
Jakarta, Selular.ID – Setelah dua kali tidak dapat menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI terkait aksi korporasi Telkom melakukan share swap anak usahanya Mitratel dengan Towwer Bersaa Infrastruktur (TBIG), Alex J Sinaga, Direktur Utama Telkom akhirnya menghadiri RDP tersebut (25/6/2015).
Dalam RDP ini Komisi VI DPR RI meminta penjelasan Telkom soal aksi korporasi yang dianggan DPR dapat merugikan negara. Menneg BUMN sebagai salah satu pemegang saham perwakilan pemerintah bahkan pernah meminta Direksi Telkom untuk menghentikan proses pelepasan saham tersebut dan mengkaji kemungkinan lain yang lebih menguntungkan.
Telkom dalam aksi kororasi ini akan melepas sahamnya di Mitratel secara bertahap kepada Tower Bersama dengan cara share-swap. Tower Bersama akan menguasai 100% saham Mitratel dengan kompensasi Telkom memiliki 13.7% saham TBIG. Secara bertahap, Telkom bisa menambah sahamnya dengan beberapa syarat. Proses transaksi ini telah bergulir sejak 2014.
Primus Yustisio, Anggota Komisi VI DPR RI sempat menanyakan mengapa Telkom menjual tower milik Mitratel hanya Rp1,2 Milyar per tower. Angka tersebut dinilai terlalu kecil jika dibandingkan dengan penjualan tower oleh XL Axiata yang mampu mencapai angka Rp1,6 Milyar per tower. Primus menganggap transaksi ini merugikan Telkom Rp400 juta per tower atau Rp1,6 Triliun untuk 4000 tower.
Terkait hal tersebut Alex menjawab sesuai dengan pengumuman ke public pada tanggal 10 Oktober 2014, transaksi share swap tersebut sebesar 11,065 Milyar yang terdiri dari saham, potensi cash atau setara cash di masa yang akan datang serta hutang Mitratel. “Dengan jumlah yang ada sekitar 3.928 maka nilai per tower mitratel berkisar antara Rp2,4 milyar hingga Rp2,8 milyar per tower,” jelas Alex.
Menanggapi penjelasan Dirut Telkom tersebut Primus kembali menimpali jika harga penjualan tower seperti yang disampaikan alex, maka harga per lembar saham yang dijual seharusnya sekitar Rp14ribu sementara harga jual saham pada saat itu hanya Rp7972 per saham. “Seharusnya Telkom bisa dapat 25 persen kepemilikan saham TBIG bukannya 13,7 persen,” tukasnya.
Selain perbedaan nilai jual yang diperdebatkan, komisi VI DPR RI juga menyayangkan sikap Telkom yang tidak meminta persetujuan DPR megingat sesuai aturan jika ada transaksi di atas Rp100 milyar maka BUMN harus meminta persetujuan DPR.
Menjawab hal tersebut Telkom menyampaikan bahwa proses pelepasan saham ini sudah dikonsultasikan dengan beberapa lembaga negara seperti BPK dan BPKP yang pada intinya semua lembaga negara tersebut tidak menemukan adanya penyimpangan dalam transaksi yang dilakukan Telkom terkait aksi korporasi share swap ini.