Selular.ID – Persoalan geopolitik kini semakin mendera TikTok. Pada Selasa (4/4), Australia resmi mengikuti Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada yang melarang pejabat pemerintahannya menggunakan TikTok.
Larangan tersebut menggarisbawahi kekhawatiran yang berkembang, bahwa China dapat memanfaatkan data pengguna TikTok dari perusahaan induk yang berbasis di Beijing, ByteDance.
Kini seiring dengan aksi pelarangan, penguasa video media sosial itu juga mulai merasakan sanksi lain, yaitu denda cukup besar. Teranyar sanksi tersebut dijatuhkan oleh Inggris.
Pada Rabu (5/4/2023), Kantor Komisi Informasi Inggris (ICO) mendenda pemilik TikTok sebesar £12,7 juta (sekitar $16 juta) karena melanggar undang-undang perlindungan data terkait privasi anak-anak.
Ini adalah denda pertama yang dijatuhkan otoritas Inggris terhadap TikTok. Meski denda yang dijatuhkan ICO, kurang dari setengah dari pungutan yang awalnya diancam oleh otoritas.
IOC mengungkapkan, pelanggaran yang dilakukan TikTok sejak Mei 2018 hingga Juli 2020 mencakup sejumlah pelanggaran terhadap UU Peraturan Perlindungan Data Umum atau GDPR (General Data Protection Regulation).
Untuk diketahui, GDPR adalah UU privasi dan keamanan terberat di dunia. Meskipun dirancang dan disahkan oleh Uni Eropa (UE), beleid ini membebankan kewajiban kepada organisasi di mana pun, selama mereka menargetkan atau mengumpulkan data yang terkait dengan orang-orang di UE.
Peraturan tersebut mulai berlaku pada 25 Mei 2018. GDPR akan mengenakan denda berat terhadap mereka yang melanggar standar privasi dan keamanannya.
ICO memperkirakan sekitar 1,4 juta di bawah 13 tahun di Inggris menggunakan TikTok pada 2020, meskipun aturan penyedia aplikasi itu sendiri melarang mereka membuat akun.
Baca Juga: Tiga Alasan Mengapa TikTok Dituding Jadi Alat China Memata-matai Pengguna
Dalam sebuah pernyataan, Komisaris IOC John Edwards mengecam perusahaan tersebut, mengklaimnya “seharusnya tahu lebih baik” dan menyatakan denda “mencerminkan dampak serius yang mungkin ditimbulkan oleh kegagalan mereka.”
“Mereka tidak melakukan cukup untuk memeriksa siapa yang menggunakan platform mereka atau mengambil tindakan yang cukup untuk menghapus anak di bawah umur yang menggunakan platform mereka,” tambahnya.
Jumlah tersebut dikenakan pada TikTok Information Technologies UK dan TikTok Inc, dan mengikuti pemberitahuan yang dikeluarkan oleh otoritas pada akhir tahun 2022 yang mengindikasikan adanya potensi denda sebesar £27 juta.
Setelah diskusi selanjutnya dengan perwakilan perusahaan, tuduhan awal seputar penggunaan data kategori khusus yang melanggar hukum tidak dilanjutkan, sehingga mengurangi potensi jumlah denda.
Dalam catatan Selular, Inggris menjadi negara kedua yang menjatuhkan denda besar kepada TikTok.
Diketahui, otoritas Perlindungan Data Prancis (CNIL) resmi menjatuhkan sanksi kepada perusahaan teknologi China, TikTok pada Kamis (12/1/2023).
Keputusan ini karena perusahaan yang bergerak di bidang media sosial tersebut tidak mematuhi kebijakan privasi. CNIL menyebutkan diharuskan membayar denda sebesar 5 juta euro (Rp82,3 miliar).
“Pengguna TikTok tidak dapat menolak cookie semudah menerimanya. Pengguna juga tidak menerima informasi dengan jelas terkait tujuan dari berbagai macam cookie,” jelas CNIL.
Sedangkan investigasi ini berfokus pada laman TikTok yang diakes melalui desktop, tapi bukan akses lewat perangkat mobile. Atas hal ini, Komisi Eropa memperingatkan manajemen TikTok untuk menghargai hukum di Uni Eropa.
Baca Juga: Beda Perlakuan Inggris dan Indonesia Terhadap TikTok, Ada Denda