Kamis, 18 Desember 2025
Selular.ID -

Pemulihan BTS di Aceh Baru 50% Akibat Pasokan Listrik Belum Stabil

BACA JUGA

Selular.id – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Meutya Hafid mengungkapkan, pemulihan jaringan telekomunikasi pasca bencana banjir bandang dan tanah longsor di Aceh masih berjalan lambat.

Hingga Rabu (17/12/2025), hanya sekitar 50% menara Base Transceiver Station (BTS) di provinsi tersebut yang telah kembali beroperasi atau on air.

Kondisi ini sangat kontras dengan pemulihan di dua provinsi lain yang juga terdampak, yaitu Sumatra Barat (Sumbar) dan Sumatra Utara (Sumut).

Meutya menyebut, pemulihan BTS di Sumbar telah mencapai 99%, sementara di Sumut berkisar antara 97-98%.

“Untuk Aceh itu on air (BTS yang beroperasi) itu kurang lebih per hari ini, di 50%,” kata Meutya dalam keterangannya di The Brick Hall Fatmawati, Jakarta, Rabu (17/12/2025).

Meutya menjelaskan, kendala utama yang menghambat pemulihan jaringan di Aceh adalah pasokan listrik yang belum stabil di sejumlah daerah terdampak.

Wilayah-wilayah seperti Bener Meriah, Aceh Tamiang, dan Aceh Utara masih mengalami fluktuasi pasokan listrik, yang secara langsung memengaruhi operasional BTS.

Tanpa daya listrik yang andal, menara-menara pemancar tersebut tidak dapat dihidupkan kembali, meskipun perbaikan fisik infrastruktur mungkin sudah dilakukan.

Menteri Meutya mengakui pentingnya jaringan telekomunikasi bagi masyarakat, terutama di tengah situasi bencana.

Jaringan ini menjadi tulang punggung bagi warga untuk mendapatkan informasi penting, mengakses bantuan, dan berkomunikasi dengan keluarga.

Keterbatasan akses telekomunikasi menambah beban kesulitan di samping kebutuhan pokok seperti makanan dan tempat tinggal.

Fakta bahwa hanya separuh BTS di Aceh yang berfungsi mengindikasikan bahwa proses pemulihan masih panjang.

Angka 50% ini juga menunjukkan dinamika yang fluktuatif, di mana persentase BTS aktif bisa naik turun tergantung pada kondisi pasokan listrik.

Seperti dilaporkan sebelumnya, BTS di Aceh Naik Turun, Pasokan Listrik Jadi Penentu Hidup Mati Jaringan.

Perbedaan signifikan dalam tingkat pemulihan antara Aceh dengan Sumut dan Sumbar menyoroti kompleksitas tantangan di setiap wilayah.

Kerusakan infrastruktur pendukung, seperti jaringan listrik dan jalan akses, tampaknya lebih parah atau lebih sulit diperbaiki di Aceh.

Hal ini memerlukan koordinasi yang lebih intensif antara Kementerian Kominfo, pemerintah daerah, PLN, dan operator telekomunikasi.

Fokus pada Stabilitas Listrik dan Koordinasi

Pernyataan Meutya Hafid menggarisbawahi bahwa upaya pemulihan telekomunikasi tidak bisa berdiri sendiri.

Ia berdalih bahwa jumlah menara BTS yang sudah beroperasi baru sekitar 50% ini akibat pasokan listrik yang belum stabil.

Ini adalah tantangan multidimensi di mana sektor telekomunikasi sangat bergantung pada sektor energi.

Operator telekomunikasi seperti TelkomGroup, yang infrastrukturnya juga terdampak, telah memprioritaskan pemulihan di Aceh.

Namun, upaya mereka sering terkendala oleh ketiadaan daya listrik utama.

Solusi sementara seperti penggunaan genset memang diterapkan, tetapi kapasitas dan ketersediaan bahan bakar menjadi kendala baru, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau.

Laporan sebelumnya juga menunjukkan bahwa Pemulihan Jaringan di Aceh Terhambat, 60,7% BTS Masih Padam Gara-gara Listrik.

Angka tersebut kini membaik menjadi 50% yang padam, tetapi kemajuan yang dicapai masih rentan terganggu jika pasokan listrik utama belum pulih sepenuhnya.

Implikasi bagi Masyarakat dan Pemerintah

Kondisi ini memiliki implikasi langsung terhadap layanan komunikasi bagi masyarakat Aceh.

Dengan setengah BTS masih offline, cakupan sinyal seluler pasti masih terbatas, terutama di daerah-daerah yang disebutkan Meutya.

Masyarakat di wilayah terdampak mungkin masih kesulitan melakukan panggilan telepon, mengirim pesan, atau mengakses internet.

Dalam konteks penanganan bencana dan pascabencana, komunikasi yang lancar adalah kunci untuk distribusi bantuan, koordinasi evakuasi, dan pemulihan psikologis warga.

Keterbatasan ini menuntut inovasi, seperti pemanfaatan teknologi satelit atau pengiriman BTS darurat (COW) ke titik-titik kritis, meskipun solusi tersebut juga membutuhkan logistik dan daya yang memadai.

Pemerintah, melalui Kominfo, dituntut untuk terus mendorong percepatan perbaikan infrastruktur listrik oleh pihak terkait.

Koordinasi dengan Kementerian ESDM dan PLN menjadi sangat krusial. Target pemulihan 100% jaringan telekomunikasi di Aceh hanya akan tercapai jika masalah kelistrikan dasar teratasi.

Perkembangan situasi ini perlu dipantau, mengingat sebelumnya sempat dilaporkan bahwa Pemulihan Jaringan Telekomunikasi Aceh Baru 40%, yang menunjukkan adanya fluktuasi dan tantangan berkelanjutan.

Kedepannya, pernyataan resmi dari pemerintah dan update dari operator seluler akan menjadi penanda apakah koordinasi lintas sektor berjalan efektif.

Masyarakat mengharapkan pemulihan yang cepat dan stabil, tidak hanya untuk jaringan telekomunikasi, tetapi juga untuk seluruh aspek kehidupan pascabencana.

Keandalan pasokan listrik akan menjadi penentu utama kapan Aceh bisa benar-benar pulih dan terhubung kembali seperti semula.

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU