Selasa, 2 Desember 2025
Selular.ID -

“The Magnificent Seven”, Dari Film Koboi Klasik ke Tujuh Raksasa Teknologi yang Diuntungkan Oleh Ledakan AI

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief
[adrotate banner="10"]

Selular.ID – Jika Anda penikmat film koboi klasik, tentu familiar dengan “The Magnificent Seven”. Menceritakan tujuh penembak jitu yang disewa oleh penduduk di sebuah desa di Meksiko yang putus asa.

Kehadiran para koboi tangguh itu diharapkan dapat melindungi mereka dari gerombolan bandit yang kejam.

Film yang disutradarai oleh John Sturges ini merupakan remake dari film Jepang pada 1954, Seven Samurai. Menampilkan para pemain bertabur bintang pada jamannya, termasuk Yul Brynner, Steve McQueen, dan Charles Bronson.

Dengan judul yang tak berbeda, film bergenre sama kembali dirilis pada 2016. Kali ini dibintangi Denzel Washington, Chris Pratt, Ethan Hawke, Vincent D’Onofrio, Lee Byung-hun, Manuel Garcia-Rulfo, Martin Sensmeier, dan Peter Sarsgaard.

“The Magnificent Seven” tayang perdana pada 8 September di Festival Film Internasional Toronto 2016 sebagai film pembuka.

[adrotate banner="10"]

Kemudian dirilis di Amerika Serikat pada 23 September 2016 oleh Sony Pictures. Film ini mendapat ulasan beragam dari para kritikus, di mana para pemain, adegan aksi, dan musiknya dipuji, tetapi cerita dan skenarionya mendapat ulasan biasa-biasa saja.

Meski demikian, film ini cukup sukses di pasaran, meraup $162 juta di seluruh dunia dengan anggaran produksi hanya berkisar $90 juta.

Jika di layar perak, “The Magnificent Seven” lansiran 2016, melambungkan para bintangnya, terutama Denzel Washington, Chris Pratt, Ethan Hawke ke deretan aktor papan atas Hollywood, di kehidupan nyata, kita sudah menyaksikan kehadiran “The Magnificent Seven”.

Berbeda dengan para koboi yang jago menembak musuh-musuhnya, bahkan sambil tiduran, istilah “The Magnificent Seven” yang tengah popular saat ini mengacu pada tujuh saham teknologi berkapitalisasi besar AS yang kinerjanya terbilang dominan.

Dengan investasi signifikannya di bidang Kecerdasan Buatan (AI), ketujuh perusahaan itu telah menjelma menjadi penggerak utama pasar saham.

Tujuh raksasa teknologi Amerika yang disebut “The Magnificent Seven” adalah Alphabet (induk usaha Google), Amazon, Apple, Meta, Microsoft, Nvidia, dan Tesla. Mereka adalah perusahaan yang paling diuntungkan oleh reli yang didorong oleh AI.

Dengan tingginya kebutuhan akan AI, mereka terus memimpin reli teknologi. Saat ini ketujuh perusahaan itu menguasai 30 persen dari total kapitalisasi pasar S&P 500 yang diperkirakan mencapai US$58 triliun.

Sebagaimana diketahui, kebangkitan AI generatif pada akhir 2022 dan 2023 menciptakan narasi pertumbuhan baru bagi perusahaan-perusahaan teknologi yang sudah sangat besar ini.

Ketujuh raksasa teknologi itu, sudah menjadi perusahaan terbesar berdasarkan kapitalisasi pasar, memiliki dana yang besar dan infrastruktur (seperti platform komputasi awan dan pusat data) yang diperlukan untuk membiayai belanja modal yang sangat besar yang dibutuhkan untuk pengembangan AI.

Tak dapat dipungkiri, AI menawarkan katalis pertumbuhan baru yang signifikan. Sementara pasar yang lebih luas lesu, ketujuh saham perusahaan itu justru melonjak sekitar 75% berdasarkan bobot kapitalisasi pasar pada 2023, menyumbang hampir setengah dari total imbal hasil pasar negara maju pada tahun itu.

Di sisi lain, potensi AI untuk memberikan manfaat finansial yang substansial menarik perhatian investor, yang menyebabkan aliran modal besar-besaran ke saham-saham ini.

Antusiasme ini, pada gilirannya, memperkuat pengelompokan mereka sebagai “Magnificent Seven”, sebuah nama yang diciptakan oleh analis Bank of America, Michael Hartnett, sebagai penghormatan kepada film klasik Barat tersebut.

Dengan skala yang sangat besar memungkinkan mereka mengakuisisi perusahaan rintisan AI yang lebih kecil dan memanfaatkan basis pelanggan yang ada, menjadikan mereka perusahaan utama dan, dalam beberapa kasus, satu-satunya perusahaan yang mampu segera memonetisasi ledakan AI.

Baca Juga:

Investasi AI Berpotensi Bubble

Meski demikian, Ledakan AI bagaikan dua sisi mata uang. Di satu bagian memberikan optimisme. Namun di sisi lain menimbulkan kekhawatiran karena berpotensi memunculkan gelembung.

Alhasil, semakin banyak CEO teknologi dunia yang bersuara lantang tentang. Terbaru dilontarkan oleh CEO Google Sundar Pichai.

CEO yang mengawali karir di Google pada 2014 itu, mengeluarkan peringatan keras tentang risiko investasi AI karena valuasi di sektor ini terus melonjak.

Pichai yang berdarah India, memperingatkan bahwa tidak ada perusahaan, termasuk Alphabet sendiri, yang akan kebal jika ledakan investasi saat ini gagal.

Berbicara kepada BBC News dalam sebuah wawancara eksklusif, Pichai mengatakan lonjakan pendanaan AI saat ini menandai “momen luar biasa” bagi industri ini, tetapi memperingatkan bahwa terdapat pula “irasionalitas” di pasar.

Ia membandingkan siklus AI dengan era dot-com, menyatakan bahwa fase investasi dapat “melampaui batas” bahkan ketika teknologinya mungkin transformatif.

Dalam pandangan Pichai, “jelas terdapat banyak investasi berlebih” di awal ledakan internet, tetapi dampak jangka panjangnya “sangat besar”.

Dengan trend seperti itu, Pichai yang merupakan alumnus dua universitas terkemuka di AS, Standford dan Wharton School, memperkirakan AI akan mengikuti lintasan yang serupa.

Komentarnya muncul ketika valuasi Alphabet, perusahaan induk Google, melampaui $3 triliun pada September lalu. Sementara Nvidia yang merupakan perusahaan paling bernilai saat ini, mencapai rekor valuasi sebesar $5 triliun pada Oktober 2025.

Meski khawatir, Pichai berpendapat bahwa Alphabet berada di posisi yang lebih baik daripada para pesaingnya untuk menyerap turbulensi berkat “tumpukan penuh” terintegrasinya yang mencakup chip, sumber data seperti YouTube, dan ilmu pengetahuan mutakhir.

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU