Selular.id – Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menilai maraknya penipuan digital, termasuk fake call, berkaitan erat dengan masih beroperasinya perangkat pemancar ilegal atau fake base transceiver station (BTS).
Asosiasi telah meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komdigi) untuk mempercepat penanganan perangkat ilegal yang menjadi sumber berbagai modus penipuan tersebut.
Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O Baasir, mengungkapkan bahwa perangkat fake BTS masih ditemukan di sejumlah wilayah.
“Mereka kan pakai fake BTS, mereka kan banyak fake BTS,” kata Marwan usai acara Seminar Penguatan Perlindungan Konsumen melalui Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) yang digelar Indonesia Fintech Society (IFSoc) di Jakarta, Senin (1/12/2025).
Pernyataan ini memperkuat kekhawatiran yang sebelumnya juga disampaikan oleh operator seperti XL Axiata yang meminta Komdigi konsisten memberantas BTS palsu.
Marwan menambahkan bahwa ATSI telah bersurat secara resmi kepada Komdigi untuk mendorong langkah penanganan yang lebih cepat.
Dia menyebut Komdigi saat ini bekerja sama dengan balai monitoring (Balmon) di seluruh Indonesia untuk melakukan pemindaian terhadap keberadaan fake BTS.
Penanganan perangkat ilegal ini menjadi agenda utama yang terus dibahas bersama pemerintah.
“Jadi fake BTS itu yang lagi diperangi gitu ya, jadi memang kami sudah ngobrol banyak lah ya sama mereka (Komdigi) ya dan kami sudah kasih banyak rekomendasi sama mereka soal fake BTS itu,” ujarnya.
Tantangan Teknologi dan Upaya Penanganan
Marwan mengakui bahwa penanganan persoalan fake BTS tidak mudah.
Teknologi yang digunakan para pelaku penipuan semakin maju, membuat perangkat ilegal di sejumlah lokasi sulit dideteksi.
Kemampuan pelaku untuk menyamarkan sinyal dan lokasi pemancar menambah kompleksitas upaya pemberantasan.
Situasi ini juga pernah dijelaskan oleh Komdigi yang menyebut ada BTS palsu karena faktor tertentu, termasuk kemudahan mendapatkan perangkat dan motif ekonomi.
Selain upaya teknis, Marwan juga mengingatkan masyarakat untuk lebih berhati-hati terhadap SMS yang berpotensi mengandung penipuan.
Dia mencontohkan sistem peringatan otomatis seperti yang diterapkan di Singapura, di mana setiap SMS mencurigakan akan diberi label potensi scam.
Model seperti ini dinilai dapat menjadi salah satu solusi preventif untuk melindungi konsumen di Indonesia.
Baca Juga:
Di sisi lain, ATSI tengah menjajaki kerja sama dengan Indonesia Anti Scam Center (IASC) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperkuat upaya pemberantasan penipuan, mengadopsi praktik serupa yang telah berjalan di Singapura.
Kolaborasi lintas sektor ini diharapkan dapat menciptakan sistem deteksi dan respons yang lebih terintegrasi.
Marwan juga menegaskan pentingnya pengetatan impor perangkat ilegal.
“Kami juga mengharapkan pemerintah menahan impornya kan. Melarang impor. Ini kan ada barang yang masuk terus kan. Ini yang kita harapkan di stop,” ungkapnya.
Langkah ini dianggap krusial untuk memutus pasokan perangkat keras yang digunakan untuk membangun fake BTS.
Data Kerugian Penipuan Digital yang Masif
Sementara upaya pemberantasan terus digencarkan, catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan penipuan digital masih sangat masif dan merugikan masyarakat dalam nilai yang fantastis.
Berdasarkan laporan masyarakat, modus penipuan transaksi belanja menjadi yang paling banyak dengan 62.999 laporan.
Modus ini juga menyebabkan kerugian terbesar, yaitu sekitar Rp11,1 triliun dengan rata-rata kerugian Rp16,97 juta per kasus.
Modus fake call, yang erat kaitannya dengan operasi fake BTS, mencatat 38.498 laporan.
Kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp1,5 triliun dengan rata-rata Rp36,07 juta per korban.
Angka ini menunjukkan betapa berbahayanya operasi pemancar ilegal yang memfasilitasi penipuan telepon ini.
Modus penipuan lainnya juga menunjukkan angka yang signifikan.
Penipuan investasi tercatat 24.139 laporan dengan kerugian Rp1,35 triliun.
Penipuan kerja mencapai 21.283 laporan (kerugian Rp704,50 miliar), penipuan hadiah 17.481 laporan (kerugian Rp224,92 miliar), dan penipuan lewat media sosial 16.945 laporan (kerugian Rp573 miliar).
Modus phishing mencatat 15.633 laporan dengan kerugian Rp598,61 miliar, social engineering 10.475 laporan (kerugian Rp384,89 miliar), pinjaman online fiktif 5.469 laporan (kerugian Rp43,35 miliar), serta APK WhatsApp scam sebanyak 3.902 laporan yang menyebabkan kerugian Rp136,98 miliar.
Data kerugian yang sedemikian besar ini menggarisbawahi urgensi dari upaya perlindungan konsumen, termasuk edukasi seperti yang dilakukan oleh BCA dan Jaringan PRIMA dalam mengedukasi masyarakat menjaga data pribadi.
Permintaan ATSI kepada Komdigi untuk mempercepat pemberantasan fake BTS terjadi dalam konteks tingginya angka penipuan digital ini.
Kolaborasi antara regulator, asosiasi, operator telekomunikasi, dan institusi keuangan seperti OJK menjadi kunci untuk membangun pertahanan yang lebih kuat.
Keberhasilan menangani akar masalah, yaitu perangkat ilegal, diharapkan dapat secara signifikan menekan angka kejahatan siber yang meresahkan masyarakat.
Perkembangan kebijakan dan implementasi tindakan tegas terhadap importir serta pengedar perangkat fake BTS akan menjadi indikator penting dalam beberapa bulan ke depan.



