Jumat, 1 Agustus 2025
Selular.ID -

Bagaimana China Memimpin Perlombaan AI, Di Tengah Memanasnya Hubungan dengan AS

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

Selular.ID – Setelah ekonomi, tak diragukan lagi, China telah menjadi kekuatan baru dalam perlombaan kecerdasan buatan atau AI (artificial intelligence).

Salah satu indikasinya terlihat dalam jumlah paten AI, khususnya AI generatif, yang telah didaftarkan. Terungkap, China jauh melampaui negara-negara terkemuka lainnya dalam pengajuan paten AI generatif (GenAI).

Total negara itu telah mendaftarkan lebih dari 38.000 penemuan terkait pengembangan AI dalam dekade terakhir, menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO), sebuah badan PBB, menyatakan sebanyak 54.000 paten GenAI diajukan antara tahun 2014 dan 2023, dengan lebih dari 25% di antaranya muncul pada tahun lalu saja.

Temuan tersebut, yang diterbitkan dalam laporan terbaru WIPO, menunjukkan bahwa jumlah yang didaftarkan China enam kali lipat lebih tinggi dibandingkan Amerika Serikat (AS), dengan Korea Selatan, Jepang, dan India berada di peringkat lima besar.

Pertumbuhannya pesat, dengan jumlah paten GenAI meningkat delapan kali lipat sejak diperkenalkannya arsitektur jaringan saraf dalam di balik model bahasa besar, “yang identik dengan GenAI”, kata WIPO.

Baca Juga: Artificial Intelligence Diprediksi Terus Tumbuh, Puncaknya Di Tahun 2030

Namun, badan tersebut menambahkan bahwa paten GenAI masih hanya mewakili 6% dari seluruh paten AI secara global.

Raksasa internet China, Tencent, menjadi pemohon terbanyak selama periode tersebut, dengan mengajukan 2.074 paten.

Raksasa teknologi lain, seperti Baidu, IBM, Alibaba, Samsung, Alphabet dan Microsoft juga disebutkan dalam laporan tersebut.

Kasus penggunaan mencakup beragam sektor, termasuk ilmu hayati, manajemen dokumen dan penerbitan, industri, dan telekomunikasi.

Direktur Jenderal WIPO Daren Tang mengatakan bahwa melalui analisis tren dan data paten, badan tersebut bertujuan untuk “memberikan pemahaman yang lebih baik kepada semua orang tentang ke mana teknologi yang berkembang pesat ini sedang dikembangkan, dan ke mana arahnya”.

“Hal ini dapat membantu pembuat kebijakan dalam mengembangkan GenAI demi kepentingan kita bersama dan memastikan bahwa kita terus menempatkan manusia sebagai pusat inovasi dan ekosistem kreatif,” tambah Daren.

China Kini Mengungguli AS Dalam Perlombaan AI

Melejitnya jumlah paten AI yang dimiliki China, tentu membuat AS semakin khawatir. Pasalnya, negeri adidaya itu tak ingin dipecundangi oleh China, khususnya tiga sektor teknologi strategis, yaitu semikonduktor, komputasi kuantum, dan AI.

Sebelumnya, AS telah lama dikenal sebagai pemimpin global dalam pengembangan AI, berkat lembaga akademiknya yang kuat, perusahaan teknologi inovatif, dan dukungan pemerintah yang solid.

Lompatan AI oleh AS, tercermin dari tiga proyek fenomenal yaitu, Google DeepMind’s AlphaGo, IBM Watson, serta OpenAI dan GPT-3.

Investasi besar-besan dalam AI di AS mencerminkan optimisme yang besar, dengan sekitar $40 miliar USD yang diinvestasikan pada startup AI pada 2020.

Inisiatif seperti National AI Initiative Act yang digagas pada 2020 menegaskan komitmen negara terhadap kemajuan teknologi masa depan ini.

Di sisi lain, tak ingin tergantung dengan AS dan negara-negara barat lainnya, China mulai menetapkan dirinya sebagai kekuatan dominan dalam AI.

Baca Juga: Tahun 2025 Bisnis Artificial Intelligence (AI) Diperkirakan Naik 72%

Hal itu didorong oleh dukungan pemerintah yang kuat, gelontoran investasi, dan perusahaan teknologi yang ambisius.

