Selular.id – Harga ponsel flagship diperkirakan akan mengalami kenaikan signifikan pada 2026, dipicu oleh melonjaknya biaya komponen utama seperti memori dan RAM.
Tren ini diprediksi memengaruhi strategi harga peluncuran model terbaru dari merek-merek besar, termasuk Xiaomi, Samsung, dan Apple.
Xiaomi 17 Ultra, yang dijadwalkan rilis awal tahun depan, disebut-sebut akan menjadi yang pertama terdampak dengan kenaikan harga sekitar 10%.
Presiden Xiaomi Group, Lu Weibing, dalam sebuah siaran langsung baru-baru ini mengisyaratkan hal tersebut.
Dia menjelaskan bahwa kenaikan biaya memori yang pesat menjadi alasan utama di balik potensi kenaikan harga.
Lu menyebut, permintaan yang didorong oleh teknologi kecerdasan buatan (AI) telah menyebabkan harga memori naik tajam sejak akhir 2022, berlanjut di 2025, dan diproyeksikan terus berlanjut hingga 2027.
Analisis dari firma riset Counterpoint memperkuat prediksi ini. Menurut mereka, harga jual rata-rata (ASP) smartphone secara global berpotensi melonjak 6,9% pada tahun depan.
Pemicunya adalah kelangkaan chip dan hambatan dalam rantai pasokan semikonduktor yang mendorong kenaikan harga komponen.
Direktur Riset di Counterpoint, MS Hwang, menyatakan bahwa segmen smartphone kelas menengah dan atas telah mengalami kenaikan biaya material sebesar 10% hingga 15%.
“Harga memori bisa naik lagi sebesar 40% hingga kuartal kedua tahun 2026, yang mengakibatkan biaya BoM (Bill of Materials) meningkat antara 8% hingga lebih dari 15% di atas level tinggi saat ini,” ujar Hwang, seperti dikutip dari laporan tersebut.
Kenaikan biaya komponen ini pada akhirnya akan dibebankan kepada konsumen, mendorong kenaikan harga jual rata-rata perangkat.
Dalam menghadapi tekanan ini, Hwang menilai Apple dan Samsung berada di posisi terbaik untuk melewati beberapa kuartal mendatang.
Kedua raksasa teknologi tersebut dinilai memiliki ruang gerak dan ketahanan finansial yang lebih besar untuk mengelola margin keuntungan di tengah gejolak pasar.
Namun, situasi akan lebih menantang bagi produsen lain, terutama yang berasal dari China dan beroperasi di segmen menengah ke bawah.
“Akan sulit bagi perusahaan lain yang tidak memiliki banyak ruang gerak untuk mengelola pangsa pasar dibandingkan margin keuntungan,” tambah Hwang.
Kondisi ini diperkirakan sangat berdampak pada produsen yang fokus pada pasar dengan sensitivitas harga tinggi.
Dampak Langsung: Contoh Kenaikan Harga Xiaomi 17 Ultra
Prediksi kenaikan harga ini bukan sekadar teori. Xiaomi 17 Ultra, flagship yang dijadwalkan meluncur awal 2026, menjadi contoh nyata.
Model sebelumnya, Xiaomi 15 Ultra, dibanderol dengan harga 6.499 yuan atau setara Rp15,4 juta.
Untuk seri penerusnya, harganya diprediksi naik menjadi 6.599 yuan atau sekitar Rp15,7 juta, atau mengalami kenaikan sekitar 10%.
Lonjakan harga ini, meski tampak kecil dalam angka persentase, menandai pergeseran tren setelah beberapa tahun di mana peningkatan spesifikasi seringkali diiringi dengan harga yang relatif stabil.
Kenaikan ini juga berpotensi memicu efek domino, di mana produsen lain akan menyesuaikan strategi harga mereka, terutama untuk lini flagship dengan kamera beresolusi sangat tinggi yang menjadi tren.
Baca Juga:
Strategi Produsen Hadapi Kenaikan Biaya
Menghadapi tekanan biaya yang membumbung tinggi, produsen smartphone diprediksi akan mengambil berbagai strategi.
Menurut riset Counterpoint, beberapa perusahaan, terutama di segmen tertentu, mungkin terpaksa menurunkan kualitas beberapa komponen untuk menekan harga.
Modul kamera, layar, dan bahkan audio bisa menjadi area penghematan.
Selain itu, penggunaan kembali komponen lama atau desain yang tidak banyak berubah dari generasi sebelumnya juga menjadi kemungkinan.
Strategi ini bertujuan menjaga harga jual tetap kompetitif di pasar yang sensitif.
Di sisi lain, para pemain juga kemungkinan akan lebih gencar memberikan insentif dan program trade-in untuk mendorong konsumen beralih ke perangkat flagship terbaru mereka, meski harganya lebih tinggi.
Lanskap persaingan ini juga akan memengaruhi ponsel kelas menengah, di mana margin keuntungan sudah tipis.
Produsen seperti Samsung mungkin perlu berinovasi lebih keras untuk mempertahankan nilai jual di segmen ini tanpa terlalu membebani konsumen.
Sementara itu, lonjakan harga komponen semikonduktor yang juga didorong oleh kenaikan harga dari foundry seperti TSMC semakin memperumit situasi.
Di tengah kondisi ini, konsumen yang berencana upgrade di tahun 2026 mungkin perlu mempertimbangkan budget lebih besar.
Pilihan untuk membeli ponsel flagship dari tahun sebelumnya dengan harga yang sudah turun atau model dari brand yang menawarkan spesifikasi tinggi dengan harga lebih terjangkau bisa menjadi alternatif yang menarik.
Prediksi kenaikan harga ini mengisyaratkan bahwa era ponsel flagship dengan harga yang terus melambung mungkin telah benar-benar dimulai, menantang baik produsen maupun konsumen untuk beradaptasi.




