Selular.id – PT Jalin Pembayaran Nusantara (Jalin) bersama Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) secara resmi mengumumkan kerja sama pembentukan Fraud Detection Consortium (FDC).
Inisiatif kolaboratif ini dirancang sebagai jaringan intelijen penipuan pertama di Indonesia yang menjangkau seluruh industri layanan keuangan digital.
Pengumuman kerja sama ini menjadi agenda puncak dalam Mandiri BFN Fest 2025, menandai langkah strategis untuk memerangi fraud dan insiden siber yang semakin terorganisasi di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi digital.
FDC hadir sebagai wadah untuk pertukaran intelijen data terpusat, mengatasi fragmentasi informasi penipuan yang selama ini berjalan secara silo di masing-masing lembaga.
Firlie Ganinduto, Sekretaris Jenderal AFTECH, menegaskan pentingnya pendekatan kolektif ini.
“Melawan fraudster yang terorganisasi tidak bisa dilakukan secara parsial. Industri membutuhkan wadah untuk penyelarasan standar keamanan dan pertukaran insight. Ini adalah langkah konkret AFTECH dan Jalin untuk melindungi ekosistem fintech agar tumbuh sehat dan tepercaya,” ujarnya, Rabu (11/12/2025).
Langkah ini sangat relevan mengingat data transaksi pembayaran digital pada Triwulan III 2025 mencapai 12,99 miliar, naik 38,08% secara tahunan (yoy).
Namun, pertumbuhan yang cepat ini diiringi peningkatan risiko penipuan dan serangan siber yang semakin canggih.
Mekanisme pertahanan yang terfragmentasi menciptakan blind spot atau titik buta di tingkat industri, menyebabkan indikasi serangan seringkali terlambat teridentifikasi.
Membangun Fondasi dengan Shared Infrastructure
Sebagai tahap awal implementasi, inisiatif FDC akan dimulai dengan mengadopsi Jalin Fraud Management System (FMS) yang berbasis shared infrastructure atau infrastruktur bersama.
Sistem ini akan diimplementasikan secara bertahap kepada anggota AFTECH dan jaringan member Jalin, sekaligus menjadi fondasi teknis bagi pengembangan FDC sebagai tulang punggung intelijen fraud di industri keuangan digital.
Direktur Utama Jalin, Ario Tejo Bayu Aji, menjelaskan bahwa pendekatan shared infrastructure ini bertujuan mendemokratisasikan akses terhadap kapabilitas keamanan.
“Visi strategis FDC membutuhkan fondasi teknologi yang kokoh, dan di situlah FMS Jalin berperan sebagai enabler. Dengan pendekatan shared infrastructure, FMS membuka akses kapabilitas pertahanan yang setara bagi seluruh pelaku sehingga industri dapat menghadapi pola ancaman yang semakin canggih dengan kesiapan yang sama kuat,” jelas Ario.
Pendekatan ini dinilai dapat memperluas akses terhadap kemampuan keamanan berstandar industri, khususnya bagi fintech pemula atau emerging fintech yang sering menghadapi keterbatasan investasi untuk membangun sistem keamanan yang komprehensif secara mandiri.
Baca Juga:
Sinergi dengan Inisiatif Anti-Scam Nasional
Secara konseptual, FDC dirancang sebagai ekosistem intelijen fraud yang mengonsolidasikan sinyal risiko dari berbagai entitas di industri.
Data yang sebelumnya terpisah-pisah di masing-masing institusi akan diolah menjadi wawasan anti-fraud yang lebih utuh dan relevan.
Ke depan, konsorsium ini juga dipersiapkan untuk bersinergi dengan berbagai inisiatif anti-scam nasional guna memperluas cakupan deteksi dan respons terhadap risiko penipuan.
Kolaborasi ini menjadi semakin krusial mengingat modus penipuan digital terus berevolusi, termasuk yang memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan.
Tantangan seperti penipuan berbasis AI dan maraknya kasus penipuan identitas dengan deepfake membutuhkan respons yang terkoordinasi dan berbasis data real-time dari seluruh ekosistem.
Inisiatif FDC juga sejalan dengan upaya broader untuk memberantas praktik penipuan digital di tanah air, yang tidak hanya terjadi di sektor fintech tetapi juga di infrastruktur telekomunikasi, seperti yang diangkat dalam isu pemberantasan fake BTS.
Pembentukan FDC oleh Jalin dan AFTECH diharapkan menjadi tonggak penting dalam peningkatan kematangan (maturity) industri fintech nasional.
Tahap selanjutnya akan melibatkan uji coba bertahap dan dialog berkelanjutan dengan regulator, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk memperkuat kerangka kebijakan dan memastikan kesiapan operasional ekosistem keuangan digital Indonesia.
Upaya kolektif semacam ini juga mendukung tujuan literasi dan inklusi keuangan digital yang lebih luas, sebagaimana sering digaungkan dalam momen-momen seperti Bulan Fintech Nasional.
Dengan ekosistem yang lebih aman dan terlindungi dari fraud, kepercayaan masyarakat terhadap layanan keuangan digital diharapkan dapat semakin meningkat, mendorong adopsi yang lebih masif dan pertumbuhan industri yang berkelanjutan menuju visi Indonesia Emas 2045.




