Rabu, 3 Desember 2025
Selular.ID -

Harga RAM Melonjak, Penjualan Motherboard PC Anjlok 50%

BACA JUGA

Selular.id – Industri PC rakitan tengah menghadapi pukulan berat akibat krisis harga memori yang berkepanjangan.

Laporan terbaru mengungkapkan bahwa penjualan motherboard untuk PC telah merosot drastis, mencapai 40-50% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Anjloknya penjualan komponen kunci ini secara langsung dikaitkan dengan lonjakan harga RAM DDR5 yang tak terkendali, membuat banyak calon pembeli dan pengguna yang ingin upgrade memutuskan untuk menunda rencana mereka.

Media Jepang Gazlog, seperti dikutip dari berbagai sumber, mencatat bahwa pabrikan motherboard ternama seperti Asus, MSI, dan Gigabyte terpaksa memangkas target penjualan mereka secara signifikan.

Akar masalahnya terletak pada transisi platform PC modern yang mengharuskan penggunaan DDR5, sementara harga komponen tersebut berada di level yang jauh dari kata ramah kantong.

Situasi ini membuat pasar komponen PC, yang sempat pulih pasca-kelangkaan GPU, kembali memasuki fase sulit.

Kenaikan harga DDR5 bukanlah fenomena baru, namun intensitasnya semakin menjadi-jadi sejak awal ledakan permintaan untuk kecerdasan buatan (AI) dari sektor data center.

Permintaan masif akan DRAM berkapasitas tinggi dan berkinerja stabil untuk infrastruktur AI telah menyedot pasokan yang sangat besar, menyisakan bagian yang lebih kecil dan fluktuatif untuk pasar konsumen.

Tekanan permintaan dari industri inilah yang kemudian mendorong harga ke level yang dianggap tidak wajar bagi pengguna biasa.

Kondisi pasar saat ini bahkan digambarkan telah mencapai titik yang absurd.

Di beberapa negara, harga untuk kit RAM DDR5 berkapasitas 64 GB dilaporkan lebih mahal daripada konsol PlayStation 5 atau bahkan kartu grafis kelas menengah ke atas seperti RTX 5070.

Ketidakpastian yang tinggi membuat beberapa retailer di Jepang dan Amerika Serikat memilih untuk mencopot label harga tetap dari rak-rak display DDR5 mereka.

Harga berubah mengikuti fluktuasi pasar yang bisa berbeda dari hari ke hari, menciptakan lingkungan belanja yang tidak stabil bagi konsumen.

Dampak Berantai ke CPU dan Gerakan Boikot yang Diragukan

Efek domino dari krisis ini tidak berhenti pada motherboard. Analis memprediksi bahwa pasar prosesor (CPU) akan menjadi komponen berikutnya yang mengalami penurunan penjualan dalam beberapa bulan ke depan.

Logikanya sederhana: jika seseorang membatalkan niat membeli motherboard karena harga RAM yang mahal, maka pembelian prosesor yang kompatibel dengan motherboard tersebut juga otomatis tertunda.

Mayoritas pembeli, baik yang merakit PC pertama kali maupun yang ingin upgrade dari platform DDR4, kini memilih untuk menunggu sampai situasi membaik.

Di tengah keputusasaan pengguna, muncul seruan dari komunitas seperti Reddit untuk melakukan boikot massal terhadap pembelian RAM.

Gerakan ini bertujuan menekan harga dengan cara mengurangi permintaan dari sisi konsumen. Namun, pakar industri meragukan efektivitas langkah semacam ini.

Seperti dilaporkan Techspot, dampak boikot dari segmen konsumen diperkirakan akan sangat minimal terhadap pasar DRAM secara keseluruhan.

Alasannya terletak pada struktur permintaan pasar memori dunia. Penjualan terbesar produsen chip memori seperti Samsung, SK Hynix, dan Micron bukan berasal dari pengguna PC rumahan, melainkan dari klien korporat berskala besar.

Sektor industri, enterprise, dan khususnya pusat data AI telah mengontrak kapasitas produksi DRAM dalam volume yang sangat masif. Permintaan dari segmen konsumen PC hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan kue pasar.

Oleh karena itu, bahkan jika boikot terjadi, pengaruhnya terhadap harga global dianggap hampir mustahil.

Faktor lain yang memperumit gerakan boikot adalah selalu adanya segmen pembeli yang tidak elastis terhadap harga, yaitu mereka yang tetap akan membeli berapapun harganya demi kelancaran pekerjaan atau hobi.

Fenomena ini pernah terlihat jelas selama masa kelangkaan kartu grafis di puncak pandemi.

Ditambah dengan keberadaan para penimbun (scalper) yang siap memanfaatkan situasi ketidakseimbangan pasar, membuat harapan penurunan harga melalui tekanan konsumen menjadi semakin suram.

Gelombang Kenaikan Harga Merambat ke Kartu Grafis

Badai krisis komponen ini ternyata tidak hanya menerpa memori dan motherboard.

Gelombangnya mulai merambat ke segmen kartu grafis (GPU), komponen yang juga sensitif terhadap harga dan pasokan memori.

AMD dilaporkan sedang mempertimbangkan untuk menaikkan harga produk GPU mereka sekitar 10% sebagai respons terhadap kenaikan biaya produksi yang dipicu oleh harga komponen memori yang lebih tinggi.

Lebih jauh, baik AMD maupun Nvidia disebut-sebut sedang mengevaluasi portofolio produk mereka.

Opsi yang sedang dipertimbangkan termasuk memangkas atau menyederhanakan lini produk kelas menengah dan entry-level.

Langkah ini dipicu oleh margin keuntungan yang semakin tipis di segmen tersebut, karena kenaikan biaya komponen seperti VRAM (Video RAM) membuat harga jual menjadi kurang kompetitif.

Jika hal ini terjadi, pasar GPU untuk konsumen dengan budget terbatas bisa semakin menyusut, mendorong pengguna ke produk bekas atau memaksa penundaan upgrade yang lebih lama lagi.

Krisis memori global ini, seperti yang pernah dibahas dalam laporan mengenai kenaikan harga RAM hingga 30 persen, pada dasarnya adalah cerita tentang benturan antara dua dunia: dunia komputasi konsumen tradisional dan dunia infrastruktur AI skala industri yang sedang berekspansi dengan laju luar biasa.

Permintaan dari dunia kedua saat ini begitu dominan, sehingga menggeser keseimbangan pasokan untuk dunia pertama.

Industri PC, yang sempat berharap akan pemulihan stabil pasca-pandemic boom dan krisis supply chain, kini kembali menatap ketidakpastian.

Selama gelombang investasi dan permintaan DRAM untuk aplikasi AI belum menunjukkan tanda-tanda mereda, harga komponen PC—dengan RAM sebagai pionir—diprediksi akan tetap berada pada level tinggi.

Kondisi ini mengingatkan pada pentingnya diversifikasi pasokan dan inovasi desain, namun solusi jangka pendek bagi konsumen tampaknya masih terbatas pada kesabaran dan penundaan pengeluaran.

Bagi yang sedang mencari perangkat teknologi dengan harga lebih terkendali, mungkin saatnya melihat alternatif seperti smartphone 5G dengan harga ramah dikantong atau monitor dengan harga terjangkau sebagai prioritas upgrade lainnya.

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU