Kuala Lumpur, Selular.ID – The Brookings Institution, sebuah organisasi kebijakan publik nirlaba yang berbasis di Washington, belum lama ini merilis laporan yang bertajuk Global Safe City, yaitu sebuah gambaran safe city di beberapa kota di seluruh dunia.
Menurut Menurut Darrel West, Director The Brookings Institution, pihaknya menganalisa berbagai cara untuk teknologi digital, jaringan bergerak, dan solusi terpadu yang bisa mendukung pejabat pemerintahan di 17 kota dalam mengelola keamanan publik dan penegakan hukum.
Kota-kota tersebut adalah New York City (Amerika Serikat), Washington, DC(Amerika Serikat), Paris (Prancis), London (Inggris), Amsterdam (Belanda), Madrid (Spanyol) Kopenhagen (Denmark), Bangkok (Thailand), Kuala Lumpur (Malaysia), Jakarta (Indonesia), Singapura, Riyadh (Arab Saudi), Kuwait City (Kuwait), Abuja (Nigeria), Kairo, (Mesir), Astana (Kazakhstan), dan Bogota (Columbia).
“Kota tersebut dipilih karena mencerminkan keragaman geografis, termasuk di negara maju maupun berkembang, memiliki populasi yang besar, dan dalam banyak hal berfungsi sebagai ibu kota sebuah negara”, ujar Darrel, di sela-sela gelaran “Huawei Innovation Day 2017” di Kuala Lumpur, Malaysia, (9/11/ 2017).
Hasil dari laporan tersebut mengindikasikan bahwa dari perspektif infrastruktur, kawasan Asia Pasifik memiliki potensi yang sangat besar untuk membangun smart city dan safe city.
Laporan tersebut mengungkapkan, diantara negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang diteliti, Singapura memiliki nilai tertinggi dengan total 120 poin pada aspek keselamatan publik, diikuti oleh Bangkok dengan 96 poin, Kuala Lumpur dengan 94 poin, dan Jakarta dengan 90 poin.
Penilaian keseluruhan diambil berdasarkan 24 indikator yang mengukur dimensi visi kota metropolitan, infrastruktur digital, efektivitas keselamatan, adopsi keselamatan, analisis data, dan keterlibatan masyarakat.
Darrel menyebutkan bahwa, inovasi keamanan publik saat ini sangat penting karena merupakan pendukung utama kemajuan ekonomi. Berdasarkan riset yang dibahas oleh Cardona, Kretschmer, dan Strobel dalam jurnal “Information Economics andPolicy”, peningkatan investasi TIK sebesar 10% bisa mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,6%.
Selain itu, konektivitas sosial merupakan cara untuk memperbaiki penegakan hukum. Ini membantu aparat petugas untuk berhubungan dengan masyarakat dan meningkatkan akuntabilitasnya.
Misalnya, kota yang menggunakan kamera untuk ditaruh sebagai perlengkapan seragam polisi dalam menjalankan tugas sehari hari, bisa melihat terjadinya penurunan jumlah keluhan terhadap petugas sebesar 88% dan pengurangan insiden yang melibatkan penggunaan kekuatan hukum sebesar 60% satu tahun ke depannya.
Di sisi lain, peningkatan sebesar 10% untuk satuan kepolisian mampu menurunkan tingkat pembunuhan sebesar 9%, perampokan sebesar 6% dan pencurian kendaraan sebesar 4% setiap tahunnya.
Lebih jauh Derry mengatakan bahwa dalam banyak hal, kota menghadapi berbagai tantangan implementasi, seperti pendanaan yang rendah, kesulitan infrastruktur, hambatan publik, kurangnya keahlian teknis, dan masalah privasi dan keamanan.
“Implementasi solusi keamanan publik merupakan tantangan besar di berbagai tempat, dan sangat penting bagi para pemimpin untuk mengatasi hambatan ini guna mencapai manfaat inovasi keselamatan public”, katanya.
Solusi seperti kamera CCTV, kamera tubuh polisi, pusat komando terpadu dengan menggunakan trunking broadband, peringatan keamanan media sosial, dan analisis data prediktif bisa menjadi perangkat yang menjanjikan untuk penegakan hukum, imbuh Derryl.