Minggu, 3 Agustus 2025
Selular.ID -

Polemik Interkoneksi, Siapa yang Menanggung Kerugian PT Telkom?

BACA JUGA

Gedung Telkom
Gedung Telkom

Jakarta, Selular.ID – Seperti tahun sebelumnya, CEO sekaligus Presdir PT Telkom Tbk Alex J. Sinaga, menjadi Inspektur Upacara pada perayaan HUT RI ke 71, yang berlangsung di di halaman kantor Telkom Regional V, Surabaya, Rabu (17/8).  Upacara ini juga dihadiri oleh Direksi Telkom dan BUMN Co-PIC, serta diikuti oleh perwakilan karyawan BUMN yang ada di Jawa Timur dan penerima bantuan program “BUMN Hadir untuk Negeri”.

“Bertepatan dengan HUT RI ke 71, BUMN kembali ingin memberikan dampak positif bagi masyarakat melalui 14 program BUMN Hadir untuk Negeri yang diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia sekaligus melanjutkan apa yang sudah diberikan para pendahulu kita terhadap bangsa Indonesia,” ujar Alex.

Alex terlihat antusias dalam perayaan HUT RI tersebut. Bahkan, setelah upacara ia bersama Dirut Telkomsel Ririek Adriansyah dan Asisten Deputi Layanan Hukum Kementerian BUMN Dwi Ary Purnomo, terlibat dalam lomba paling popular yaitu balap karung.  Meski demikian, Alex yang memimpin Telkom sejak akhir 2014, tak dapat menyembunyikan kegundahannya. Pasalnya, dua minggu sebelumnya hari kemerdekaan,  perusahaan yang dipimpinnya menerima  kado yang sungguh tidak menyenangkan.

Seperti diketahui, Kemenkominfo telah  menyelesaikan perhitungan biaya interkoneksi 2016 yang menghasilkan penurunan  secara rata-rata untuk 18 skenario panggilan dari layanan seluler dan telepon tetap itu sekitar 26%.  Sebelumnya, tarif interkoneksi  untuk panggilan lokal seluler sekitar Rp 250. Adanya perhitungan baru maka per 1 September 2016 menjadi Rp 204 permenit.

Kemenkominfo menyebutkan bahwa alasan dari perhitungan ulang biaya interkoneksi adalah untuk meningkatkan efisiensi di industri agar pelayanan menjadi lebih baik. Di sisi lain, kementrian yang dipimpin Rudiantara itu juga berharap bahwa interkoneksi dapat mendorong tumbuhbya infrastruktur broadband yang merata.

Meski memiliki muatan dan tujuan yang bagus demi kesehatan industri di masa depan, tak urung perhitungan ulang biaya interkoneksi ini membuat Telkom Group dalam posisi dilematis. Menolak dianggap tak comply dengan aturan pemerintah. Menyetujui, berarti siap-siap menanggung kerugian yang tak sedikit nilainya.

Alhasil, jika operator lain sudah menyuarakan pandangan terhadap beleid baru ini, baik Telkom maupun Telkomsel sejauh ini lebih memilih diam. Tak ada sepotong pun holding statement yang menjelaskan posisi Telkom dalam polemik interkoneksi.

Padahal, dalam kajian Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB M Ridwan Effendi, perhitungan yang baru diumumkan itu memaksa operator dominan (Telkom dan Telkomsel) menjual di bawah biaya jaringan.

“Ini berpotensi merugikan negara, Telkom itu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kalau mereka kalah karena kompetisi itu wajar, tetapi kalau dipaksa menjual di bawah biaya jaringan  bisa jadi ada tindakan pidana,” tegasnya.

Menurut Ridwan, pendapatan interkoneksi PT Telkom pada 2015 dari interkoneksi hanya 6% dari total pendapatan.  Sepanjang tahun lalu,  pendapatan perusahaan pelat merah itu mencapai Rp 80 triliun. Sehingga recovery cost yang diperoleh Rp 4,8 triliun.

Dengan tarif interkoneksi baru yang turun 26% sesuai hitungan pemerintah, Telkom kelak hanya memperoleh Rp 1,2 triliun.  Artinya defisit hingga Rp 1,2 triliun per tahun hingga industri mencapai titik keseimbangan baru.

Nah, siapa yang berani menanggung kerugian PT Telkom itu?

 

 

 

 

 

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU