Ditegaskan Rumayya bahwa yang dimaksud ekosistem transportasi online tidak terbatas pada pengemudi dan konsumen, tetapi juga mencakup nasib usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sudah tergantung dengan transportasi online.
Khususnya ojek online, dalam melayani pelanggannya. Ia mengingatkan bahwa program-program pemasaran adalah inisiatif aplikator dan itu tentu membutuhkan biaya.
“Jangan sampai nanti aplikator tidak lagi membuat program-program promosi atau insentif yang seharusnya bisa menggiatkan UMKM karena ruang untuk itu sudah tidak ada lagi. Akhirnya transaksi di UMKM menurun dan lesu,” tambahnya.
Rumayya mengingatkan bahwa digitalisasi UMKM adalah program pemerintah yang disuarakan langsung oleh Presiden Joko Widodo dalam banyak kesempatan. Presiden sendiri telah menargetkan sebanyak 30 juta UMKM bisa onboarding di platform digital pada 2023.
“Jangan sampai kebijakan Kementerian Perhubungan ini tidak sinergis, atau bahkan menghambat pencapaian target onboarding UMKM yang ditetapkan oleh Presiden,” tambah Rumayya.
Rumayya mengingatkan, dampak negatif pengurangan biaya aplikasi dapat berlaku sistemik terhadap ekosistem transportasi online.
Biaya promosi berkurang, insentif non-tarif dan non-tunai berkurang, konsumen kehilangan minat karena minimnya promosi dan inisiatif pemasaran yang menarik, dan pendapatan sektor UMKM yang selama ini terbantu oleh kehadiran transportasi online juga berkurang.
Dari begitu banyak dampak negatif tersebut, Rumayya menyarankan agar besaran biaya aplikasi tidak perlu diregulasi pemerintah karena malah menjadi distorsi bagi pengembangan ekosistem transportasi online yang telah meluas hingga ke UMKM dan sektor-sektor lainnya.
“Transportasi online sebagai bagian dari ekonomi digital telah terbukti menjadi pilar resiliensi ekonomi nasional di tengah perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Momentum yang baik ini jangan sampai dirusak oleh kebijakan yang distortif,” pungkas Rumayya.
Page: 1 2
This website uses cookies.