Selular.ID – Sejak otoritas Eropa mulai menyebut Huawei dan ZTE sebagai “vendor berisiko tinggi”, para pesaing dari Nordik siap menerkam bisnis apa pun yang hilang dari perusahaan-perusahaan China.
Ericsson dan Nokia bergerak cepat untuk mengisi kekosongan yang diciptakan oleh keputusan Inggris, Belanda, Belgia, Perancis, dan Luksemburg, untuk mengusir dua raksasa China itu dari jaringan selular di negara tersebut.
Namun, berbagai negara anggota Uni Eropa bersikap lebih lunak. Di sisi lain, selama bertahun-tahun, para vendor Eropa yang merupakan pesaing Huawei dan ZTE, juga bersikap hati-hati dan tidak kritis.
Pertimbangannya, mungkin karena takut akan konsekuensi dari keterbukaan mereka. Namun dalam beberapa minggu terakhir, semuanya telah berubah.
Mengikuti jejak Presiden AS Donald Trump, Justin Hotard, CEO Nokia asal Amerika, baru-baru ini muncul sebagai kritikus korporat paling lantang atas kelonggaran banyak negara Eropa terhadap vendor China.
Sikap antagonis Hotard terhadap Huawei dan ZTE tercermin dari pernyataan-pernyataannya.
Pada September lalu, dalam konferensi pers di Finlandia, mantan eksekutif Intel itu secara retoris bertanya mengapa Eropa masih menoleransi Huawei dan ZTE, sementara Ericsson dan Nokia hanya ditawari sedikit peluang bisnis di negara tersebut.
Pernyataan itu berlanjut pada acara pasar modal Nokia pada November lalu. Dengan lantang, Hotard menuduh bahwa otoritas Eropa telah berbicara selama bertahun-tahun tentang vendor berisiko tinggi, tetapi tidak berbuat banyak untuk menyingkirkan mereka.
Tindakan yang lebih tegas akan menjadi peluang besar bagi Nokia, menurut Hotard.
“Bisnis Huawei di Eropa di sektor-sektor yang menjadi pesaing Nokia masih bernilai antara €2 miliar (US$2,3 miliar) dan €2,5 miliar (US$2,9 miliar) dalam pendapatan tahunan”, ungkapnya.
Hotard dengan cerdik berusaha menghindari kekecewaan terhadap perusahaan telekomunikasi yang masih menjadi pelanggan Huawei.
Manuver Hotard tidak berhenti di situ. Masih di bulan yang sama, ia mengatakan kepada para analis bahwa operator akan membutuhkan insentif finansial untuk menggantikan Huawei.
Hal ini terjadi setelah ia menyuarakan dukungannya untuk konsolidasi di sektor telekomunikasi Eropa.
Baik Ericsson maupun Nokia sama-sama berpendapat, bahwa banyaknya jaringan di berbagai negara kecil telah menggerogoti profitabilitas dan melemahkan kemampuan perusahaan telekomunikasi untuk berinvestasi dalam infrastruktur baru.
Jumlah jaringan yang lebih sedikit jelas akan menguntungkan para vendor telekomunikasi yang kini kedodoran dengan beratnya beban investasi.
Hotard mungkin juga telah memperhitungkan bahwa kini ada lebih banyak keuntungan yang bisa diperoleh dengan mengorbankan Huawei daripada kerugian di China.
Tahun lalu, Nokia hanya meraup pendapatan sebesar €1,1 miliar ($1,3 miliar) di China Raya, yang mencakup Hong Kong dan Taiwan.
Jumlah tersebut kurang dari setengah jumlah yang diyakini Hotard dapat dikorbankan Huawei akibat kebijakan Eropa yang lebih ketat.
Penjualan di China Raya juga anjlok dari lebih dari €2,5 miliar pada 2018. Amblasnya pendapatan dari tahun ke tahun, membuat Nokia berpikir bisnisnya di China akan lenyap sepenuhnya di masa mendatang.
“Pemasok Barat, yang hanya kami dan Ericsson, kini memiliki pangsa pasar 3% di China dan terus menurun, dan kami akan dikeluarkan dari China karena alasan keamanan nasional,” kata Tommi Uitto, Presiden Grup Bisnis Jaringan Selular Nokia, pada konferensi September lalu di Finlandia.
Baca Juga: Rombak Strategi Nokia, Justin Hotard Jadikan AI Sebagai Lokomotif Pertumbuhan
Menghitung Angka €2,5 miliar
Bagaimana Hotard sampai pada angka antara €2 miliar dan €2,5 miliar tersebut masih belum jelas.
Omdia, perusahaan afiliasi Light Reading, menyatakan bahwa pasar global untuk produk jaringan akses radio (RAN) menghasilkan pendapatan sebesar $35 miliar tahun lalu dan diperkirakan hanya akan tumbuh dengan persentase satu digit lebih rendah pada tahun ini.
Menurut perkiraan yang dibagikan oleh sumber yang meminta anonimitas, Eropa saat ini bertanggung jawab atas sekitar 15% dari pengeluaran RAN global.
Huawei sendiri diperkirakan menguasai sekitar seperempat dari pasar RAN Eropa. Semua ini akan membuat pendapatan RAN tahunan Huawei di Eropa mencapai sekitar $1,33 miliar.
Namun Huawei juga menjual produk akses tetap dan jaringan transportasi, dan kemungkinan masih memiliki kehadiran yang signifikan di Eropa di luar RAN.
