Selular.ID – Di tengah euphoria peluncuran iPhone 17, Apple terlibat perseteruan yang semakin sengit dengan Uni Eropa (UE).
Keberadaan Undang-Undang Pasar Digital (DMA) yang diterapkan UE pada Maret 2024, membuat hubungan Apple dengan salah satu blok ekonomi terbesar sekaligus terkuat di dunia itu tak bisa diprediksi, sehingga kerap berdampak pada konsumen.
Terbaru, pelanggan Apple di seluruh UE tidak akan dapat mengakses fitur terjemahan langsung (live translation) pada AirPods Pro 3, yang diperkenalkan awal pekan ini, karena masalah regulasi.
Politico melaporkan bahwa produsen iPhone tersebut memblokir akses ke terjemahan langsung karena temuan Komisi Eropa pada Maret lalu berdasarkan aturan DMA.
Situs web berita tersebut menjelaskan bahwa keputusan tersebut menyatakan Apple diharuskan untuk membuat beberapa fungsi dapat dioperasikan dengan perangkat pesaing.
TechCrunch melaporkan tanggapan dari Apple yang menyatakan bahwa persyaratan hukum lain terkait perlindungan data pengguna bukanlah faktor dalam keputusannya untuk memblokir fitur terjemahan tersebut.
Halaman dukungan Apple menyatakan bahwa terjemahan langsung dengan AirPods “tidak tersedia jika Anda berada di UE dan negara atau wilayah akun Apple Anda juga berada di UE”.
Terjemahan langsung (real-time translation) pada AirPods Pro 3, AirPods 4, dan AirPods Pro 2 memerlukan iPhone dengan Apple Intelligence yang menjalankan iOS 26, yang tersedia pada 15 September. AirPods 3 baru dijadwalkan untuk dikirimkan pada 19 September.
Keputusan Apple meniadakan terjemahan langsung menambah bahan bakar ketegangan antar dua kubu. Tahun lalu, Apple juga telah menunda peluncuran fitur-fitur baru seperti perangkat AI generatif Apple Intelligence di seluruh Uni Eropa karena kekhawatiran regulasi atas aturan DMA blok tersebut.
Seorang perwakilan Komisi Eropa mengatakan bahwa kebijakan memblokir akses ke terjemahan langsung “merupakan keputusan sepihak Apple”.
“Komisi belum diajak berkonsultasi, dan kami tidak dapat memahami sifat kekhawatiran Apple. DMA tidak menghalangi peluncuran produk baru di pasar Uni Eropa. Sebaliknya, DMA menjaga inovasi dan kebebasan memilih.”
Richard Windsor, pendiri Radio Free Mobile, mengatakan bahwa layanan terjemahan menggunakan model di iPhone untuk menerjemahkan apa yang ditangkap AirPods Pro 3 dan menyampaikannya kepada pengguna “menggunakan suara sambil mengurangi volume suara pembicara untuk memaksimalkan kejelasan”.
“Balasan pengguna AirPods Pro 3 dapat ditampilkan sebagai teks di layar iPhone, atau jika keduanya menggunakan AirPods Pro 3, maka percakapan yang sebenarnya dapat terjadi,” jelasnya.
Baca Juga: Google Didenda Rp 56 Triliun, Terbesar Kedua Sepanjang Sejarah Uni Eropa
Ancaman Denda Besar UE Terhadap Para Raksasa Teknologi
Keputusan Apple meniadakan terjemahan langsung pada AirPods 3, menjadi babak baru pertarungan para raksasa teknologi melawan UE.
Sudah hampir dua dekade Uni Eropa mulai menyelidiki Apple atas pelanggaran antimonopoli.
Untuk diketahui, DMA adalah peraturan penting yang dirancang untuk menjadikan pasar digital lebih adil dan lebih kompetitif dengan memberlakukan kewajiban khusus pada platform digital besar, yang dikenal sebagai “gatekeeper”.
Platform-platform ini, seperti mesin pencari daring, toko aplikasi, dan layanan media sosial, harus mematuhi “hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan” untuk memastikan persaingan yang adil dan memungkinkan peningkatan persaingan dan inovasi.
Sebuah perusahaan dikategorikan sebagai gatekeeper jika memenuhi beberapa kriteria. Pertama, omzet tahunan mereka di Eropa minimal 7,5 miliar euro selama tiga tahun terakhir, atau kapitalisasi pasar lebih dari 75 miliar euro.
Kedua, memiliki platform inti, seperti mesin pencari, jejaring sosial, layanan perpesanan, atau toko aplikasi dengan lebih dari 45 juta pengguna bulanan aktif dan 10.000 pengguna bisnis tahunan di Uni Eropa.
Selain itu, perusahaan menempati posisi dominan dan stabil di pasar selama tiga tahun berturut-turut.
DMA menetapkan sejumlah larangan dan kewajiban bagi gatekeeper, di antaranya, tidak boleh memprioritaskan produk mereka sendiri di platform (self-preferencing). Perusahaan juga wajib mengizinkan interoperabilitas dengan layanan pesaing.
