Jakarta, Selular.ID – Tarif layanan data yang ditawarkan oleh operator Indonesia dinilai paling murah sedunia. Jika dibandingkan dengan India saja tarif di tanah air terbilang masih lebih murah. Operator pun mengklaim masih merugi dalam menghadirkan layanan ini.
Meski terbilang paling murah, masyarakat Indonesia merasa tarif yang ditawarkan oleh operator masih terlalu mahal. Masih terasa mahalnya tarif ini menurut Abdus Somad Arif, Direktur Network Telkom dalam diskusi media yang digelar di kawasan SCBD dikarenakan jika dibandingkan dengan GDP pengeluaran yang dilakukan masyarakat indonesia sebesar 2,3 persen. “Kalau di negara lain tarif mahal tapi spendingnya kecil, di Korea saja spending untuk broadband hanya 0,47 persen jadi terasa murah walaupun tarifnya mahal” ungkapnya.
Sementara itu hal yang sedikit bertolak belakang justru dikemukakan Muhammad Budi Setiawan, Dirjen SDPPI. Dalam kesempatan yang sama tersebut dia menyampaikan dalam rencana pita lebar Indonesia pemerintah menargetkan pada tahun 2019 nanti pengeluaran yang dilakukan oleh masyarakat untuk broadband maksimal hanya 5 persen saja dari pendapatan. “Kalau pendapatannya Rp10 juta per bulan, maksimal pengeluaran untuk broadband cukup Rp500 ribu saja,” tegas dirjen yang biasa disapa Iwan.
Hal ini tentunya sedikit menimbulkan pertanyaan apakah angka yang dibuat oleh Bapenas tersebut akan semakin membuat masyarakat makin merasa mahal terhadap tarif yang ada. Karena dengan spending 2,3 persen yang ada sekarang saja masyarakat merasa terlalu mahal.
Iwan berkilah pada 2019 nanti angka GDP tentunya akan naik sehingga angka 5 persen tidak akan terasa berat. Sayangnya Iwan juga tidak dapat menyebutkan berapa GDP yang diharapkan pada tahun 2019 nanti sehingga angka 5 persen itu muncul.
Lebih lanjut Iwan mengatakan bahwa angka tersebut mungkin bisa saja berubah jika terjadi efisiensi dalam industri. Efisiensi tersebut dijelaskan Iwan dapat berupa infrastruktur sharing diantaranya berupa pemakaian tower bersama.