Beberapa inovasi penting China dalam pengembangan AI, seperti Baidu’s Apollo. Ini adalah platform open-source untuk pengembangan kendaraan otonom. Apollo menunjukkan komitmen China terhadap masa depan transportasi.

Kemudian, ada Alibaba’s City Brain. Inisiatif ini menggunakan AI untuk meningkatkan efisiensi manajemen kota melalui analisis data besar dan real-time.

Dengan Rencana Pembangunan AI 2030, China bertujuan untuk menjadi pusat inovasi AI global, menjanjikan investasi miliaran dolar dalam penelitian dan pengembangan.

Fakta bahwa AI bakal menjadi kekuatan China di masa depan, telah menyadarkan bahwa AS teknologi ini bakal mengubah medan persaingan. Wajar jika senat AS menempatkan AI sebagai prioritas.

Pada Juni 2023, senat telah meloloskan dua RUU terkait AI. Salah satunya, menyangkut pentingnya membuat lembaga khusus yang memastikan AS tetap kompetitif dan dominan dalam pengembangan teknologi baru tersebut.

Keberadaan lembaga khusus bertujuan menganalisis kompetisi global dalam pengembangan AI. AS, sesuai RUU tersebut, harus bertahan menjadi pemimpin dalam teknologi kecerdasan buatan.

“Kita tak boleh kalah di sektor teknologi strategis seperti semikonduktor, komputasi kuantum, dan AI. Jangan sampai AS kalah dengan China,” tegas Michael Bennet, senator dari Partai Demokrat.

Senat AS memang perlu segera merespon kemajuan yang dicapai China. Pasalnya, meski masih menjadi negara yang dominan dalam pengembangan AI, AS dengan cepat tertinggal dari China dalam pengembangan kecerdasan buatan.

Laporan yang dirilis oleh perusahaan analisis data Govini (24/5/2024), menyimpulkan hampir mustahil bagi Amerika untuk memenangkan perang melawan PLA jika terjadi konflik antara kedua negara adidaya itu.

Govini menerbitkan laporan tahunan yang mengukur kinerja pemerintah federal, mengamati 15 teknologi keamanan nasional yang paling penting melalui lensa akuisisi, pengadaan, rantai pasokan, pengaruh asing dan modal musuh serta ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berdasarkan laporan tahun ini, AS kurang berinvestasi pada kemampuan AI yang praktis dan berharga, serta mengalami stagnasi dalam tahap penelitian dan pengembangan.

Ketika melihat AI, pembelajaran mesin, dan pemrosesan bahasa alami, sembilan dari 12 bidang yang diteliti dalam laporan ini masih memiliki lebih dari 65% pendanaannya yang terikat pada penelitian dan pengembangan pada 2023 — menjadikan sebagian kecil dari program-program penting ini sudah siap produksi.

“Terlepas dari kenyataan bahwa kecerdasan buatan adalah teknologi yang sangat, sangat terlihat, dan bisa dibilang merupakan teknologi paling transformasional yang penting dalam persaingan teknologi yang penting, tidak hanya untuk AS, namun di seluruh dunia, Departemen Pertahanan masih menyerang hal ini sebagai sebuah hal yang tidak masuk akal. upaya penelitian dan pengembangan,” kata CEO Govini Tara Murphy Dougherty.

“Meskipun masih banyak yang harus dilakukan dalam penelitian dan pengembangan kecerdasan buatan, sudah saatnya Departemen Pertahanan berhenti memperlakukan AI seolah-olah AI hanyalah sebuah proyek sains,” tambahnya.

Laporan tahun lalu mengungkapkan bahwa Amerika Serikat menghadapi risiko “kelemahan dan ketergantungan” karena tertinggal dari Tiongkok dalam perlombaan teknologi.

Demikian pula, laporan pada 2022 menemukan bahwa AS tidak menginvestasikan cukup uang pada AI dan ML untuk memenangkan perlombaan teknologi melawan China.

Baca Juga: 4 Platform yang Mirip Chat GPT, Bertenaga Artificial Intelligence

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU