Sebelumnya, Anggota Asosiasi Peyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Rudi Purwanto menyebut beban biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi yang terlalu berat bagi operator telekomunikasi.
Hal itu Rudi ungkapkan saat menjadi perwakilan ATSI di acara Ericsson Imagine Live – Unlock the Future of 5G di Jakarta, Selasa (8/8/2023).
Menurut ATSI, beban BHP frekuensi sebesar 14 persen terlalu berat bagi para operator telekomunikasi atau seluler.
Beban itu belum ditambah dengan biaya perizinan lainnya dari pemerintah daerah yang membuat pengeluaran operator semakin membengkak.
“Jumlah 14 persen itu terlalu berat bagi operator di Indonesia dan yang sewajarnya di bawah 10 persen,” ujar Rudi di Jakarta.
Dengan tambahan biaya perizinan lainnya, beban operator biasanya mencapai 25 persen dari pembangunan hingga pemeliharaan jaringan telekomunikasi.
Hal tersebut yang membuat pengeluaran operator terkuras untuk beban dan bukan untuk pengembangan jaringan.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif ICT Institute sekaligus pengamat teknologi Heru Sutadi menyoroti BHP frekuensi yang memberatkan operator seluler.
“Ini sudah saatnya juga BHP frekuensi bukan jadi pendapatan utama negara, tetapi ada sejumlah fungsi lainnya,” ungkap Heru.
“Misal BHP tidak terlalu tinggi dan operator seluler bisa membangun perekonomian digital hingga membuka lapangan pekerjaan baru. Jadi jangan melulu melihat faktor uangnya,” tandas Heru.
Baca juga: Kominfo Mengakui Beban BHP Frekuensi Terlalu Berat Bagi Operator Seluler