Awalnya, misalnya, Huawei merupakan salah satu pemasok utama produk akses fiber untuk BT di Inggris, dengan aturan terbaru di sana membatasinya hingga 35% dari setiap jaringan fiber penuh.
Ciena, vendor produk jaringan optik AS, sebelumnya telah membahas peluang Eropa untuk menggantikan Huawei dalam infrastruktur jaringan transportasi.
Huawei tidak berkomentar apa pun mengenai kebenaran angka-angka Hotard, tetapi terus menolak seruan untuk mengusirnya sepenuhnya dari sektor jaringan Eropa.
Baca Juga: Nvidia Investasi Rp16 Triliun di Nokia untuk Percepat AI-RAN 6G
Penjualan Huawei Menurun
Sejak pembatasan yang dilakukan AS dan sebagian negara-negara barat pada pertengahan 2019, Huawei dan ZTE menjadi sasaran tembak para politisi.
Huawei telah lama menolak tuduhan bahwa perusahaan tersebut terkait dengan negara China, bersikeras bahwa perusahaan tersebut sepenuhnya dimiliki oleh karyawannya.
Huawei juga menepis tuduhan memasukkan malware ke dalam produknya untuk tujuan mata-mata atau sabotase pemerintah China.
Pihak lawan tidak pernah memberikan bukti apa pun tentang hal ini, menurut Huawei, dan perusahaan tersebut telah menjadi sasaran pengawasan yang jauh lebih ketat daripada para pesaing Baratnya.
Sementara itu, sanksi AS yang memutus pasokan chip dan peralatan pembuat chip Amerika tidak berdampak nyata pada kualitas produk jaringannya, menurut sumber-sumber di perusahaan telekomunikasi.
Di luar China, penjualan tahunan Huawei telah menurun tajam sejak 2018, ketika kampanye yang dipimpin Trump baru saja dimulai.
Tahun lalu, Huawei menghasilkan pendapatan hampir $21 miliar di seluruh Eropa, Timur Tengah, dan Afrika (EMEA), sebagian besar berkat kelompok bisnis konsumennya. Namun, angka tersebut hampir $8 miliar lebih rendah daripada yang diperolehnya enam tahun sebelumnya.
Huawei menyalahkan sebagian besar penurunan ini pada penurunan penjualan gawai konsumen, yang lebih terdampak serius oleh sanksi yang melarangnya mengakses chip dan perangkat lunak Google.
Namun, Huawei mengakui telah terjadi penyusutan penjualan jaringan di negara-negara yang memberlakukan pembatasan.
Hal ini jelas termasuk Inggris, di mana pendapatan Huawei turun dari £1,24 miliar ($1,64 miliar) pada tahun 2018 menjadi £188,2 juta ($248,6 miliar) tahun lalu, menurut laporan.
Meskipun demikian, penjualan di EMEA secara keseluruhan telah meningkat sejak 2021, dan pendapatan tahun lalu naik 2% dibandingkan dengan 2023.
Baca Juga: Jerman Bahas Kemandirian Digital: Larang Jaringan 6G Huawei
Jerman Menjadi Faktor Kunci
Di tengah polemik yang muncul imbas “serangan” Hotard, banyak pihak memperhatikan Jerman. Dibandingkan Inggris yang terbilang frontal, antusiasme pemerintah Jerman terhadap produk jaringan 5G Huawei membuat beberapa kritikus di dalam negeri kerap melontarkan pernyataan terbuka.
Tahun lalu, aturan baru memungkinkan operator untuk tetap membeli produk dan antena stasiun pangkalan Huawei dengan syarat mereka mengganti sebagian perangkat lunak manajemennya.
Para penentang mengecam kompromi tersebut, dengan mengatakan bahwa hal itu tidak akan mengatasi ancaman keamanan yang diduga ditimbulkan oleh Huawei.
Namun, dalam beberapa minggu terakhir, Kanselir Jerman yang baru Friedrich Merz, dilaporkan telah menyatakan bahwa Huawei tidak akan diizinkan berperan dalam 6G.
Menurut laporan terpisah, pihak berwenang Jerman telah mempertimbangkan penggunaan dana sektor publik untuk membiayai pertukaran jaringan yang telah dibangun Huawei.
Tentu saja, apa yang dilakukan oleh Jerman yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Eropa ini dapat menjadi preseden bagi negara-negara Uni Eropa lainnya.
Meski demikian, Hotard tidak mengharapkan perubahan radikal.
“Hal terpenting bagi saya adalah sangat mudah bagi kami untuk mengeksekusi kapasitas jika permintaan meningkat. Namun, saya tidak akan menjalankan bisnis ini dengan harapan hal itu akan terjadi” ujarnya di acara hari pasar modal Nokia.
Menurut Hotard, persaingan yang terbatas dapat menjadikan pekerjaan penggantian di luar RAN sebagai peluang yang menguntungkan bagi Nokia.
Nokia adalah satu-satunya vendor besar non-China untuk produk jaringan optik pasif yang digunakan dalam akses serat optik, dengan pangsa pasar global sebesar 14% tahun lalu, menurut data dari Omdia.
Setelah mengakuisisi Infinera yang berkantor pusat di AS senilai $2,3 miliar pada bulan Februari, Nokia menjadi satu-satunya alternatif besar dari Barat untuk Ciena dalam bidang optik.
Baca Juga: Bagaimana Jerman dan Spanyol Menjadi Benteng Terkuat Huawei di Eropa




