendapatnya terkait masih banyaknya kebocoran data yang terjadi di Indonesia.
Sebelumnya, Dirjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Semuel Abrijani menyebut masih banyak terjadi kebocoran data di Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Surung mengatakan belum ada sumber yang jelas terkait masalah yang bisa menimbulkan kebocoran data ini.
“Di Indonesia, perusahaan belum terlalu terbuka terkait penyebab terjadinya kebocoran data. Jadi semuan hanya bisa menduga-duga,” ujar Surung kepada Selular, Selasa (14/6/2023).
TONTON JUGA:
Surung menambahkan di era digital ini, serangan siber memang semakin masif dan besar.
Untuk menanggulangi hal tersebut, F5 yang merupakan perusahaan teknologi khususnya di bidang jaringan pengiriman aplikasi dan keamanan aplikasi harus memiliki solusi.
Baca juga: Kominfo Akui Ada 94 Kasus Kebocoran Data di Indonesia, Perusahaan Ini yang Terbanyak
Surung menjelaskan solusi yang harus perusahaan teknologi lakukan yakni tentu saja menggunakan teknologi termutakhir serta penggunaan Artificial Intelligence (AI).
“Misal saja data kita taruh di cloud, serangan di cloud itu bisa saja semakin masif dan besar. Tentu saja harus ada solusinya,” ungkapnya.
“Solusi itu penggunaan teknologi terkini hingga penggunaan AI yang bisa menjaga secara konsisten setiap titik yang kemungkinan hacker masuk,” lanjutnya.
Surung juga menjelaskan jika tidak hanya perusahaan teknologi yang menggunakan AI, hacker juga bisa menggunakan AI saat beraksi.
Hal ini yang membuat F5 terus melakukan update teknologi untuk memberikan yang terbaik kepada para konsumennya.
Puluhan Kasus Kebocoran Data
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat puluhan kasus kebocoran data di Indonesia.
Kebocoran data di Indonesia ini terjadi sepanjang 2019 hingga 2023 terdapat 94 kasus.
Dirjen Aptika Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapaan yang menyampaikan hal tersebut dalam Rapat Panja Kebocoran Data Komisi I, Senin (12/6/2023).
Jumlah kasus tertinggi terjadi pada 2022 yakni sebanyak 35 kasus.
Pada 2019 tercatat ‘cuma’ ada 3 kasus.
Baca juga: Kominfo Tegaskan Pembangunan Pusat Data Nasional Tetap Lanjut Meski Johnny Plate Tersangka
Lantas naik menjadi 21 kasus pada 2020 dan turun tipis menjadi 20 kasus pada 2022. Sementara itu, selama 2023 hingga bulan Juni sebanyak 15 kasus.
Semuel menjelaskan semua kasus telah Kominfo lakukan penelitian forensik.
Setelah ada penelitian forensi kemudian masuk ke klasifikasi untuk masing-masing kasus.
“Melakukan forensik terhadap pelanggaran, 28 kasus bukan pelanggaran PDP, lebih pelanggaran keamanan siber atau kelemahan sistem tapi tidak ada data yang bocor,” kata Semuel.
Semuel juga menyebutkan sebanyak 25 kasus telah Kominfo berikan rekomendasi.
Dia juga menjelaskan 19 kasus telah Kominfo berikan sanksi teguran dan rekomendasi.
Dalam catatan Kominfo, terdapat tiga kasus terjadi karena peretasan.
Seluruh kasus itu, Semuel sebut secara sistem sudah bagus dan Kominfo berikan sanksi namun tanpa rekomendasi.
Namun dalam kesempatan itu, Semuel tidak membeberkan perusahaan apa saja yang dia maksud dalam laporan tersebut.
Kebanyakan kasus kebocoran data juga berasal dari perusahaan swasta.
“62 kasus terkait penyelenggara sistem elektronik privat (swasta) 32 pse pemerintah,” pungkasnya.
Baca juga: BSI Mobile Error, Benarkah Aplikasi Mobile Banking Mudah Diretas?