Senin, 29 Desember 2025
Selular.ID -

Operator Telekomunikasi Hadapi Ancaman Siber Kompleks Sepanjang 2025

BACA JUGA

Selular.id – Industri telekomunikasi nasional dan global memasuki tahun 2025 dengan beban ancaman keamanan siber yang semakin berat dan kompleks.

Laporan terbaru dari Kaspersky mengungkap bahwa operator telekomunikasi menjadi sasaran utama berbagai serangan canggih, mulai dari ancaman berkelanjutan yang ditargetkan (APT), kompromi rantai pasokan, gangguan DDoS, hingga penipuan berbasis SIM.

Tekanan ini diperparah oleh transformasi teknologi yang masif dan saling terhubung, menjadikan infrastruktur telekomunikasi sebagai titik krusial yang diincar para pelaku kejahatan siber.

Leonid Bezvershenko, Peneliti Keamanan Senior Kaspersky GReAT, menjelaskan bahwa kelompok peretas memanfaatkan posisi strategis infrastruktur telekomunikasi untuk aktivitas spionase jangka panjang.

“Ancaman yang mendominasi pada 2025, kampanye APT, serangan rantai pasokan, hingga serangan DDoS tidak akan hilang,” ujarnya dalam keterangan resmi yang Selular kutip, Senin (29/12/2025).

Menurutnya, kuncinya adalah intelijen ancaman berkelanjutan yang mencakup dari titik akhir hingga orbit.

Laporan Buletin Keamanan Kaspersky yang dirilis Kamis (25/12/2025) mencatat, ancaman APT-lah yang paling mendominasi lanskap risiko sepanjang tahun ini.

Data dari Kaspersky Security Network periode November 2024 hingga Oktober 2025 memberikan gambaran nyata tentang besarnya tekanan ini.

Sebanyak 12,79% pengguna di sektor telekomunikasi tercatat menghadapi ancaman online.

Angka yang lebih mengkhawatirkan adalah 20,76% pengguna berhadapan dengan ancaman langsung pada perangkat mereka.

Sementara itu, hampir satu dari sepuluh organisasi telekomunikasi (9,86%) dilaporkan mengalami insiden serangan ransomware, yang dapat melumpuhkan operasional dan merugikan secara finansial.

Ancaman terhadap rantai pasokan juga muncul sebagai titik kritis yang mengkhawatirkan.

Kompleksitas ekosistem telekomunikasi modern, dengan melibatkan banyak vendor, kontraktor, dan platform terintegrasi, menciptakan celah keamanan yang berpotensi merembet langsung ke jaringan inti operator.

Kelemahan pada satu perangkat lunak atau layanan dari pihak ketiga dapat menjadi pintu masuk bagi peretas untuk mengakses sistem vital.

Fenomena ini semakin mengukuhkan pentingnya pengawasan ketat terhadap seluruh mata rantai digital yang terhubung, sebuah topik yang juga diangkat dalam diskusi forum keamanan siber regional.

Di sisi lain, serangan distributed denial of service (DDoS) tetap menjadi ancaman nyata yang langsung menguji ketahanan kapasitas dan ketersediaan layanan.

Serangan ini bertujuan membanjiri server atau jaringan dengan lalu lintas data palsu hingga layanan menjadi lambat atau sama sekali tidak dapat diakses oleh pengguna legitimit.

Bagi operator, serangan DDoS tidak hanya merusak pengalaman pelanggan tetapi juga berdampak pada reputasi dan kepercayaan.

Proyeksi 2026: AI, Kriptografi Pasca-Kuantum, dan Jaringan 5G Satelit

Memasuki tahun 2026, lanskap ancaman siber diproyeksikan akan semakin kompleks.

Risiko siber kini tidak lagi berdiri sendiri, tetapi berkelindan dengan tiga tren teknologi besar: otomatisasi berbasis kecerdasan buatan (AI), transisi menuju kriptografi pasca-kuantum, serta integrasi jaringan 5G dengan satelit atau non-terrestrial network (NTN).

