Minggu, 3 Agustus 2025
Selular.ID -

Saat Faisal Basri Menggerutu dengan Internet Lambat

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

Faisal_Basri

Jakarta, Selular.ID – Bukan Faisal Basri jika tak bersikap kritis. Pandangan yang sama ia tunjukkan saat menjadi salah satu pembicara dalam seminar bertajuk, “Optimalisasi Spektrum Radio Guna Mendukung Program Akselerasi Program Nawacita”, di Balai Kartini, Jakarta (20/2/2017). Kebetulan saya sendiri yang menjadi moderator di acara itu.

Selain Faisal, seminar juga menghadirkan tiga pembicara lain, yakni Menkominfo Rudiantara, Wakil Direktur Utama Tri Hutchinson Danny Buldansyah, VP Network Technology Telkomsel Ivan Cahya Permana, dan Pengajar dari ITB Prof Ian Yoseph.

Saat mendapat giliran presentasi, tanpa berbasa-basi, pengamat ekonomi senior ini mengawali diskusi dengan keluhannya terhadap koneksi internet di Indonesia yang seolah jalan di tempat.

“Meski sudah memasuki era 4G LTE, namun sebenarnya kecepatan mobile internet di Tanah Air belum mengalami peningkatan yang signifikan”, ujarnya.

Tentu Faisal tak sekedar asbun (asal bunyi). Sebagai akademisi, pria yang gemar memakai sepatu sandal ini, terbiasa dengan kumpulan data yang ia kutip dari lembaga-lembaga yang kredibel. Tak terkecuali dengan persoalan yang satu ini. Menurutnya kecepatan koneksi internet yang belum menggembirakan tak terlepas dari ICT Development Index.

Faisal pun mengutip laporan yang dikeluarkan oleh ITU (International Telecommunication Union) yang menjelaskan posisi Indonesia dalam ICT Development Index (IDI) 2016, yakni berada di posisi 19 di 34 negara di kawasan Asia Pasifik. Sedangkan secara global, yakni pada 2010, Indonesia berada di urutan 109 dari 167 negara yang disurvey, dengan skor index 3,11.

Kecuali informasi pertama yang masih up date (2016), data yang dikutip Faisal mengenai IDI secara global, terbilang cukup lama (2010). Sayangnya, dalam dua tahun terakhir, posisi IDI Indonesia memang tak banyak yang berubah.

Dalam catatan ITU, organ PBB yang mengurusi teknologi informasi dan komunikasi,  baik 2015 maupun 2016, dari 175 negara yang disurvey, posisi Indonesia tak bergeming, yakni berada pada posisi 115 dunia dengan nilai 3,86. Dibanding negara lainnya di ASEAN, posisi Indonesia semakin jauh tertinggal.

Untuk kawasan Asia Tenggara, Singapura berada di posisi puncak dengan nilai 7,95 dan berada di posisi 20 dunia. Kemudian Malaysia di posisi 61 dengan IDI 6,2. Brunei Darussalam berada di posisi 77 dengan index 5,33. Disusul Thailand di posisi 82 dengan nilai index 5,8. Di atas Indonesia, masih ada Vietnam di posisi 105 dengan index 4,29 dan Filipina yang mendapat nilai index 4,28 dan berada di posisi 107.

Sedangkan secara global, Korea Selatan tetap mempertahankan posisi sebagai negara di peringkat pertama IDI. Melengkapi Korea Selatan, tiga negara lain yakni Islandia, Denmark dan Swiss, masuk dalam empat besar negara termaju dalam membangun TIK.

Sementara negara yang paling agresif membangun TIK di 2016 adalah St. Kitts and Nevis, yang naik 20 peringkat sehingga menempati posisi 34 dalam IDI 2016. Kemajuan sangat besar juga dibuat oleh Aljazair, Bhutan, Dominika dan Myanmar.

Selain infrastruktur yang merata, indikator lain dari IDI tercermin dalam akses internet yang baik, cepat dan stabil. Untuk mengetahui hal ini kita bisa meminjam data yang dilansir oleh Akamai, perusahaan riset dan monitoring internet dari Korea Selatan.

Diketahui, rata-rata kecepatan internet di Korea Selatan mencapai 26,1 Mbps pada 2016. Fakta itu menjadikan Korsel sebagai satu-satunya negara dengan kecepatan internet lebih dari 25 Mbps. Korea Selatan menduduki peringkat pertama Akamai Korea untuk 12 kuartal berturut-turut.

