29 September 2014 12:10
Kisruh terhadap penayangan iklan sebelum masuk ke website tertentu oleh operator bisa dikatakan sebagai perebutan hak antara berbagai pihak. Operator beranggapan mereka memiliki hak untuk memanfaatkan trafik dari jaringan yang dimilikinya. Yaitu trafik ke akses berbagai website yang melalui jaringan operator. Di sisi lain para penyedia atau pemilik website dan konten juga merasa jika iklan dari operator tersebut sudah mengganggu akses ke website yang dituju pengguna. Dan pihak lain, yaitu pengguna, juga merasa memiliki hak untuk tidak sembarangan disusupi iklan pada layar ponsel miliknya.
Lalu bagaimana solusi dari kisruh ini ? Salah satu Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) , Nonot Harsono, mengatakan jika hal ini hanyalah masalah keadilan di antara pihak yang terkait. “Seharusnya pihak yang berseteru saling mengalah dengan menyadari posisi masing-masing.” ujarnya. Nonot menjelaskan lebih gamblang jika inti dari masalah ini yaitu terletak pada pembagian ‘kue’ iklan yang harus adil. “Sebenarnya iklan sisipan ini bisa menjadi bentuk iklan yang premium dan efektif apabila operator dan pemilik situs saling bekerja sama. Sangat disayangkan operator bertindak secara sepihak” ungkap Jerry Justianto selaku Ketua Asia Pacific Advertaising Media (AAPAM).
Hal tersebut bisa jadi benar. Lantaran dari sisi hukum menurut M Ridwan Effendi, Anggota Komite BRTI lainnya, iklan sisipan dari operator ketika pelanggan ingin mengakses situs tertentu tidak termasuk pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). “Tidak ada pelanggaran Pasal 32 UU ITE dari yang dilakukan operator. Iklan sisipan itu hanya memberikan jeda waktu saja, tidak ada sedikitpun isi dari situs yang dengan sengaja diubah, jadi tidak ada regulasi yang dilanggar,” tegas M Ridwan Effendi.
Hal ini juga ditegaskan oleh Vice Presiden Digital Advertising Telkomsel, Haryati Lawidjaja. “Telkomsel sudah koordinasi dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) soal iklan banner sebelum mengakses website tertentu. Kesimpulannya tidak ada aturan yang dilanggar. Tetapi lebih ke pembahasan model bisnis dengan pemilik situs,” jelas wanita yang akrab disapa Fay.
Namun jangan dilupakan juga kepentingan pengguna. Karena bagaimana pun pengguna menjadi bagian dari ekosistem konten mobile termasuk terkait iklan di dalamnya. Apapun bentuknya, pengguna juga berhak untuk mendapatkan keuntungan dari industri iklan mobile. Misalnya adanya pemberian pulsa gratis untuk setiap iklan yang ditayangkan di layar ponsel pengguna.
Diperlukan dialog yang sinergis sebagai langkah awal untuk menyelesaikan masalah ini. Baik itu antara penyedia website/konten, penyedia jaringan, dan masyarakat, termasuk Pemerintah, untuk memunculkan kesepakatan bersama terkait masalah ini. (Edi Kurniawan)