Selular.id – Fokus pemerintah saat ini tertuju pada wilayah Aceh,pascabencana banjir dan longsor di Aceh masih berada di angka sekitar 40 persen.
Sementara pemulihan di Sumatera Utara dan Sumatera Barat telah mendekati 100 persen.
Tantangan utama yang menghambat percepatan pemulihan adalah ketersediaan pasokan listrik dan gangguan pada transmisi.
Meutya Hafid, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo)Â mengungkapkan bahwa angka 40 persen tersebut merujuk pada pemulihan konektivitas berbasis menara BTS (Base Transceiver Station), bukan koneksi satelit.
“Konektivitas basis tower ya teman-teman. Jadi bukan basis satelit. Basis tower itu kurang lebih 40 persen. Jadi ini yang memang PR kita untuk menaikkan segera. Karena memang konektivitas menjadi amat sangat penting,” ujarnya, Saat Perayaan Natal yang digelar APJATEL, Jakarta, (11/12/25).
Meutya membandingkan progres pemulihan di beberapa provinsi tetangga. Untuk Sumatera Utara, pemulihan layanan telekomunikasi telah mencapai 98 persen.
Sementara itu, kondisi di Sumatera Barat dinilai lebih baik lagi, dengan tingkat pemulihan telah menyentuh 99 persen. Perbedaan signifikan ini menunjukkan kompleksitas tantangan yang dihadapi di Aceh pascabencana.
Menteri Meutya dengan tegas menyatakan bahwa pemerintah belum dapat menargetkan kapan pemulihan layanan telekomunikasi di Aceh akan rampung sepenuhnya.
Hal ini dikarenakan ketergantungan yang sangat tinggi pada ketersediaan infrastruktur listrik.
“Jadi ada beberapa faktor tadi saya sampaikan tadi, kita tidak bisa menargetkan kapan. Tapi kalau listrik tersedia, Insya Allah,” tambahnya.
Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa pasokan listrik jadi kunci pemulihan jaringan internet di Aceh dan menjadi faktor penentu utama.
Dinamika Pemulihan dan Tantangan di Lapangan
Pemulihan jaringan telekomunikasi pascabencana alam selalu menjadi pekerjaan yang kompleks dan multi-dimensi.
Di Aceh, selain kerusakan fisik pada menara BTS dan perangkat transmisi, akses menuju lokasi yang terdampak parah juga menjadi kendala.
Namun, Meutya menegaskan bahwa inti permasalahan saat ini terletak pada daya.
Banyak BTS yang secara fisik sudah dapat diperbaiki, namun tidak dapat beroperasi karena tidak ada sumber listrik yang stabil. Situasi ini menggambarkan betapa BTS di Aceh naik turun, pasokan listrik jadi penentu hidup mati jaringan.
Pemerintah memastikan bahwa percepatan pemulihan terus dilakukan secara maksimal. Koordinasi antar kementerian, khususnya dengan Kementerian ESDM dan PLN, serta operator telekomunikasi, terus digencarkan.
Upaya ini mencakup penyediaan genset darurat, perbaikan jaringan distribusi listrik, dan penempatan tim teknis di titik-titik kritis.
Meski demikian, skala kerusakan dan kondisi geografis membuat proses ini tidak bisa berjalan secepat di daerah lain.
Konektivitas telekomunikasi dinilai sebagai layanan krusial pascabencana.
Layanan ini tidak hanya vital untuk koordinasi tanggap darurat dan evakuasi, tetapi juga untuk komunikasi warga dengan keluarga, akses informasi, serta pemulihan aktivitas ekonomi dan sosial. Hilangnya sinyal telepon dan internet dalam waktu yang lama dapat memperparah isolasi komunitas yang terdampak.
Baca Juga:
Upaya Bersama dan Progres ke Depan
Meski progres secara keseluruhan masih di angka 40 persen, laporan dari lapangan menunjukkan adanya titik-titik terang.
Upaya pemulihan dilakukan secara bertahap, dimulai dari daerah dengan akses lebih mudah dan dampak yang sedikit lebih ringan.
Operator telekomunikasi juga telah mengerahkan berbagai strategi, termasuk penggunaan teknologi satelit sebagai cadangan sementara dan mobilisasi tim khusus.
Seperti yang dilaporkan sebelumnya, upaya keras juga dilakukan di daerah tertentu, misalnya seperti upaya Telkomsel berhasil menembus keterbatasan akses, percepat pemulihan jaringan di Takengon.
Komitmen pemerintah untuk terus mendorong percepatan pemulihan tetap menjadi prioritas.
Meutya Hafid menegaskan bahwa komunikasi dan koordinasi dengan semua pemangku kepentingan akan terus dilakukan.
Targetnya adalah menaikkan persentase pemulihan secepat mungkin, seiring dengan perbaikan kondisi infrastruktur pendukung, terutama listrik.
Kedepannya, insiden ini juga menyoroti pentingnya ketahanan infrastruktur telekomunikasi nasional, terutama di daerah rawan bencana.
Pembahasan mengenai backup power yang lebih tangguh, redundansi jaringan, dan rencana kontinjensi yang lebih matang diprediksi akan mengemuka pasca proses pemulihan ini selesai.
Untuk saat ini, fokus utama seluruh pihak tetap pada upaya memulihkan konektivitas bagi masyarakat Aceh yang terdampak, mengingat perannya yang sangat vital dalam fase pemulihan bencana.