Selain itu, tidak boleh memaksa pengguna untuk menggunakan layanan tertentu, seperti sistem pembayaran milik sendiri. Dan Harus memungkinkan pengguna untuk menghapus aplikasi bawaan.
Gatekeeper yang melanggar DMA dapat dikenakan denda hingga 10% dari omzet global tahunan, dan hingga 20% untuk pelanggaran berulang.
Dalam kasus yang berat, Uni Eropa bahkan dapat memaksa perusahaan untuk membubarkan bagian bisnis tertentu.
Pada September 2023, Komisi Eropa untuk pertama kalinya menetapkan enam gatekeeper, termasuk di antaranya Alphabet, Amazon, Apple, ByteDance, Meta, Microsoft, di bawah DMA.
Baca Juga: Trump Ancam Balas Uni Eropa Usai Denda Google Rp53 Triliun
Para Tech Company Meminta Dukungan Donald Trump
Kembali ke kasus Apple vs UE. Tak dapat dipungkiri, keputusan Apple meniadakan terjemahan langsung pada AirPods 3, menjadi babak baru pertarungan para raksasa teknologi melawan UE.
Sudah hampir dua dekade Uni Eropa mulai menyelidiki Apple atas pelanggaran antimonopoli.
Di bawah DMA, Apple menghadapi potensi denda hingga $38 miliar, yang kira-kira setara dengan seluruh PDB Estonia.
Di bawah payung DMA, UE telah mendenda Apple sebesar €500 juta pada April 2025 karena tidak mengizinkan pengembang aplikasi memberitahukan penawaran alternatif kepada pengguna di luar App Store.
Tak tinggal diam, Apple telah mengajukan banding atas denda tersebut dan berencana untuk mengubah aturan App Store mereka untuk mematuhi perintah antimonopoli UE.
Sebelumnya, CEO Apple Tim Cook secara terbuka menentang keberadaan DMA. Suksesor Steve Jobs itu beralasan undang-undang tersebut akan “merusak keamanan iPhone” dengan memungkinkan sideloading aplikasi dan membuat pengguna rentan terhadap malware dan penipuan.
Meskipun Apple mendukung beberapa regulasi teknologi, Cook yakin ketentuan DMA tidak menguntungkan pengguna dan mengancam fitur privasi dan keamanan yang tertanam di iOS dan App Store.
Meskipun terdapat keberatan-keberatan ini, Apple terpaksa mematuhi DMA dan baru-baru ini didakwa oleh Komisi Eropa karena melanggar undang-undang tersebut.
Sejatinya, tak hanya Apple yang menjadi target DMA, namun juga para raksasa teknologi lainnya. Perancis misalnya, meski bergabung dengan UE, namun memiliki kebijakan yang cukup keras.
Untuk diketahui, otoritas perlindungan data Prancis (CNIL) pada Rabu (3/9) mengeluarkan denda yang memecahkan rekor terhadap raksasa teknologi asal AS – Google dan platform mode cepat – Shein karena gagal mematuhi undang-undang tentang cookies internet.
Kedua grup tersebut, yang masing-masing memiliki puluhan juta pengguna di Prancis, menerima dua denda terberat yang pernah dijatuhkan oleh pengawas CNIL, yaitu 150 juta euro ($175 juta) untuk Shein dan 325 juta euro untuk Google.
Baik Google maupun Shein dinilai gagal mendapatkan persetujuan bebas dan terinformasi dari pengguna sebelum memasang cookies iklan di peramban mereka, menurut otoritas tersebut dalam sebuah keputusan yang masih dapat diajukan banding oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
Tak urung kebijakan keras UE dengan mendenda Apple dan Google, membuat Presiden AS Donald Trump berang. Trump mengancam akan meluncurkan investigasi perdagangan untuk membatalkan denda yang disebut ‘diskriminatif’ dari Eropa terhadap Google dan Apple.
“Kita tidak bisa membiarkan hal ini terjadi pada perusahaan AS yang menakjubkan. Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Jika hal ini terjadi, saya akan terpaksa memulai proses hukum Pasal 301 untuk membatalkan denda tidak adil yang dikenakan kepada Perusahaan-Perusahaan AS Pembayar Pajak ini,” tulis Trump di Truth Social, Senin (8/9/2025).
Trump melontarkan ancaman tersebut hanya beberapa jam setelah Google menerima denda senilai hampir US$3,5 miliar dari Uni Eropa dalam kasus antimonopoli besar yang berpusat pada bisnis teknologi periklanan raksasa mesin pencari tersebut.
Unggahan tersebut juga muncul sehari setelah Trump mengadakan jamuan makan malam di Gedung Putih bersama sekelompok eksekutif teknologi papan atas, yang bergantian memujinya.
CEO Google Sundar Pichai berterima kasih kepada Trump setelah hakim AS mengeluarkan putusan yang menguntungkan dalam kasus antimonopoli penting terhadap Alphabet. Pichai mengatakan ia menghargai dialog konstruktif yang dilakukan pemerintah.
Baca Juga: Jalin Kontrak dengan Huawei, Spanyol Bersitegang dengan Uni Eropa