Jakarta, Selular.ID – Laporan yang disusun oleh Fintech News Network Index (FNNI), mengungkapkan bahwa Hong Kong, Nigeria, dan Singapura merupakan negara yang paling popular dalam industri fintech global.
Dalam laporan yang diterbitkan pada April 2023, FNNI yang memeringkat negara dan kota yang paling banyak menanyakan kata “fintech” di Google, mengungkapkan bahwa pengguna internet di tiga negara itu menunjukkan minat paling besar terhadap sektor yang tengah berkembang pesat ini.
Menurut FNNI, Singapura, yang menduduki peringkat pertama pada 2022 dan April 2023 untuk permintaan pencarian “fintech”, telah memposisikan dirinya sebagai pusat fintech utama, yang bertindak sebagai pintu gerbang ke kawasan Asia Tenggara.
Dengan peraturan perpajakan yang menarik, digitalisasi canggih, dan inisiatif pemerintah yang mendukung, Singapura menarik banyak perusahaan di sektor fintech.
Laporan United Overseas Bank, mengungkapkan kini terdapat lebih dari 1.500 usaha di bidang tersebut pada Oktober 2022.
Angka tersebut berarti bahwa Singapura adalah rumah bagi sekitar 40% dari seluruh perusahaan fintech di enam pasar terbesar di Asia Tenggara pada tahun lalu.
Baca Juga: Singapura, Hong Kong, Nigeria: Tiga Negara Dengan Tren Fintech Tertinggi di Dunia
Berkembangnya industri fintech tak lepas dari peran Otoritas Moneter Singapura (MAS). MAS telah mengambil pendekatan proaktif dalam mengembangkan aktivitas terkait mata uang kripto yang aman dan bertanggung jawab.
Undang-Undang Layanan Pembayaran (PSA), yang mulai berlaku pada Januari 2020, menyediakan kerangka perizinan untuk berbagai layanan pembayaran, termasuk bisnis terkait mata uang kripto.
Sejauh ini, MAS telah menyetujui 192 lisensi Lembaga Pembayaran Besar dan 11 lisensi Layanan Token Pembayaran Digital. Penyedia layanan kripto berlisensi di Singapura termasuk Circle, Coinhako, Paxos, dan Revolut.
Startup kripto asal Amerika, Ripple, adalah perusahaan terbaru yang mendapat lampu hijau dari Singapura, dengan mengumumkan pada 21 Juni 2023 bahwa mereka telah menerima persetujuan prinsip peraturan dari MAS untuk lisensi Lembaga Pembayaran Besar.
Lebih banyak aturan terkait kripto saat ini sedang dikerjakan di Singapura.
Pada Oktober 2022, MAS menerbitkan dua makalah konsultasi yang berisi usulan langkah-langkah peraturan terkait dengan perdagangan kripto dan stablecoin.
Langkah-langkah tersebut termasuk tidak mengizinkan bisnis untuk meminjamkan mata uang kripto yang dimiliki oleh pelanggan ritel, dan untuk memastikan aset pelanggan dipisahkan dari aset mereka sendiri.
Penerbit Stablecoin, sementara itu, akan diminta untuk memiliki aset cadangan dalam bentuk tunai, setara kas, atau surat utang negara jangka pendek setidaknya setara dengan 100% dari nilai nominal token yang beredar.
Pada 2022, minat terhadap fintech tetap tinggi di Singapura dengan investasi fintech mengalami peningkatan year-on-year (YoY) sebesar 22% dan berlawanan dengan tren global.
Menurut laporan KPMG Pulse of Fintech H2’22, pendanaan Fintech di Singapura mencapai angka tertinggi dalam tiga tahun terakhir sebesar US$4,1 miliar melalui 250 transaksi merger dan akuisisi, ekuitas swasta, dan modal ventura (VC).
Baca Juga: Fintech Ungguli Bank dalam Mendorong Inklusi Keuangan