Selular.id – Samsung secara resmi meluncurkan Galaxy Z TriFold, ponsel lipat tiga pertama mereka yang hadir dengan harga fantastis di atas Rp 40 juta.
Perangkat ini dipandang sebagai pencapaian teknikal tertinggi dalam lini produk lipat Samsung, menawarkan fleksibilitas bentuk yang belum pernah ada sebelumnya.
Namun, di balik kemegahan inovasi tersebut, sejumlah pertanyaan mengemuka terkait daya tahan, utilitas praktis, dan posisinya di pasar yang semakin ramai.
Peluncuran Galaxy Z TriFold menandai babak baru persaingan di segmen ponsel premium. Samsung, yang selama ini memimpin dengan seri Galaxy Z Fold dan Z Flip, kini mengambil langkah lebih berani dengan mengadopsi konsep multi-lipat.
Langkah ini sejalan dengan tren yang mulai digaungkan pesaing, seperti Huawei dengan Mate XT, menjadikan smartphone multi lipat sebagai tren baru di industri.
Dalam pengujian langsung, Galaxy Z TriFold menunjukkan kemampuan untuk bertransformasi dari ponsel berukuran kompak menjadi tablet kecil. Mekanisme engsel ganda yang digunakan diklaim telah melalui pengujian ketat.
Namun, kompleksitas desain ini secara alami memunculkan kekhawatiran. Setiap titik lipatan tambahan berpotensi menjadi titik lemah baru, meningkatkan risiko kerusakan dibandingkan desain lipat tunggal seperti pada Galaxy Z Fold 7.
Dari segi harga, Samsung menempatkan Galaxy Z TriFold di strata paling elit. Dengan banderol yang disebut mulai Rp40 jutaan, perangkat ini jelas bukan untuk semua kalangan.
Posisi harga ini menimbulkan pertanyaan tentang seberapa besar pasar yang benar-benar membutuhkan fleksibilitas tiga layar, dibandingkan dengan solusi dua layar yang sudah mapan dan relatif lebih terjangkau.
Utilitas sehari-hari juga menjadi bahan perdebatan. Meski menawarkan area layar yang lebih luas, pengalaman multitasking di tiga panel yang relatif sempit mungkin tidak selalu lebih unggul dibandingkan pengalaman di satu layar lebar tablet atau dua panel pada perangkat lipat biasa.
Pengembang aplikasi juga ditantang untuk mengoptimalkan pengalaman pengguna untuk tiga konfigurasi layar yang berbeda, yang bisa membutuhkan waktu adaptasi.
Baca Juga:
Di sisi lain, kehadiran Galaxy Z TriFold memperkuat portofolio inovasi Samsung. Perusahaan asal Korea Selatan itu menunjukkan kemampuan untuk mendorong batas desain ponsel.
Skema lipat unik yang menyerupai buku memungkinkan variasi mode penggunaan, seperti mode laptop mini atau mode presentasi yang stabil. Ini bisa menjadi nilai jual bagi profesional kreatif atau eksekutif yang sering melakukan presentasi.
Persaingan di segmen high-end semakin memanas. Galaxy Z TriFold tidak hanya berhadapan dengan varian lipat dari merek lain, tetapi juga dengan flagship konvensional seperti Galaxy S25 Ultra atau iPhone 16 Pro Max yang menawarkan kamera dan performa terbaik dengan bentuk tradisional yang lebih tahan lama.
Konsumen di level harga ini memiliki banyak pilihan, dan keputusan akan sangat bergantung pada prioritas: inovasi bentuk atau konsistensi performa dan ketahanan.
Ke depan, kesuksesan Galaxy Z TriFold akan diukur dari penerimaan pasar dan data keandalan jangka panjang.
Samsung tentu berharap perangkat ini tidak hanya menjadi simbol prestise teknologi, tetapi juga dapat menemukan ceruk pasar yang loyal.
Evolusi generasi-generasi mendatang akan menentukan apakah format lipat tiga ini akan bertahan atau hanya menjadi eksperimen singkat dalam sejarah desain ponsel.
Peluncuran Galaxy Z TriFold merupakan pernyataan ambisi Samsung. Inovasi yang dibawa sungguh mengesankan dari sudut pandang rekayasa.
Namun, jalan menuju adopsi massal untuk format yang begitu kompleks dan mahal masih panjang dan dipenuhi tanda tanya. Pasar akan menjadi hakim terakhir apakah fleksibilitas ekstra ini layak untuk diinvestasikan, atau apakah solusi yang lebih sederhana masih menjadi raja.