Setiap kemajuan ini membawa potensi efisiensi dan jangkauan baru, namun sekaligus memperluas permukaan serangan yang harus diwaspadai.

Bezvershenko memberikan peringatan khusus mengenai pengelolaan jaringan berbasis AI.

Meski menjanjikan efisiensi, sistem otomatis ini berpotensi memperbesar kesalahan konfigurasi jika tidak diawasi secara memadai oleh manusia.

AI perlu diperlakukan sebagai bagian dari program manajemen perubahan yang komprehensif, bukan sekadar proyek teknis belaka.

Sementara itu, transisi menuju kriptografi pasca-kuantum yang tergesa-gesa dinilai dapat memicu masalah interoperabilitas dan penurunan kinerja sistem jika tidak direncanakan dengan matang.

Integrasi 5G dengan satelit, yang tengah gencar dikembangkan berbagai pihak, memang memperluas jangkauan layanan hingga ke area terpencil. Namun, konvergensi ini juga menambah titik risiko baru dalam sistem.

Infrastruktur satelit menjadi bagian dari rantai yang harus diamankan, memperluas perimeter pertahanan siber yang harus dijaga oleh operator.

Perkembangan ini berjalan beriringan dengan peningkatan belanja operator seluler untuk infrastruktur baru, di mana alokasi untuk keamanan siber menjadi komponen yang semakin krusial.

Strategi Pertahanan: Dari Titik Akhir Hingga Orbit

Menghadapi kompleksitas ancaman ini, para ahli dari Kaspersky menekankan pentingnya membangun kesiapan pertahanan sejak awal.

Rekomendasi utamanya adalah membangun sistem intelijen ancaman yang berkelanjutan dan holistik.

“Kuncinya adalah intelijen ancaman berkelanjutan yang mencakup dari titik akhir hingga orbit,” tegas Bezvershenko.

Pernyataan ini menyiratkan bahwa pertahanan siber modern harus mencakup seluruh lapisan, mulai dari perangkat pengguna (endpoint), infrastruktur jaringan terestrial, hingga aset di orbit seperti satelit.

Untuk ancaman APT dan kerentanan rantai pasokan, pemantauan berkelanjutan atas lanskap ancaman dan infrastruktur telekomunikasi menjadi keharusan.

Operator perlu secara proaktif mengidentifikasi kelompok peretas yang aktif dan metode serangan terbaru.

Di sisi kapasitas layanan, kesiapsiagaan menghadapi serangan DDoS perlu ditingkatkan secara signifikan.

Langkah-langkahnya mencakup validasi rutin terhadap sistem mitigasi, penerapan perlindungan di tingkat perutean tepi (edge routing), serta pemantauan sinyal lalu lintas yang ketat untuk mendeteksi anomali sejak dini.

Penggunaan intelijen ancaman juga dinilai penting untuk mendeteksi infrastruktur botnet—jaringan perangkat yang dikendalikan peretas untuk melancarkan serangan—sejak tahap awal pembentukannya.

Dengan mendeteksi dini, operator dapat bekerja sama dengan otoritas terkait untuk menetralisir ancaman sebelum meluas.

Pendekatan komprehensif ini sejalan dengan analisis mendalam mengenai ancaman siber telekomunikasi 2025 yang menggarisbawahi perlunya strategi multi-layer.

Ke depan, kolaborasi antara operator, regulator seperti BSSN, vendor teknologi, dan komunitas keamanan siber global akan menjadi penentu ketahanan sektor telekomunikasi.

Ancaman siber yang terus berevolusi menuntut respons yang dinamis, investasi berkelanjutan, dan kesadaran bahwa keamanan bukan lagi fungsi pendukung, melainkan tulang punggung dari operasional dan inovasi di era digital yang semakin terhubung.

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU