Senin, 15 Desember 2025
Selular.ID -

Codex Mortis, Game Bullet Hell 100% Dibuat AI, Rilis Demo Gratis di Steam

BACA JUGA

Selular.id – Sebuah game bullet hell baru berjudul Codex Mortis menggebrak dengan klaim unik: seluruh aspeknya, mulai dari kode, seni, suara, hingga musik, dibuat sepenuhnya oleh kecerdasan buatan. Tidak ada seni buatan tangan manusia, kode yang ditulis manual, atau produksi musik tradisional. Pengembang kecil di balik game ini justru terbuka dan menjadikan AI sebagai nilai jual utama, berbeda dari kebanyakan studio yang cenderung diam-diam menggunakan teknologi generatif atau menghindari topik tersebut. Demo gratisnya kini tersedia di Steam untuk dicoba publik.

Menurut daftar resmi game di Steam, “semua kode adalah AI vibe codes, juga seni, suara, musik, teks.” Ini merupakan kasus langka di mana pengembang tidak hanya terbuka tentang penggunaan AI, tetapi pada dasarnya menjadikannya sebagai seluruh konsep promosi. Bahkan, wajah karakter yang muncul di trailer terlihat seperti hasil modifikasi AI dari foto selfie anggota tim, yang kemudian ditempelkan pada tubuh penyihir mayat hidup. Gameplay yang ditawarkan cukup familiar dengan genre bullet hell, namun diperkaya dengan elemen nekromansi. Game versi lengkap nantinya direncanakan mendukung permainan solo dan kooperatif.

Tanggapan awal dari para pemain yang mencoba demo terbilang beragam, didominasi rasa penasaran. Grafis dalam build yang tersedia terlihat sedikit kasar dibandingkan dengan trailer YouTube yang lebih halus. Beberapa pemain juga menyebut antarmuka pengguna (UI) terasa canggung saat digunakan dengan kontroler. Namun, loop dasar permainan—menggabungkan mantra, bertahan dari serangan musuh, dan membangkitkan minion—dianggap berfungsi dengan cukup baik. Setidaknya, Codex Mortis membuktikan bahwa sebuah game yang sepenuhnya dihasilkan mesin bisa berjalan dan dapat dimainkan.

Pertanyaan apakah game ini menyenangkan atau tidak, tentu saja, adalah persoalan lain. Studio pengembang tampaknya menyadari hal ini dan lebih mengandalkan sudut pandang “100% buatan AI” daripada aspek lainnya. Mereka berharap transparansi ini akan menarik minat, alih-alih kritik. Pendekatan ini kontras dengan kebijakan beberapa platform distribusi yang lebih ketat. Sebagai perbandingan, Valve pernah menolak game buatan AI yang diunggah ke Steam karena masalah hak cipta aset yang dihasilkan AI.

Di komunitas pemain, reaksi terbelah. Sebagian memperlakukannya sebagai proyek seni eksperimental untuk menguji batas kreativitas mesin. Sebagian lain melihatnya sebagai contoh lain dari merembesnya AI ke dalam pengembangan game dengan cara yang berpotensi menggantikan peran seniman dan programmer manusia. Codex Mortis sendiri tampaknya tidak menghindari debat ini. Dengan harga jual akhir yang direncanakan rendah, tim pengembang bertaruh pada rasa penasaran dan keterjangkauan untuk memenangkan hati pemain.

Kehadiran Codex Mortis menambah dinamika diskusi panjang tentang integrasi AI dalam industri kreatif, termasuk gaming. Di satu sisi, alat-alat generatif AI menawarkan efisiensi dan kemungkinan baru bagi pengembang indie dengan sumber daya terbatas. Di sisi lain, kekhawatiran akan orisinalitas, kualitas konsisten, dan dampaknya pada tenaga kerja kreatif manusia tetap mengemuka. Perkembangan teknologi AI sendiri terus berjalan cepat, tidak hanya di software tetapi juga perangkat keras pendukungnya, seperti yang terlihat dari konfirmasi chipset Snapdragon 8 Elite Gen 5 di semua pasar untuk Samsung Galaxy S26 Ultra yang akan mendukung kemampuan AI on-device yang lebih powerful.

Pada akhirnya, demo gratis Codex Mortis memberi kesempatan kepada semua orang untuk menilai sendiri. Apakah sebuah game yang dibangun sepenuhnya dari alat-alat AI masih dapat memiliki kepribadian dan daya tarik yang unik? Ataukah hasilnya akan terasa seperti yang dibayangkan kebanyakan orang dari sesuatu yang dibuat seluruhnya oleh algoritma? Eksperimen ini menjadi tolok ukur menarik bagi masa depan pengembangan game, di mana kolaborasi manusia dan mesin mungkin akan menemukan bentuk barunya. Tren perangkat yang dioptimalkan untuk AI juga semakin nyata, dengan kolaborasi seperti ByteDance dan ZTE yang mengembangkan ponsel AI generasi kedua untuk rilis 2026.

Dengan rilis demo ini, tim di balik Codex Mortis tidak hanya menjual sebuah game, tetapi juga sebuah konsep dan percakapan tentang masa depan kreasi digital. Kesuksesan atau kegagalan komersialnya nanti akan menjadi bahan kajian berharga bagi industri mengenai sejauh mana pasar menerima—dan menghargai—karya yang lahir sepenuhnya dari mesin.

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU