Selular.id – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengancam akan mencabut izin operasi Starlink di Indonesia jika layanan internet satelit milik Elon Musk tersebut terbukti menjual atau mengoperasikan perangkat jelajah untuk penggunaan bergerak di dalam negeri. Ancaman ini disampaikan Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi, Wayan Toni Supriyanto, pada Selasa (5/8/2025).
Wayan menjelaskan, perangkat jelajah yang dimaksud adalah perangkat Starlink yang digunakan secara bergerak, misalnya dipasang di mobil atau kendaraan lain untuk tetap terhubung ke internet melalui Wi-Fi saat berpindah tempat. “Jelajah itu maksudnya bagaimana? Ditaruh di mobil, terus mobil bergerak, bisa pakai Wi-Fi di mobil, pakai Starlink enggak boleh. Kecuali di kapal laut. Kalau di kapal laut, kami izinkan selama 7 hari itu boleh,” kata Wayan.
Pengamat telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo, mengatakan langkah Komdigi ini selaras dengan tujuan regulasi yang menjaga integritas industri telekomunikasi sekaligus melindungi ekosistem lokal. “Komdigi sebagai regulator berkewajiban menyeimbangkan tiga kepentingan sekaligus, yaitu pemerintah, industri, dan pelanggan,” kata Agung.
Larangan untuk Layanan Bergerak
Agung menjelaskan, di industri telekomunikasi terdapat dua klasifikasi layanan, yakni bergerak (mobile) dan tidak bergerak (fixed). Untuk menjaga konsistensi dan keadilan, klasifikasi ini perlu diatur, diawasi, dan dikendalikan. Oleh sebab itu, pihaknya sepakat dengan langkah Komdigi, karena izin Starlink adalah fixed satellite service (FSS). “Maka jika Starlink memberikan layanan mobile, maka dikenai sanksi (pencabutan izin),” imbuhnya.
Menurut Agung, langkah ini sejalan dengan tujuan regulasi, yakni menjaga kepastian dan integritas regulasi, melindungi ekosistem industri, dan menjaga kedaulatan digital. Tujuan mendasar Komdigi adalah mendorong kolaborasi antarpelaku industri untuk menghadirkan layanan internet yang berkualitas, merata, stabil, dan berkelanjutan.
Baca Juga:
Perlindungan untuk ISP Lokal
Agung menambahkan, larangan pada Starlink untuk memberikan layanan mobile terutama pada daerah 3T, bertujuan agar tidak mematikan ISP lokal yang berbasis modal relatif kecil. “Sebaliknya, diharapkan ada kolaborasi antara Starlink dan ISP lokal,” tambahnya. Dia menilai regulasi yang melindungi operator ISP lokal merupakan bentuk perlindungan pasar yang tepat.
Regulasi itu diharapkan mampu menghadirkan keseimbangan antara keterbukaan terhadap inovasi global dan pemberdayaan ekosistem lokal tanpa mengorbankan tujuan utama, yaitu pemerataan akses internet berkualitas di seluruh Indonesia. “Jadi, Komdigi dalam hal ini mendorong adanya coexistence with fair play. Dalam hal ini terdapat dorongan agar terjadi kemitraan Starlink-ISP lokal; sehingga keduanya akan memperoleh keuntungan,” kata Agung.
Sebelumnya, Komdigi telah kembali memberikan hak labuh (landing right) kepada Starlink setelah sempat menghentikan sementara layanan bagi pelanggan baru. Izin tersebut diperpanjang menggunakan frekuensi E-Band, spektrum 71-76 GHz dan 81-86 GHz yang dinilai cocok untuk komunikasi satelit. Namun, pemerintah tetap akan mengambil tindakan tegas jika ditemukan pelanggaran di lapangan. “Starlink itu untuk di rumah. Kalau ada ditemui, misalnya dia menjelajah di dalam mobil, kami akan cabut landing right-nya di Indonesia. Pokoknya kami tegur, kami akan hentikan sampai dia memenuhi syaratnya itu,” ungkap Wayan.
Kasus ini bukan pertama kali Starlink menghadapi ancaman pencabutan izin di berbagai negara. Sebelumnya, Brasil juga mengancam akan mencabut izin operasi Starlink setelah perusahaan tersebut melanggar aturan setempat. Buntut Pelarangan Terhadap X, Brasil Ancam Cabut Izin Operasi Starlink.
Sementara itu, persaingan di industri internet satelit semakin ketat dengan kehadiran pemain baru seperti Project Kuiper milik Amazon. Saat Project Kuiper Milik Amazon Mencoba Menantang Dominasi Starlink.