
Jakarta, Selular.ID – Sebagai negara dengan ekonomi terbesar ke-10 di dunia, saat ini Indonesia sedang mengalami perkembangan jaringan nirkabel (wireless) yang pesat dengan diiringi tingginya penggunaan perangkat telekomunikasi bergerak (mobile telecommunication). Kendati demikian, pertumbuhan pengembangan aplikasi di Tanah Air nyatanya masih rendah bila dibandingkan dengan Tiongkok, Rusia, dan India. Padahal, Indonesia digadang memiliki banyak peluang dalam hal teknologi telekomunikasi bergerak.
Prof. Fredy Permana Zen, Staf Ahli Menteri Bidang Energi dan Material Maju di Kemenristek, mengakui bahwa Indonesia masih tertinggal dari negara-negara Asia Tenggara lain dalam hal alokasi dana untuk penelitian & pengembangan atau research and development (R&D).
“Alokasi Indonesia untuk R&D masih 0.09 persen, kurang dari 1 persen dari GDP (Gross domestic product –red), sementara negara-negara lain mengalokasikan paling sedikit 2 persen dari GDP-nya untuk riset dan inovasi,” ujar Fredy.
Sebagai perbandingan, sejumlah negara maju, seperti Singapura, Jerman, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang, mengalokasikan anggaran R&D berkisar mulai 1.7 sampai dengan 3.6 persen dari produk domestik bruto (PDB). Pun, di negara tetangga, termasuk Malaysia (1 persen) dan Thailand (0.25 persen)
Agar menggenjot kegiatan riset, Fredy menyarankan, perlunya komitmen pemerintah untuk meningkatkan porsi dan efisiensi anggaran R&D. Pasalnya, inovasi hanya akan sekedar bualan tanpa adanya alokasi anggaran untuk aktivitas R&D yang memadai. Dengan begitu, produk yang dihasilkan selalu memiliki sentuhan inovasi dan beroritentasikan pasar.
Dalam memasyarakatkan kegiatan R&D, pemerintah juga dapat menggandeng swasta agar menyisihkan keuntungan bagi kegiatan R&D, asalkan sektor usaha diberi insentif berupa pengurangan pajak.
“Kerjasama antara pemerintah dengan swasta sangat penting untuk mengembangkan tenaga kerja berkemampuan tinggi yang dapat memberikan dampak positif terhadap industri Indonesia,” tegas Fredy. (bda)