Sabtu, 2 Agustus 2025
Selular.ID -

Pemerintah Ajukan Ekonomi Digital Di Konferensi G20 Digital Ministers

BACA JUGA

Rudiantara
Jakarta, Selular.ID – Ekonomi digital di Indonesia potensinya sangat besar, tetapi masih ada banyak tantangan untuk memperoleh ‘dividen digital’ seperti kurangnya infrastruktur, keterampilan, dan regulasi.
Padahal, Indonesia merupakan salah satu populasi pengguna Internet yang pesat berkembang di dunia, dengan perkembangan sebesar 19 persen per tahun dan diproyeksikan mencapai USD 130 miliar pada tahun 2020, dari sebelumnya hanya 92 juta di tahun 2015.
Untuk memantapkan laju ekonomi digital, Indonesia bakal memanfaatkan pertemuan kepala negara G20 untuk mengutarakan rencana dalam memaksimalkan teknologi digital guna mempersempit pemerataan ekonomi masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia, sebelum keberangkatannya ke konferensi G20 Digital Ministers yang akan berlangsung selama 6-8 April 2017, bertempat di Dusseldorf, Jerman.
“Biasanya Indonesia kalau rapat besar, hanya datang lalu menyampaikan sesuatu and then that’s it. Namun kali ini, Indonesia mengambil posisi progresif. Pemerintah akan mengusulkan sebuah action plan. Yang diusulkan adalah bagaimana memaksimalkan penggunaan teknologi digital untuk mempersempit gap yang miskin dengan yang kaya,” kata Rudiantara, di pertemuan dengan awak media, di Jakarta, Senin (3/4/2017).
Saat ini negara-negara, baik yang sedang berkembang maupun yang telah maju, menghadapi permasalahan besarnya ketimbangan distribusi kekayaan. Dari sisi matriks, Rudiantara menjelaskan, Indonesia mempunyai proporsi 39,47 persen, yang diklaim telah mengalami penurunan meski masih kecil.
“Dari 20 negara, kita bukan terjelek tapi juga bukan yang terbagus. Ada yang namanya Advanced country dan juga Emerging country. Posisi kita di atas Amerika dengan nilai 41 persen,” katanya. Deretan negara Gini Ratio yang teratas meliputi Jerman (30,13 persen), Jepang (32,11 persen), Inggris (32,57 persen), Perancis (33,1 persen), dan Kanada (33,68 persen). Secara proporsi, semakin kecil rasio Gini, maka semakin merata distribusi pendapatannya.
Ini kali pertama pengembangan ekonomi digital dibahas mendalam hingga menghasilkan sebuah petunjuk pelaksanaan global untuk mendukung pertumbuhan, dan akan diajukan pada pertemuan puncak G20 untuk mendapat persetujuan.
“Rumusan aturan ekonomi digital global harus dapat menjadi petunjuk pelaksanaan keuangan digital yang inklusif. Ekonomi digital telah tumbuh pesat, tetapi baru kali ini dirumuskan aturan dan petunjuk globalnya” ungkapnya.
[nextpage title=”Tiga Hal Yang Di-Highlight”]
Tiga Hal Yang Di-Highlight
Menteri yang sudah lebih dari 30 tahun malang-melintang di industri telekomunikasi ini mengaku optimistis terhadap rencana yang akan diajukan pemerintah Indonesia, berdasarkan pengalaman yang dihadirkan sejumlah startup yang kini menjadi contoh sukses Indonesia, seperti Go-Jek. Kehadiran Go-Jek, jelas Rudiantara, mendorong UMKM untuk merambah ranah digital dan membuka peluang lebih besar bagi pengguna internet sebagai pelaku ekonomi.
“Dalam dua tahun, Gojek sudah menjaring 200 ribu driver. Dan itu bisa meningkatkan pendapatan masyarakat. Fokus kita mendorong UMKM masuk ke digital ekonomi dan economic sharing. Kita harus beri status UMKM kepada pengendara Gojek. Kalau status UMKM, mereka akan mendapat KUR (Kredit Usaha Rakyat ,ed),” jelasnya.
Contoh lain adalah marketplace. Dengan jutaan UMKM yang bergabung di situs marketplace online, maka bakal membuka peluang mereka dalam mengeruk pendapatan.
Selain itu, Indonesia juga diklaim Rudiantara menjadi salah satu negara dengan pemanfaatan internet dalam meningkatkan ekonomi masyarakatnya juga terlihat dari inklusi finansial seperti yang telah dilakukan oleh Bank Tabungan Pensiun Nasional (BTPN) Wow. Produk ini telah menyaring masyarakat untuk memanfaatkan nomor ponsel mereka sebagai rekening. Dari nasabah BTPN Wow sebanyak 3,2 juta, ada 98 persen nasabah yang belum pernah punya rekening bank.
“Ini memberikan akses keuangan atau financial inclusion pada masyarakat baru. Saya terus terang juga mendorong operator selular untuk menggencarkan financial inclusion ini,” tutur pria kelahiran Bogor ini.
Dikatakannya, dari sekitar 170 juta pengguna ponsel di Indonesia, baru ada sekitar 80 juta penduduk yang telah memiliki tabungan di bank. Selebihnya 90 juta pengguna yang punya ponsel namun belum memiliki rekening di bank. Kekosongan ini yang harus diisi oleh operator bekerja sama dengan bank, sehingga financial inclusion bisa lebih cepat. Tahun lalu level financial inclusion di Indonesia tercatat hanya 39 persen, artinya baru 39 persen orang Indonesia yang mempunyai akses keuangan. Targetnya di 2019 sudah bisa mencapai 75 persen.
- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU