Jakarta, Selular.ID – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menargetkan dapat mengumpulkan 40 ribu situs yang masuk daftar putih (white List) hingga tahun 2016. Situs yang masuk dalam daftar putih tersebut berisikan konten informatif dan dapat menunjang dunia pendidikan yang ada di domain edu.id, sch.id dan di domain ac.id.
Dalam keterangan resminya, Rudiantara Menteri Komunikasi dan Informatika menyebutkan hingga saat ini, Kemkominfo baru dapat mengumpulkan sekitar 15 ribu situs yang dikategorikan masuk dalam daftar putih (white list). Kominfo menargetkan dapat mengumpulkan 40 ribu situs putih hingga tahun 2016
Rudiantara menambahkan, pekerjaan mengumpulkan situs putih tersebut berat luar biasa karena harus memastikan bahwa situs tersebut layak dan bagus untuk dunia pendidikan.
“Kita akan telusuri secara bertahap, tidak hanya di hilir tapi juga di hulu. Di hulu ini effort-nya lebih berat, kita memastikan bagaimana masyarakat Indonesia khususnya dunia pendidikan, termasuk pesantren bagaimana membuat konten yang masuk white list. Kalau di hilir kita masuk panel, melihat laporan, dan memutuskan ditutup atau tidak,” kata Rudiantara.
Terkait dengan situs yang masuk daftar hitam (black list) atau blokir, Kemkominfo telah memblokir sekitar 800 ribu situs. 90% diantaranya merupakan konten pornografi.
Rudiantara mengingatkan, terkait dengan konten negatif ini, bukan hanya tugas pemerintah saja. Kemkominfo telah membentuk panel sensor konten negatif yang di dalamnya berisi dari berbagai kalangan. Keberadaan panel sensor tersebut dinilai dapat meningkatkan kapasitas dari proses filtering yang dilakukan. Termasuk mementahkan stereotype bahwa pemerintah cuma asal blokir. Panel sensor sendiri bekerja memverifikasi situs atau konten di internet yang dilaporkan bermasalah. Hanya saja bukan mereka yang memutuskan sebuah situs atau konten untuk diblokir atau tidak, keputusannya tetap di tangan Menkominfo.
“Pada akhirnya itu tergantung penilaian Menkominfo. Tapi, ini untuk meningkatkan tata kelola governance, dan setidaknya suara masyarakat terwakili karena ada suara dari perwakilan di masyarakat,” pungkas Rudiantara.



