Jakarta, Selular.ID – Model bisnis e-commerce diprediksi akan berubah menjadi digital commerce pada tahun 2020 karena dianggap sudah ketinggalan zaman. Pada saat itu, perpaduan Internet of Things dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) akhirnya akan membuat rumah tangga lebih cerdas (dilengkapi dengan teknologi terdepan).
Perangkat rumah tangga akan mengotomatisasi seluruh proses belanja dan di saat yang bersamaan mengantisipasi dan mengingatkan saat persediaan makanan sudah mulai habis. Perangkat dengan bantuan suara akan memberikan prediksi dan membantu menyelesaikan pembelian melalui metode pembayaran yang lebih praktis.
Aktivitas belanja dapat diintegrasikan sepenuhnya ke dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita menggunakan waktu tanpa harus melakukan ritual persiapan yang membosankan.
Jadi mengapa e-commerce menjadi ketinggalan zaman? Menurut Nia Sarinastiti, Marketing & Communication Director Accenture Indonesia, hal ini terjadi karena apa yang berhasil di masa lalu belum tentu efektif saat ini. Hanya dengan mempromosikan produk di platform daring dan menghabiskan dana untuk strategi pemasaran saja tidaklah cukup untuk menarik konsumen Asia yang tengah berkembang pesat.
“Model bisnis ini merupakan paradigma yang sudah jauh tertinggal dan tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumen. Perusahaan terkemuka telah beralih dari metode penjualan daring konvensional dalam 18 bulan terakhir karena hanya menawarkan aktivasi, pengalaman pelanggan dan data yang terbatas,” jelasnya.
Menurutnya, perusahaan saat ini sudah banyak menerapkan digital commerce dalam menjalankan bisnis daring. Digital commerce memungkinkan mereka menghasilkan kebutuhan, mengendalikan rantai pasokan, meningkatkan pengalaman pelanggan dan menyediakan data yang cukup untuk menganalisa agar usaha pemasaran menjadi lebih terarah, efektif dan terpadu.
Rumah mode Ralph Lauren misalnya, telah mengadopsi strategi terintegrasi untuk menciptakan hubungan emosional yang lebih dalam dengan pelanggannya. Butik andalan di area Manhattan ini dilengkapi ruang ganti (fitting room) interaktif untuk mengenali barang yang dibawa pelanggan dengan teknologi identifikasi frekuensi radio (RFID). Cermin cerdas (smart mirrors) secara otomatis menampilkan barang-barang di layar, memberikan rekomendasi sesuai dengan ukuran dan warna yang tersedia. Fitur lain dari cermin mencakup enam pilihan bahasa dan fitur tombol “panggil pegawai” untuk memanggil karyawan butik. Di bagian belakang, data RFID dianalisa untuk membantu pengecer membuat keputusan dan prediksi terkait merchandising, seperti informasi tentang pakaian yang sering dicoba oleh konsumen namun tidak dibeli.
Makanya untuk memenuhi kebutuhan konsumen saat ini dan di masa depan, perusahaan perlu mengembangkan platform digital commerce dan panduan pemasaran mereka, serta mengevaluasi strategi daring dan perangkat teknologi yang mereka miliki saat ini. Hal ini dapat dicapai melalui teknologi pendukung seperti analisis data, sistem pengelolaan konten dan produk web, pembayaran, manajemen pesanan dan perencanaan logistik untuk memberikan pengalaman pelanggan terbaik di kelasnya.
“Saat ini penerapan e-commerce sudah tidak relevan. Kita perlu menghadapi era baru perdagangan digital untuk memenuhi tuntutan konsumen Asia yang terus berkembang,” jelasnya.
Pasar Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan Asia Pasifik yang mengalami keterlambatan dalam adopsi digital dengan penetrasi internet yang relatif rendah oleh 264 juta penduduknya.
Namun, dengan jumlah populasi Indonesia yang diprediksi akan bertambah sebanyak 13,4 juta pada tahun 2022, Indeks Konsumen Digital diprediksi akan meningkat cepat dengan setengah dari populasi Indonesia memiliki akses ke internet. Dari total populasi yang sudah memiliki akses internet, 43,5% merupakan pembeli digital. Jumlah tersebut diprediksi akan melonjak hingga 65,4% pada tahun 2022.
Pengeluaran belanja digital per kapita masih relatif rendah sebesar USD31,70 per pembeli. Namun, jumlah tersebut diprediksi akan bertambah lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun ke depan.
72% konsumen Indonesia berbelanja daring untuk menghemat waktu dibandingkan untuk menghemat uang. Kenaikan signifikan ekonomi digital diperkirakan akan didukung oleh ekspansi ekonomi Indonesia. Pertumbuhan PDB diprediksi berada di rata-rata 5% tiap tahun, memberikan dasar yang kuat untuk investasi baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat kelas menengah (salah satu kelas terbesar di dunia).
Faktor pendukung lainnya adalah generasi muda dimana 50% diantaranya termasuk generasi millennials. Dengan pengguna ponsel pintar yang menghabiskan rata-rata 181 menit per harinya (jumlah waktu tertinggi di dunia), peluang bisnis perdagangan ponsel semakin terbuka lebar.