Selular.id – Nvidia Corp. dan OpenAI mengumumkan kemitraan strategis senilai US$100 miliar atau sekitar Rp1.666 triliun pada Senin (22/9/2025).
Kesepakatan besar-besaran ini bertujuan mendukung pembangunan pusat data berskala masif yang dilengkapi dengan cip Nvidia untuk pengembangan kecerdasan buatan (AI) OpenAI.
Namun, langkah kolaboratif dua raksasa teknologi ini justru memicu kekhawatiran baru di kalangan analis mengenai potensi kebangkitan gelembung (bubble) AI.
Kemitraan ini terjadi tiga tahun setelah kedua perusahaan memicu euforia global di sektor AI.
Investasi Nvidia ke OpenAI akan dialokasikan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur komputasi yang dibutuhkan model AI generatif seperti ChatGPT.
Meski terdengar sebagai langkah progresif, sebagian analis mempertanyakan motif di balik investasi besar ini.
Mereka menilai ada kemungkinan Nvidia berinvestasi untuk menopang pasar sekaligus memastikan perusahaan-perusahaan, termasuk OpenAI, terus mengalokasikan anggaran besar untuk produk-produk Nvidia.
Kekhawatiran mengenai pola investasi yang terlihat “sirkular” ini diungkapkan oleh Stacy Rasgon, analis Bernstein Research.
Dalam catatannya untuk investor setelah pengumuman kesepakatan, Rasgon menulis bahwa tindakan Nvidia jelas akan memicu pertanyaan tentang keberlanjutan model bisnis tersebut.
Kekhawatiran serupa sebenarnya telah lama mengikuti Nvidia sepanjang periode booming AI.
Data dari PitchBook menunjukkan, produsen cip itu terlibat dalam lebih dari 50 kesepakatan investasi ventura untuk perusahaan AI pada 2024, dan diperkirakan akan melampaui angka tersebut tahun ini.
Beberapa perusahaan yang menerima investasi dari Nvidia, termasuk pengembang model AI dan penyedia layanan cloud, kemudian menggunakan dana tersebut untuk membeli unit pemrosesan grafis (GPU) Nvidia yang harganya cukup mahal.
Pola ini menimbulkan tanda tanya apakah pertumbuhan yang terjadi merupakan cerminan dari permintaan organik atau didorong oleh skema investasi yang saling menguntungkan dalam ekosistem terbatas.
Dinamika ini mengingatkan pada peringatan yang sebelumnya disampaikan oleh Sam Altman mengenai kondisi pasar AI.
Nvidia, sebagai pemasok utama hardware untuk komputasi AI, memang memiliki kepentingan strategis untuk memastikan ekosistem AI terus berkembang.
Namun, besarnya investasi yang ditanamkan ke OpenAI—sebuah entitas yang juga menjadi konsumen besar produknya—menciptakan narasi yang kompleks.
Di satu sisi, kolaborasi ini dapat mendorong inovasi lebih cepat. Di sisi lain, ini berpotensi memicu inflasi nilai yang tidak sejalan dengan fundamental pasar.
Baca Juga:
Lingkungan bisnis teknologi global saat ini memang penuh dengan persaingan ketat, tidak hanya dari perusahaan AS tetapi juga dari pesaing seperti Huawei yang terus meningkatkan daya saing teknologi chip AI.
Langkah Nvidia ini dapat dilihat sebagai bagian dari strategi untuk mempertahankan dominasi di tengah persaingan yang semakin sengit.
Namun, analis memperingatkan bahwa jika investasi semacam ini hanya menciptakan siklus permintaan buatan, risiko koreksi pasar akan semakin besar.
Pasar AI masih sangat dinamis dan nilainya ditopang oleh ekspektasi pertumbuhan yang tinggi.
Kesepakatan Nvidia dan OpenAI menjadi penanda fase pengembangan AI yang lebih mahal dan kompleks.
Para pemangku kepentingan kini mengamati apakah kolaborasi ini akan menghasilkan terobosan teknologi yang substantif atau justru memperdalam ketergantungan pada satu ekosistem teknologi tertentu.
Perkembangan ini juga perlu diamati dalam konteks kecenderungan pasar yang terkadang tidak terduga, di mana loyalitas pengguna bisa bergeser seiring waktu.
Ke depan, pengawasan regulator dan transparansi dalam kesepakatan semacam ini akan menjadi kunci.
Investor dan pelaku pasar membutuhkan kepastian bahwa pertumbuhan yang terjadi berkelanjutan dan didukung oleh nilai riil.
Kemampuan untuk beradaptasi dengan teknologi yang berkembang, sebagaimana terlihat pada inovasi dalam interoperabilitas platform, juga akan menentukan ketahanan ekosistem AI dalam jangka panjang.




