Selular.ID – Riset yang dilakukan Google, Temasek, dan Bain & Company mendaulat Indonesia sebagai kekuatan baru ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara.
Potensinya pun semakin tinggi seiring dengan adaptasi kebiasaan baru dari offline ke online. Imbas covid-19 yang pernah merebak pada awal 2020.
Dengan pertumbuhan yang signifikan, potensi ekonomi digital Indonesia diproyeksikan bisa mencapai Rp1.700 triliun pada 2025 mendatang.
Didorong oleh ekonomi internet yang berkembang pesat, Indonesia juga telah menjadi magnet bagi pemain global di bisnis data center.
Peningkatan adopsi cloud dan munculnya layanan 5G yang diperkenalkan operator selular sejak akhir Mei 2021, semakin mendorong pertumbuhan pusat data.
Faktor lain yang juga berperan besar adalah penerapan teknologi canggih seperti AI (artificial intelligence), big data, serta IoT (Internet of Things) pada banyak perusahaan, seiring dengan derasnya upaya tranformasi digital.
Dengan kebutuhan yang terus meningkat, nilai bisnis data center juga melonjak setiap tahunnya. Menurut Mordor Intelligence, pasar pusat data Indonesia, yang bernilai US$1,67 miliar pada 2021.
Nilai itu diperkirakan akan tumbuh menjadi US$3,43 miliar pada tahun 2027, dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) lebih dari 13%.
Senada dengan Mordor, PricewaterhouseCoopers (PwC) memperkirakan pasar global untuk edge data center di Indonesia tumbuh hampir tiga kali lipat menjadi US$ 13,5 miliar (Rp 195,75 triliun) pada 2024 dari US$ 4 miliar (Rp 58 triliun) pada tahun 2017.
Dengan potensi pendapatan dan cuan yang sangat besar, tak heran jika pasar Indonesia kini telah disesaki oleh pemain-pemain data center, baik lokal maupun global. Mereka berebut cuan di pasar yang masih tergolong biru (blue ocean).
Pemain terbaru yang masuk adalah Big Data Exchange (BDx). Menargetkan bisa menjadi salah satu pemain pusat data terbesar di Indonesia, raksasa data center asal Hong Kong itu, telah menandatangani perjanjian untuk membentuk perusahaan patungan (joint venture) dengan tiga operator lokal.
Ketiganya adalah Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), Aplikanusa Lintasarta (Lintasarta) dan Starone Mitra Telekomunikasi (SMT).
Bersama dengan para mitranya itu, BDx siap menggelontorkan dana investasi jumbo. Tak tanggung-tanggung, mencapai US$300 juta.
Perjanjian yang telah ditanda tangani pada 12 Mei 2022 itu, termasuk perjanjian jual beli saham bersyarat (CPSA) dan perjanjian usaha patungan, bersama dengan serangkaian perjanjian komersial dan operasional.
Baca Juga: Cerita Di Balik Punahnya Merek-merek Prabayar Operator Selular
Halaman berikutnya
Mulai Penuh Sesak Oleh Sejumlah Pemain Kakap