Categories: News

Startup Lakukan PHK Demi Profitabilitas, Investor Berhati-hati

Share

Sementara itu, Michael Cusumano, wakil dekan di MIT Sloan School of Management, salah satu faktor utamanya adalah perubahan cara investor dalam menetapkan valuasi perusahaan.

Saat pertumbuhan perusahaan meroket, ditandai dengan pendapatan yang melonjak 20 persen hingga 30 persen setiap tahun, profitabilitas bukan hal yang penting.

“Namun, sekarang kita sedang tidak dalam periode pertumbuhan. Jadi investor lebih berhati-hati,” kata Cusumano.

Cusumano mengungkapkan bahwa perusahaan teknologi global, menyimpan puluhan hingga ratusan miliar dolar di kas mereka.

Artinya, sebetulnya mereka punya kapasitas untuk mempertahankan pegawai.

Namun, dana tersebut biasanya tidak perusahaan gunakan untuk operasional.

Permasalahannya, saat investor membaca laporan keuangan, mereka juga jarang memperhatikan cadangan kas tersebut.

Investor lebih suka menggunakan cara lain dalam menilai prospek perusahaan. Salah satunya adalah pendapatan per pegawai.

Permasalahannya, industri teknologi saat ini berhadapan dengan perlambatan pertumbuhan pendapatan bahkan penurunan.

Di sisi lain, lonjakan pendapatan selama pandemi membuat mereka menambah jumlah pegawai secara agresif dalam 1-2 tahun terakhir.

Hasilnya kini, rasio pendapatan per pegawai di perusahaan teknologi, merosot tajam.

Cusumano menjelaskan bahwa perusahaan seperti Microsoft seharusnya membukukan pendapatan US$500.000 untuk setiap pegawai mereka, atau minimum US$300.000 per pegawai.

“Saat rasio turun di bawah itu, mereka mulai cemas soal jumlah pegawai. Ini yang dilihat oleh investor dan petinggi perusahaan dalam periode tahunan, bahkan per kuartal,” jelasnya.

Teori yang melatarbelakangi keputusan PHK massal adalah kebijakan tersebut menghemat uang perusahaan, meski harus merelakan jutaan hingga miliaran dolar untuk pesangon.

Perusahaan menilai, dengan ongkos gaji yang lebih rendah, biaya operasional perusahaan juga lebih rendah dalam jangka waktu yang lebih panjang. Meskipun, Cusumano tidak yakin realitanya sama dengan teori.

Menurut profesor di Stanford Graduate School of Business, Jeffrey Pfeffer hanya ada sedikit bukti empiris bahwa PHK membantu meningkatkan profitabilitas, dan ada juga bukti yang menyatakan PHK malah merugikan profitabilitas perusahaan.

“Sering kali, perusahaan tidak memiliki masalah biaya,” kata Pfeffer. “Mereka memiliki masalah pendapatan. Dan memangkas jumlah karyawan tidak akan meningkatkan pendapatan Anda. Itu mungkin akan menguranginya.” tuturnya.

Pekerja yang Tak Kena PHK Terpengaruh

Baca juga: Taktik OJK Pelototi Pinjol, Agusman Bocorkan Pengawasannya

Literatur tentang apakah PHK benar-benar ampuh untuk meningkatkan harga saham juga beragam.

Salah satu penelitian menyatakan keputusan menutup perusahaan dan melakukan PHK, lebih baik daripada perusahaan yang hanya melakukan PHK.

Selama pandemi virus Corona 2020, bahkan PHK sama sekali tidak berpengaruh pada harga saham.

Namun satu yang jelas bahwa PHK berdampak pada para korbannya.

Penelitian Pfeffer menemukan bahwa PHK bisa ‘membunuh’ orang, dengan meningkatkan risiko kematian seseorang karena bunuh diri dan dengan meningkatkan stres, baik di antara orang yang diberhentikan maupun di antara mereka yang tetap tinggal di perusahan.

PHK juga dapat mengurangi produktivitas di antara mereka yang tetap bekerja.

“Jadi mengapa melakukan PHK sama sekali jika tidak benar-benar berhasil? Manusia selalu berbuat bodoh,” kata Pfeffer.

Baca juga: Setelah Microsoft dan Meta, Raksasa Telco Lakukan PHK Pekan Ini

Page: 1 2

Tags: Badai PHK pemutusan hubungan kerja Perusahaan Teknologi PHK Startup
Suharno