Norwegia berada di urutan kedua dengan kecepatan koneksi internet rata-rata 23,6 Mbps, diikuti oleh Swedia dengan 22,8 Mbps, Hong Kong dengan 21,9 Mbps dan Swiss dengan 21,2 Mbps.

Survei tersebut juga menujukkan bahwa rata-rata kecepatan koneksi internet dunia adalah 7 Mbps untuk kuartal keempat 2016, naik 26 persen dari kuartal sebelumnya.

Bagaimana dengan Indonesia?

Riset Akamai menunjukkan, di periode yang sama, kecepatan rata-rata koneksi di Indonesia terlihat sudah cukup baik. Yakni meningkat 72 persen dari tahun ke tahun dan menempati peringkat ke 80 dunia.

Saat ini, rata-rata kecepatan koneksi Indonesia yakni 6,7 Mbps. Angka ini diprediksi akan terus meningkat seiring dengan komitmen pemerintah dan operator untuk mengembangkan infrastruktur ICT yang berkelanjutan ke berbagai pelosok Indonesia.

Walaupun mengalami peningkatan yang rada lumayan, sejatinya kecepatan internet di Indonesia masih kalah dengan rata-rata pertumbuhan global. Diketahui, kecepatan koneksi rata-rata global meningkat 12 persen hingga 7,0 Mbps pada kuartal keempat 2016, peningkatan sebesar 26 persen tiap tahunnya.

Faktor Lain

Harus diakui, dari dulu hingga era 4G saat ini, ketika mengalami kesulitan akses komunikasi, baik itu voice maupun data tanpa disadari konsumen akan menyalahkan operator. Padahal, jika kita telisik lebih jauh, kualitas mobile internet yang buruk tak sepenuhnya salah operator.

Seperti yang disampaikan Shannedy Ong, Country Manager Qualcomm Indonesia, setidaknya ada tiga faktor utama, agar konsumen bisa mendapatkan pengalaman koneksi LTE yang maksimal. Ketiga hal tersebut saling terkait satu sama lain.

Pertama adalah modem. Perannya cukup besar sebagai penghubung antara perangkat dan jaringan. Modem bisa berdiri sendiri, atau menyatu dengan chip (SoC). Kedua adalah ketersediaan perangkat, dalam hal ini smartphone yang mumpuni, baik dari sisi software maupun hardware. Termasuk teknologi prosesor yang berperan penting dalam memproses kecepatan data.

Sementara faktor ketiga adalah ketersediaan jaringan 4G LTE itu sendiri. Hal ini utamanya menyangkut kapasitas dan coverage. Ada operator yang hanya kuat di kota-kota besar, namun lemah di kota-kota tier dua dan tiga. Begitu pun perbandingan antara Jawa atau luar Jawa. Kemampuan operator tak sepenuhnya seragam.

User experience tergantung pada device dan network. Tanpa ada device, maka jaringan 4G tidak akan bisa dinikmati. Begitu pula sebaliknya,” tuntas Shennedy.

Faktor lain yang tak kalah penting dibalik ecepatan internet Indonesia masih belum bisa ngebut, adalah bukan karena infrastruktur telekomunikasi. Tapi lebih kepada salah pengertian antara prioritas untuk akses tetap (fixed access) dan akses bergerak (mobile broadband).

Selama ini, sebagian besar (sekitar 90 persen) koneksi internet di Tanah Air masih memakai koneksi wireless, sisanya memakai kabel. Padahal, asumsi tersebut menurut Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel adalah keliru.

“Sebagai negara berkembang, koneksi fixed broadband yang harus diperbesar oleh Indonesia, bukan malah koneksi wireless,” ujar Setyanto P. Santosa, Chairman of Mastel Indonesia ICT Society dalam satu kesempatan.

Menurut Setyanto, teknologi wireless itu didesain untuk low traffic. Namun, di Indonesia, koneksi itu malah digunakan untuk trafik tinggi. Akibatnya, koneksi internet di Indonesia terkesan lambat. Sementara kebalikannya, fixed broadband malah digunakan antara satu atau dua pengguna untuk 100 orang.

“Padahal 4G LTE bisa berjalan baik kalau fixed broadband sudah available,” timpalnya.

Jaringan fixed broadband diyakini akan memberikan kecepatan dan kestabilan koneksi internet lebih baik dibandingkan dengan jaringan wireless

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU