Minggu, 14 Desember 2025
Selular.ID -

Operator Telekomunikasi Asia Pasifik Hadapi Data Debt Hambat AI

BACA JUGA

Selular.id – Perusahaan telekomunikasi di kawasan Asia Pasifik (APAC) menghadapi tantangan besar dalam memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) karena masalah data debt atau utang data.

Temuan terbaru Accenture dalam laporan “Cracking the Code on Data Debt” mengungkap kondisi di mana data operator telekomunikasi tersebar, terfragmentasi, dan tidak konsisten sehingga menyulitkan optimalisasi AI.

Sebanyak 71% eksekutif operator telekomunikasi di APAC mengakui bahwa minimnya visibilitas menyeluruh terhadap jaringan dan portofolio mereka memperlambat proses pengambilan keputusan.

Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa 66% karyawan menghabiskan lebih banyak waktu untuk membersihkan data dibandingkan menganalisisnya.

Hanya 2% operator yang sudah memiliki strategi data terpadu dengan proses berbagi data lintas fungsi yang benar-benar mulus.

Tore Berg, Managing Director and Lead, Communications, Media and Technology Industry, Accenture in APAC, menjelaskan bahwa perusahaan telekomunikasi memiliki peluang besar untuk memanfaatkan AI, data, dan otomatisasi guna menghadirkan pengalaman pelanggan yang lebih mulus dan personal.

“Inovasi ini juga dapat membuka peluang layanan baru agar bisnis konsumer mereka tetap tumbuh di tengah pasar yang semakin kompetitif,” ujarnya.

Hanya 21% Operator Raih Hasil Nyata dari Investasi AI

Laporan lainnya dari Accenture, “The Front Runner’s Guide to Scaling AI”, menunjukkan bahwa baru 21% perusahaan telekomunikasi di Asia Pasifik yang berhasil memperoleh hasil nyata dari investasi AI mereka.

Operator yang lebih maju ini biasanya menempatkan investasi jangka panjang pada proses-proses inti dalam rantai nilai telekomunikasi, memperbarui fondasi teknologi mereka, membangun landasan data yang siap untuk AI, serta mengembangkan tenaga kerja dengan keterampilan baru yang sesuai kebutuhan era digital.

Berg menambahkan bahwa pertumbuhan AI dan meningkatnya kebutuhan solusi berbasis cloud yang aman memberikan peluang besar bagi operator untuk memanfaatkan kekuatan jaringan dan kepercayaan pelanggan.

“Ini dapat mendorong pertumbuhan bisnis B2B sekaligus memperkuat peran mereka dalam ekonomi digital,” tegasnya.

Menurut Berg, operator telekomunikasi kini semakin menyadari potensi AI.

Banyak yang mulai berinvestasi pada teknologi ini karena melihat AI sebagai pendorong produktivitas dan profitabilitas.

“Sebagian kecil pemimpin sudah bergerak lebih jauh dengan melakukan investasi mendalam dan konsisten untuk melakukan reinvent bisnis mereka, membuka peluang baru yang mendukung perluasan bisnis di masa depan,” paparnya.

Lima Area Prioritas Investasi Strategis Operator

Accenture mengidentifikasi lima area prioritas yang kini menjadi fokus investasi strategis operator di APAC.

Kelima area tersebut mencakup Self-Healing Automated Network dan Field Engineer Technical Assistant dalam Network & Service Assurance, Agent Co-Pilot dalam Customer Experience & Care, hingga Sales Co-Pilot dan Marketing Content Generation pada fungsi penjualan dan pemasaran.

Vivek Luthra, Senior Managing Director, Data and AI Lead, APAC & South East Asia Business and Global Strategic Pursuits at Accenture, menekankan bahwa meningkatkan penggunaan AI tidak bisa dilakukan setengah-setengah.

“Perusahaan membutuhkan langkah strategis yang berani dan berfokus pada nilai inti bisnis, dengan arahan langsung dari pimpinan perusahaan, serta didukung oleh transformasi struktural yang nyata. Dua area yang harus menjadi prioritas utama adalah teknologi dan talenta,” jelasnya.

Luthra mengungkapkan bahwa selama bertahun-tahun, operator telekomunikasi telah membangun sistem IT yang kompleks, sehingga banyak yang kini terbebani technical debt.

“Sistem lama menyerap anggaran namun menghambat kelincahan. Sekarang muncul pula data debt karena data yang tidak konsisten dan terisolasi menghambat inovasi berbasis AI. AI justru dapat membantu operator mempercepat modernisasi dan mengatasi masalah tersebut,” paparnya.

Menurut Luthra, seiring dengan meningkatnya otomatisasi, kebutuhan keterampilan pun berubah.

“Industri membutuhkan tenaga profesional yang memahami telekomunikasi sekaligus memiliki kemampuan AI yang lebih maju. Misalnya, network engineer yang juga menguasai data science atau machine learning. Operator perlu strategi terarah untuk membangun keterampilan baru sekaligus menyiapkan tenaga kerja masa depan,” tegasnya.

Kondisi ini semakin menekankan pentingnya transformasi digital di kawasan Asia Pasifik, seperti yang juga terlihat dalam perkembangan inisiatif BATIC 2025: Satu Dekade Inovasi Digital di Asia Pasifik yang menunjukkan komitmen regional terhadap percepatan adopsi teknologi digital.

Agentic AI Percepat Operasi Jaringan Otonom

Tejas Rao, Managing Director and Global Network Practice Lead, Communications Media and Technology, Accenture, menyoroti peran Agentic AI dalam mempercepat perjalanan operator menuju operasi jaringan yang lebih otonom dan zero-touch.

“Ini adalah kebutuhan penting, dan bukan lagi sebuah pilihan. Sistem cerdas yang mampu mengelola, mengoptimalkan, dan mengamankan infrastruktur secara proaktif akan meningkatkan efisiensi dan ketahanan jaringan,” ujarnya.

Rao menjelaskan bahwa dengan kemampuan continuous learning dan orkestrasi dinamis, downtime dapat diminimalkan dan layanan menjadi lebih personal.

“Operator juga dapat membuka peluang baru melalui intent-driven operations dan real-time network slicing,” tambahnya.

Data dari Accenture menunjukkan bahwa 63% operator telekomunikasi global kini telah berinvestasi dalam AI agents.

Sebagian besar masih pada tahap eksperimen, namun 2 dari 10 sudah mulai menerapkannya secara lebih luas di berbagai fungsi.

“Teknologi ini memberikan peluang besar bagi operator untuk mentransformasi konektivitas menjadi aset strategis yang mendorong pertumbuhan,” pungkas Rao.

Transformasi digital di kawasan Asia Pasifik terus menunjukkan perkembangan signifikan, termasuk dalam hal program rewards lintas negara pertama di Asia Pasifik yang mengindikasikan semakin terintegrasinya ekosistem digital regional.

Sementara itu, tantangan regulasi juga menjadi perhatian serius bagi operator telekomunikasi.

Seperti yang diungkap dalam laporan lonjakan PNBP dan beban regulatory charge, operator perlu menghadapi berbagai tekanan yang dapat mempengaruhi kemampuan investasi mereka dalam transformasi digital dan adopsi AI.

Ke depan, kesiapan operator telekomunikasi dalam mengatasi data debt dan memaksimalkan potensi AI akan menjadi penentu utama dalam memenangkan persaingan di era digital.

Investasi yang tepat pada teknologi, talenta, dan transformasi proses bisnis menjadi kunci untuk membuka nilai ekonomi digital yang semakin berkembang di kawasan Asia Pasifik.

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU