Senin, 1 Desember 2025
Selular.ID -

Bos Google: Tak Ada Perusahaan Aman dari AI Bubble

BACA JUGA

[adrotate banner="10"]

Selular.id – CEO Google Sundar Pichai mengungkapkan bahwa tidak ada perusahaan teknologi, termasuk Google, yang sepenuhnya aman dari risiko pecahnya gelembung investasi kecerdasan buatan (AI bubble).

Pernyataan ini disampaikan Pichai dalam wawancara eksklusif dengan BBC di tengah kekhawatiran pasar terhadap agresivitas perkembangan dan investasi AI global.

Pichai menggambarkan situasi saat ini sebagai “momen yang luar biasa” namun mengandung unsur ketidakrasionalan yang mengingatkan pada era gelembung dot-com akhir 1990-an.

Kekhawatiran mengenai AI bubble kembali mencuat setelah dua investor besar, Peter Thiel dan SoftBank, secara bersamaan melepas seluruh kepemilikan saham Nvidia.

Langkah ini memicu gelombang kecemasan di pasar mengingat Nvidia selama dua tahun terakhir dianggap sebagai barometer utama booming kecerdasan buatan global.

[adrotate banner="10"]

Pichai mengakui bahwa masifnya perkembangan dan investasi AI membuat semua perusahaan berada pada risiko yang sama apabila gelembung ini pecah.

“Tidak ada perusahaan yang akan sepenuhnya aman, termasuk kami. Jika terjadi investasi berlebihan, kita tetap harus melewati fase itu dan mengatasinya,” ujar Pichai seperti Selular kutip dari Reuters, Senin (1/12/2025).

CEO Google ini menyoroti bagaimana investor berbondong-bondong menanamkan modal besar untuk memperluas penggunaan AI di berbagai sektor, menciptakan kondisi yang menurutnya perlu diwaspadai.

AI bubble merupakan istilah yang menggambarkan situasi ketika tren AI sedang berada di puncaknya, perusahaan berlomba-lomba mengadopsi teknologi ini, dan investor rela mengucurkan dana besar, namun perkembangan atau profitabilitasnya belum tentu secepat atau sebesar yang dibayangkan.

Situasi ini sering dianalogikan seperti gelembung yang terus membesar dan bisa pecah kapan saja ketika isinya tidak stabil.

Investasi Besar dan Risiko yang Menyertai

Google, melalui perusahaan induk Alphabet, justru berkomitmen melakukan investasi besar di tengah tren tersebut.

Pada bulan September, perusahaan berkomitmen menggelontorkan dana sebesar 5 miliar poundsterling (setara Rp 110 triliun) untuk pengembangan infrastruktur dan penelitian AI di Inggris.

Komitmen ini mencakup pembangunan pusat data baru dan investasi di DeepMind, laboratorium AI Google yang berbasis di London.

Komitmen investasi besar-besaran ini menunjukkan betapa seriusnya Google dalam bersaing di pasar AI global, meski menyadari adanya risiko gelembung.

Sepanjang tahun 2025, saham Alphabet tercatat melonjak sekitar 46 persen, didorong keyakinan investor bahwa Google mampu bersaing ketat dengan OpenAI, perusahaan pengembang ChatGPT.

Kenaikan ini terjadi meski OpenAI mengalami kerugian signifikan dalam operasionalnya.

Di Amerika Serikat, kekhawatiran tentang meningkatnya valuasi AI dinilai mulai membebani pasar yang lebih luas.

Pembuat kebijakan Inggris bahkan telah menandai risiko munculnya AI bubble, menunjukkan bahwa kekhawatiran ini tidak hanya berasal dari kalangan investor tetapi juga regulator.

Kesiapan Google Menghadapi Kemungkinan Terburuk

Ketika ditanya bagaimana Google akan menghadapi kemungkinan pecahnya gelembung AI, Pichai menyatakan bahwa perusahaannya cukup yakin dan percaya diri mengatasi badai tersebut.

Keyakinan ini didukung oleh posisi keuangan yang kuat dan diversifikasi bisnis yang dimiliki Google.

Pichai juga mengungkapkan bahwa Google akan mulai melatih model AI di Inggris.

Langkah ini diharapkan dapat memperkuat ambisi London untuk menjadi “negara adidaya” AI ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China, seperti yang diinginkan Perdana Menteri Keir Starmer.

Pernyataan Pichai ini sejalan dengan peringatan sebelumnya tentang risiko ledakan investasi AI yang disampaikan berbagai pemimpin industri.

Bahkan Nvidia yang terus mencetak rekor pendapatan pun tidak luput dari kekhawatiran ini.

Meski menghadapi ketidakpastian, industri AI terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan.

Gelombang investasi yang masif ini di satu sisi mendorong inovasi dan perkembangan teknologi, namun di sisi lain menciptakan kondisi yang rentan terhadap koreksi pasar.

Para pelaku industri kini harus mempersiapkan strategi untuk menghadapi berbagai skenario, termasuk kemungkinan terburuk berupa pecahnya gelembung investasi yang selama ini menggelembung cepat.

Perkembangan terbaru ini menjadi pengingat bahwa meskipun AI menawarkan potensi transformasi yang besar, pasar teknologi tetap tunduk pada siklus dan realitas ekonomi.

Keseimbangan antara optimisme dan kehati-hatian menjadi kunci bagi perusahaan seperti Google untuk bertahan dan tumbuh dalam lingkungan yang penuh dinamika ini.

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU