Selular.ID – Sebagai operator yang lahir belakangan setelah the big three (Telkomsel, Indosat, XL Axiata), Smartfren menjadi satu-satunya operator yang hingga kini rapornya kebanyakan tetap merah, padahal perusahaan telah lama berdiri, yaitu sejak 2002.
Berdasarkan laporan keuangan yang telah dipublikasikan, tercatat, anak grup usaha Sinarmas itu mencatat kerugian rata-rata sebesar Rp 2,1 triliun dalam 10 tahun terakhir. Sementara, kerugian smartfren terbesar terjadi pada 2018 dengan nilai sebesar Rp 3,55 triliun.
Sepanjang 2023, kinerja Smartfren juga kembali menukik. Perusahaan harus menelan rugi bersih sebesar Rp 108,9 miliar. Pencapaian itu berbanding terbalik dibandingkan tahun sebelumnya yang mencetak laba sebesar Rp1,06 triliun.
Teranyar, laporan keuangan perusahaan pada Q2-2024 menunjukkan, Smartfren belum sepenuhnya lepas dari kubangan kerugian.
Tercatat, operator selular yang berkantor pusat di Jalan Sabang, Jakarta itu, mencatatkan rugi periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk Rp 473,76 miliar sepanjang semester I-2024.
Angka rugi bersih tersebut menurun ketimbang Rp 543,20 miliar pada periode yang sama 2023.
Dapat dipastikan, “nafas kuda” Smartfren tak lepas dari dukungan induk usaha, yaitu Sinar Mas Group.
Dukungan dana berlimpah, membuat Smartfren hingga kini masih mampu bertahan di panggung industri telekomunikasi nasional, meski perusahaan masih terus merugi.
Baca Juga: Merza Fachys Ungkap Penyebab Rugi Smartfren (FREN) Menyusut di Semester I-2024