Jumat, 1 Agustus 2025
Selular.ID -

Masihkah Tarif (Murah) Menjadi Penentu Persaingan Operator di Era 5G?

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

Tarif Murah Hambat Pembangunan Jaringan 5G

Dengan tingginya potensi pendapatan, tak heran jika operator selular mulai berlomba menggelar 5G. Menurunnya pendapatan dari basic service (SMS dan voice), membuat operator tak punya pilihan lain, selain menggenjot layanan data dan new business lainnya.

Sayangnya, harga tarif internet yang terlalu murah akan berdampak pada stabilitas bisnis operator karena kesulitan menggelar jaringan, terutama ke daerah-daerah lain di luar Jawa. Apalagi biaya menggelar jaringan 5G, rara-rata sekitar 30% lebih tinggi dibandingkan 4G.

Sudah bukan rahasia lagi jika tarif data internet di Indonesia salah satu yang tergolong murah di dunia. Dilansir dari cable.co.uk (14/10/2020), sebuah survei teknologi yang berbasis di Inggris menyebutkan bahwa Indonesia menempati urutan ke-14 sebagai negara dengan tarif data selular murah per 1GB dari 228 negara yang disurvei.

Rata-rata biaya 1GB data selular di Indonesia adalah Rp 9.440. Tarif data selular di tanah air itu, ternyata lebih murah dibandingkan dengan Myanmar (Rp 11.505), Malaysia Rp (16.520), Thailand (Rp 18.142) dan Filipina (Rp 20.945). Sedangkan tarif termurah di kawasan Asia Tenggara ditempati Vietnam sebesar Rp 8.408.

Baca Juga: Pernyataan Luhut Soal Tarif Internet Indonesia Mahal Tak Sepenuhnya Benar, Mengapa?

Menurut Direktur Utama Telkomsel Hendri Mulya Syam, setelah hampir dua tahun pandemi Covid-19 terjadi, persaingan antaroperator selular masih sangat intens.

Operator berlomba untuk menghadirkan layanan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, salah satunya paket data unlimited dengan harga yang terjangkau.

“Namun, (harga yang terjangkau) menunjukkan bahwa kompetisi pasar masih terdorong pada persaingan harga, yang disayangkan tidak mendorong peningkatan kualitas layanan yang berdampak pada penurunan tarif rupiah per megabite,” kata Hendri dalam sebuah acara diskusi Akhir Tahun Telekomunikasi, Kamis (2/12/2021).

Tarif murah memang menguntungkan konsumen, namun tidak bagi operator. Demi meraih konsumen, tak jarang operator selular sampai memberi harga dengan margin negatif atau jual rugi.

Contohnya, pada kasus pemberian pulsa gratis untuk mendukung pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama masa pandemi.

Wajar jika pertumbuhan operator selular di Indonesia cenderung stagnan dalam beberapa tahun terakhir. Malah pada 2018, sempat mengalami negative growth sebesar 6,4%. Kondisi itu pada akhirnya memicu konsolidasi.

Seperti yang dilakukan Indosat Ooredoo dan 3 Hutchison Indonesia. Kedua operator itu, akhirnya resmi merger pada awal Januari 2022, menjadi operator baru bernama Indosat Ooredoo Hutchison (IOH).

Baca Juga: Peluncuran 5G Indosat Ooredoo di Balikpapan Menghadirkan Use Case Paling Canggih

Halaman berikutnya

Tiga Syarat Industri Selular Kembali Sehat

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU