Selular.ID – Pada Sabtu, 8 Oktober 2022, XL Axiata genap berusia 26 tahun. Sebuah perjalanan panjang mengarungi dinamika industri telekomunikasi Indonesia yang sangat kompetitif.
Sejak dari era 2G, 3G, 4G, dan kini 5G, XL berusaha menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam layanan selular, mendorong kemajuan masyarakat di berbagai bidang.
Bersama dengan dua pesaing terdekatnya, Telkomsel dan Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), anak perusahaan Axiata Group – Malaysia itu, sukses berkembang menjadi pemain kunci.
Tak tanggung-tanggung, gabungan pangsa pasar ketiga operator yang kerap disebut sebagai the big three itu, mencapai 85%.
Hingga semester II-2022, tercatat pelanggan XL mencapai 57,23 juta. Jumlah pelanggan sebanyak itu, menjadikan XL sebagai operator selular terbesar ketiga di Indonesia, setelah Telkomsel (175 juta pelanggan) dan IOH (100 juta pelanggan).
Besarnya jumlah pelanggan, menunjukkan tingginya kepercayaan sebagian masyarakat Indonesia terhadap layanan yang diberikan oleh XL Axiata selama ini.
Di mana hal itu tidak lepas dari kualitas jaringan yang dibangun untuk memenuhi standar gaya hidup dan kebutuhan masyarakat saat ini. Terutama jaringan berbasis broadband yang memudahkan akses internet para pengguna.
Baca Juga :26 Tahun XL Axiata: Sempat Merugi Rp 3,3 Triliun, Kini Kinerja Perusahaan Kembali Mengilap
Hingga akhir Agustus 2022, XL Axiata telah memperluas layanan 4G hingga 463 kota. Jaringan tersebut ditopang sekitar 88 ribu BTS 4G VoLTE.
Sekitar 46% BTS yang dibangun perusahaan telah terfiberisasi dengan hampir 130 ribu kilometer kabel fiber terbentang di seluruh Indonesia. Hingga akhir 2022, XL Axiata menargetkan tambahan 12.000 BTS LTE900 di 343 kota.
Demi memperkuat jaringan 4G, XL Axiata juga mulai mematikan jaringan 3G secara bertahap. Targetnya akhir tahun ini pengalihan layanan 3G ke 4G telah rampung sepenuhnya. Sehingga frekuensi yang semula digunakan jaringan 3G, dapat digunakan untuk 4G.
Upaya XL Axiata menggencarkan pembangunan jaringan baik mobile maupun fixed broadband, nyatanya tidak sia-sia. Kualitas jaringan semakin membaik membuat pelanggan semakin nyaman. Pada gilirannya, network performance menjadi kunci perusahaan dalam memperbesar pundi-pundi pendapatan.
Tengok saja pendapatan dan laba yang diraih pada 2021. Di tengah iklim kompetisi yang sangat ketat dan kondisi ekonomi yang masih terdampak pandemi, operator yang identik dengan warna biru itu, mampu mendulang pendapatan sebesar Rp26,8 triliun dengan laba bersih sebesar Rp1,29 triliun sepanjang 2021.
Di balik performa yang mengesankan, siapa yang menyangka operator yang identik dengan warna biru itu, pada awalnya bukanlah perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi.
PT Grahametropolitan Lestari (GL), itulah nama perusahaan yang menjadi cikal bakal XL. Perusahaan yang dimiliki Grup Rajawali ini berdiri pada 8 Oktober 1989.
Enam tahun kemudian, GL berganti nama menjadi PT Excelcomindo Pratama, dengan bisnis utama di bidang penyediaan layanan teleponi dasar.
Baca Juga :Layanan 5G XL Axiata Siap Sukseskan DMM G20 Belitung
Setelah melakukan re-branding, pada 6 Oktober 1996, XL mulai beroperasi secara komersial, dengan fokus cakupan area di tiga kota besar. Masing-masaing Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
Selain waktu pendirian dan komersialisasi layanan, September 2005 juga menjadi tonggak penting bagi perusahaan.
Pasalnya, dengan mengembangkan seluruh aspek bisnisnya, XL pada 2005 resmi menjadi perusahaan publik. Seperti halnya dua incumbent di bisnis telekomunikasi, Telkom dan Indosat, XL juga melantai di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia).
Berbeda dengan operator lainnya, XL terbilang paling sering menggonta-ganti produknya. Pada awalnya XL menghadirkan produk kartu selular pasca bayar pertamanya, yang dikenal dengan sebutan “GSM-XL Langsung Kriiing”.
Seiring dengan berjalannya waktu, XL mengubah produknya dengan meluncurkan layanan pasca dan pra bayar. Kedua produk itu dinamakan ProXL Pasca Bayar dan ProXL Pra Bayar.
Pada 2004, XL kembali melakukan perubahan produk. Kali ini didahului dengan perubahan logo XL. Terdapat tiga produk yang diperkenalkan, yaitu Xplor, Bebas, dan Jempol.
Xplor adalah kartu pasca bayar, sedangkan Bebas, dan Jempol diposisikan sebagai produk kartu selular pra bayar. Bedanya, Jempol merupakan produk dengan tarif lebih murah, namun layalannya tidak selengkap Bebas.
Namun pada 2007, lagi-lagi XL melebur produk Bebas dan Jempol menjadi XL Pra Bayar. Sedangkan untuk pasca bayar yang sebelumnya bernama Xplor, berubaha menjadi XL Pasca Bayar. Kedua produk itu, bertahan hingga kini.
Baca Juga :XL Axiata Raih 5 Penghargaan di Selular Award 2022, Ini Daftarnya
Bagaimana dari sisi jaringan?
Bersaing dengan PT Telkom, XL menjadi satu-satunya operator selular yang memiliki jaringan serat optic yang luas. Pada 2003, XL mulai membangun jaringan kabel bawah laut, bekerjasama dengan perusahaan asal Jerman, NSW (Nordeutsche Seekablewerke GMBH & Co).
Jaringan kabel bawah laut yang dibangun XL dan NSW itu, menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Sumbawa, dan Lombok.
Pembangunan jaringan kabel optic itu, kelak menjadi salah satu competitive advantage yang dimiliki XL Axiata, di era fixed mobile convergence saat ini.
Hingga pertengahan tahun ini, jaringan XL Axiata tersebar di 34 provinsi. Sebagian jaringan telah menembus dan melayani masyarakat di pelosok-pelosok daerah yang terpencil dan berada di perbatasan negara.
Ribuan BTS terutama BTS 4G, dan jaringan fiber optik yang membentang sepanjang lebih dari 130 ribu kilometer, menopang kekuatan jaringan XL Axiata, untuk melayani sekitar 57 juta pelanggan di berbagai wilayah di Indonesia.
Baca Juga :Melalui Program XL Axiata Baik, Operator Telekomunikasi Ini Ajarkan Dunia Digital ke Sekolah