Kamis, 18 Desember 2025
Selular.ID -

Google Rencanakan Pusat Data AI di Luar Angkasa dengan Project Suncatcher

BACA JUGA

Selular.id – Google dikabarkan sedang merencanakan proyek ambisius bernama Project Suncatcher untuk membangun pusat data di luar angkasa.

Rencana ini bertujuan menjalankan sistem kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) menggunakan satelit yang mengorbit Bumi, dengan uji coba pertama ditargetkan pada awal 2027.

Dalam proyek ini, Google berencana menggunakan satelit bertenaga surya yang dilengkapi dengan chip Tensor Processing Unit (TPU), chip khusus AI buatan perusahaan.

Satelit-satelit tersebut akan saling mengirim data menggunakan teknologi laser, bukan melalui kabel atau sinyal radio konvensional.

Chip TPU sendiri bukanlah teknologi baru; Google telah menggunakannya di pusat data di Bumi untuk menjalankan model AI seperti Gemini 3.

Langkah ini menjadi uji coba untuk melihat ketahanan chip tersebut di lingkungan luar angkasa yang penuh dengan radiasi, suhu ekstrem, dan kondisi keras lainnya.

CEO Google, Sundar Pichai, menyampaikan optimisme terhadap visi ini.

Menurutnya, meski masih dalam tahap uji coba, pusat data di luar angkasa bisa menjadi hal yang biasa dalam satu dekade ke depan.

“Bagi saya, tidak ada keraguan bahwa, sekitar satu dekade lagi, kita akan melihatnya sebagai cara yang lebih normal untuk membangun pusat data,” kata Sundar, seperti dilansir dari Space.com pada Kamis (18/12/2025).

Pernyataan ini menegaskan komitmen Google dalam mengeksplorasi batas-batas baru infrastruktur komputasi.

Rencananya, pada awal 2027, Google akan meluncurkan dua satelit percobaan ke orbit rendah Bumi, pada ketinggian sekitar 640 kilometer di atas permukaan.

Satelit-satelit ini akan ditempatkan di orbit khusus yang memungkinkan mereka terus-menerus terkena sinar matahari.

Dengan posisi strategis ini, panel surya di satelit diharapkan dapat menghasilkan listrik hampir tanpa henti, tidak seperti di Bumi yang terganggu oleh siklus malam hari atau kondisi berawan.

Alasan utama di balik pemindahan pusat data ke luar angkasa adalah efisiensi energi.

Di Bumi, pusat data konvensional membutuhkan pasokan listrik yang sangat besar dan sistem pendinginan yang rumit serta boros energi.

Di luar angkasa, energi matahari tersedia secara lebih konsisten, sehingga dianggap sebagai solusi yang lebih efisien dan ramah lingkungan untuk menjalankan sistem AI yang sangat haus daya.

Konsep ini sejalan dengan tren eksplorasi infrastruktur komputasi di orbit, seperti yang juga terlihat dalam perlombaan ruang pusat data di luar angkasa yang melibatkan berbagai pemain global.

Google bukan satu-satunya yang melihat potensi luar angkasa.

Negara seperti China juga telah mengambil langkah serupa, seperti dilaporkan dalam artikel China Bangun Superkomputer AI Pertama di Luar Angkasa.

Ini menunjukkan bahwa ruang angkasa semakin dilihat sebagai frontier baru untuk komputasi berkinerja tinggi.

Tantangan Teknis yang Harus Diatasi

Meski menjanjikan, mewujudkan pusat data di orbit bukanlah hal sederhana dan penuh dengan tantangan teknis yang kompleks.

Pertama adalah masalah ketahanan perangkat keras. Meski hasil uji laboratorium menunjukkan chip TPU Google cukup kuat menghadapi radiasi, tantangan sesungguhnya adalah memastikan chip tersebut dapat bekerja dengan stabil selama bertahun-tahun di lingkungan luar angkasa yang keras.

Radiasi kosmik, fluktuasi suhu ekstrem, dan risiko kerusakan dari mikrometeorit adalah ancaman nyata bagi elektronik satelit.

Masalah besar kedua adalah sistem pendinginan. Di Bumi, panas dari server dibuang menggunakan udara dan sistem pendingin cair yang kompleks.

Di luar angkasa yang hampa udara, panas tidak dapat dibuang dengan konveksi biasa.

Solusinya adalah menggunakan radiator berukuran besar dan berat untuk memancarkan panas ke ruang angkasa, yang tentu menambah kompleksitas desain dan biaya peluncuran.

Tantangan ketiga adalah komunikasi data. Rencana Google adalah menggunakan laser untuk mentransfer data antar satelit.

Teknologi ini menuntut presisi yang sangat tinggi karena satelit bergerak dengan kecepatan ribuan kilometer per jam di orbit.

Sedikit kesalahan dalam penargetan laser dapat menyebabkan koneksi terputus dan kehilangan data.

Keandalan koneksi laser dalam skenario dinamis seperti ini menjadi kunci sukses operasional pusat data orbital.

Terakhir, ada tantangan biaya dan perawatan. Memperbaiki atau mengganti komponen satelit yang rusak di orbit adalah operasi yang sangat mahal dan rumit, seringkali membutuhkan misi khusus.

Hal ini sangat berbeda dengan pusat data di Bumi, di mana perawatan dan upgrade dapat dilakukan dengan relatif mudah. Ketahanan dan keandalan mutlak menjadi prasyarat yang tidak bisa ditawar.

Jalan Panjang Menuju Realisasi

Uji coba dua satelit pada 2027 hanyalah langkah awal dan bersifat eksperimental.

Misi ini dirancang untuk membuktikan konsep dasar, mulai dari kinerja chip TPU di luar angkasa, efektivitas panel surya, hingga keandalan komunikasi laser antar satelit.

Kesuksesan dalam uji coba ini belum serta merta berarti pusat data skala besar akan segera dibangun.

Bahkan jika semua teknologi dasar terbukti bekerja, membangun konstelasi satelit yang cukup besar untuk membentuk pusat data komputasi yang signifikan masih membutuhkan waktu yang panjang.

Analisis menunjukkan bahwa realisasi penuh mungkin memakan waktu puluhan tahun, melibatkan puluhan bahkan ratusan peluncuran, serta investasi modal yang sangat besar.

Ini adalah proyek jangka panjang yang visinya melampaui horizon perencanaan bisnis biasa.

Perkembangan di sektor pusat data sendiri terus bergerak dinamis, tidak hanya di angkasa tetapi juga di darat.

Konsolidasi dan efisiensi pusat data lokal terus dilakukan, seperti yang pernah diungkapkan dalam laporan IDC: Alibaba Cloud Tingkatkan Konsolidasi Pusat Data Lokal.

Sementara itu, di tingkat nasional, kesiapan infrastruktur juga dipersiapkan, sebagaimana upaya Telkom dalam mengelola pusat data nasional.

Project Suncatcher dari Google, dengan demikian, lebih dari sekadar uji coba teknologi. Ini adalah eksplorasi visioner yang dapat membentuk masa depan komputasi awan dan AI.

Jika berhasil, konsep ini dapat merevolusi cara kita memandang infrastruktur digital, mengatasi keterbatasan energi dan lahan di Bumi, dan membuka babak baru dalam eksplorasi ruang angkasa untuk tujuan komersial yang berkelanjutan.

Namun, jalan menuju sana masih dipenuhi dengan tantangan teknis, logistik, dan finansial yang harus dipecahkan satu per satu.

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU