Jakarta, Selular.ID – Dalam persaingan antar operator seperti saat ini, negara dinilai wajib hadir untuk menciptakan kompetisi.
Hal tersebut disampaikan Nonot Harsono, Pengamat Telekomunikasi kepada Selular.ID ketika dimintai pendapatnya mengenai persaingan yang kian memanas antar operator baru-baru ini.
Menurut Nonot yang juga mantan Komisioner BRTI, semangat UU No.5 thn 1999, tentang Competition Safeguard bahwa ketika market share mencapau 50%. negara wajib hadir untuk menciptakan kompetisi agar masyarakat bisa mendapatkan layanan komunikasi dan akses informasi yang lebih baik dan terjangkau.
Di luar jawa, disampaikannya Telkomsel menguasi 86% hingga 100% pangsa pasar telekomunikasi.
Hal ini menurutnya dikarenakan jaringan Telkomsel bersinergi penuh dengan Telkom yang merupakan sejarah telekomunikasi indonesia. Dengan jaringan backbone nasional berupa fiber optik kabel laut dan darat yang sudah merata di seluruh Indonesia, milik Telkom, maka Telkomsel amat leluasa membangun BTS dimanapun ia suka.
Telkomsel dikatakannya tidak harus pusing dengan biaya jaringan backbone yang sangat mahal itu. Dengan sinergi backbone-sharing ini, Telkomsel bisa fokus pada perluasan coverage sinyal seluler dan tentu paling duluan melayani masyarakat dengan biaya yang sangat efisien.
Terkait posisi Indosat Ooredoo dinilai Nonot, karena dulunya hanya pengelola SGI saja, lalu harus membangun di seluruh indonesia. Maka Indosat Ooredoo harus dianggap sindosatnew entrant (pemain baru) dalam kacamata aturan main persaingan usaha.
Indosat di awal tugasnya hanya mengelola SGI (gerbang indonesia ke LN), namun karena perubahan kebijakan nasional, maka harus membangun dan menyediakan jaringan di seluruh Indonesia.
“Dalam hukum persaingan usaha, new entrant mesti mendapat proteksi regulator dari serangan dominant player, hingga mampu bersaing secara sehat dengan memiliki pangsa pasar yang cukup,” tukasnya.
Dalam situasi luar Jawa yang dianggap monopolistik oleh Nonot, Indosat berusaha keras untuk masuk sebagai pendamping Telkomsel dalam melayani masyarakat. Namun, saat Indosat baru memulai, Telkomsel sdh melancarkan “serangan” yang seharusnya tidak dilakukan oleh dominant player (apalagi sudah bisa disebut monopolistik karena pangsa pasar yg sangat besar).
Demi “membalas serangan” itu, indosat pun menerapkan pricing-strategy baru, lalu meminta testimoni dari para pengguna tentang apa yang mereka rasakan sebagai hasil dari strategi . Beberapa testimoni dikomunikasikan dengan masyarakat.
Ternyata Telkomsel menyatakan ketidaknyamanan. Sama dengan ketidaknyamanan Indosat saat menyaksikan video publikasi Telkomsel untuk seluruh indonesia.
“Melihat situasi yang berkembang, saya mengingatkan Pemerintah bahwa situasi monopolistik di luar Jawa harus segera ditata agar masyarakat bisa memiliki pilihan layanan telekomunikasi secara bebas,” ucapnya.
Lebih lanjut Nonot mengatakan bahwa efisiensi yang telah dinikmati Telkomsel bersama Telkom dalam “network-sharing” seharusnya menjadi rujukan dan bukti bagi Pemerintah bahwa Indosat dan penyelenggara lainnya diwajibkan untuk menikmati efisiensi yang serupa.
“Menurut hukum persaingan usaha, “new entrant” dibolehkan melakukan promosi gencar, yang tidak boleh dilakukan oleh pemain dominan, apalagi pangsa pasarnya sudah sangat tinggi,” tutupnya.